🎖️Bab 9 🎖️

21 12 0
                                    

Nathan yang menyerah.

****

Biola itu tergeletak dan tak tersentuh selama tiga jam. Lelaki itu bahkan membolos dari waktu latihannya. Dengan langkah bahagia seakan pagi hingga malam adalah hari terakhirnya.

"Nathan ...."

Nathan sedikit melirik ke arah ayahnya, namun ia kembali mengacuhkan karena teringat kejadian yang dua hari lalu. "maafkan aku, ayah." Tangannya meraih tas selempang putih sebelum memutuskan pergi ke asrama.

"Nathan, apa salah ayah?" tanya Desar kembali menghentikan langkah anaknya. Nathan menghembuskan nafasnya kasar. Ia tidak berbalik, melainkan menunggu Desar berbicara kembali.

"Apa ayah terlalu keras kepadamu?"

"Aku tau ayah tidak menyukaiku, bukan?" Desar sedikit terkejut dengan pertanyaan anaknya.

"Tentu ayah sayang kepadamu, Nathan. Kamu anak sulung, ayah." Nathan berbalik, tangisannya tidak bisa tertampung lagi. Namun, wajahnya tidak bisa berbohong ... rasa kebencian kepada ayahnya kembali hadir.

"Ayah berbohong."

"Ayah berbohong untuk semuanya!! Ibu yang sekarang bukan ibu kandungku, bukan? Ayah!" Nevada mendengar semua itu terhuyung mundur, bagaimana tidak ini kali pertama ia mendengar bahwa selama ia berada di rumah. Ibu Doralia adalah ibu tirinya.

"B-bagaimana bisa kamu tahu?" Desar tidak menyadari kehadiran anak bungsu nya karena terlalu fokus ke Nathan. Pria itu berusaha mengejar Nathan yang sudah pergi dari rumah.

"Ayah ... yang dikatakan oleh kak Nathan ... itu benar?"

Desar menggelengkan kepala dan menaruh tangannya di bahu Nevada. Melihat tangan ayahnya, Nevada menyingkirkan keduanya. Ia benci disentuh.

Wanita dengan blazer cream dengan rok hitam berjalan anggun masuk kedalam rumah. Tangannya menenteng tas kecil. Nevada sesekali menatap Doralia, yang kini sudah ia ketahui adalah ibu tirinya.

"Nak–"

"Jangan panggil aku anakmu!" Nevada merampas kasar tas ranselnya dan pergi dari sana. Doralia menatap tajam ke Desar. Wanita itu tau apa yang terjadi setelah mengetahui kedua anaknya juga menolaknya.

"Apa yang kamu katakan!"

"Aku bahkan tidak mengatakan apapun!"

****

Nathan tersenyum ketika kembali berjalan di kelas Menengah. Semua kelas di sana terlihat masih dalam keadaan belajar mengingat sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sebuah suara yang samar terdengar dari belakang Nathan.

"Aku masih merindukanmu, Michelle." Entah apa yang membuat Nathan kembali menyusuri lorong kelas Menengah. Sebuah ruangan yang sudah lama, ia tempati. Ruangannya sebelum bergabung ke Penthouse Class.

Dengan warna dinding luar hijau lumut itu, membuatnya sedikit terlihat lembab dan tidak terjaga. Nathan bingung saat hendak memutar knop, pintu tersebut sudah semi terbuka. Lelaki itu melebarkan pintu dengan hati-hati.

Suara diskusi membuatnya terdiam sebentar. Tatapannya melihat dua orang yang saling berdiskusi dan membantu mencari dokumen penting.

"Merida, bisakah kamu cek di laci nomor dua belas?" tanya Hansel membuat Merida meletakkan dokumen yang ia pegang agar bisa membuka laci dengan leluasa. Dengan teliti, gadis itu melihat satu per satu map yang ada disana.

"Teman-teman?" panggil Nathan yang hampir 10 menit berdiri dekat pintu. Hansel dan Merida tersenyum lebar. Keduanya begitu bahagia menyambut Nathan.

Nathan menahan tangisnya sambil berjalan mendekat. Dengan cepat, lelaki itu memeluk dua sahabat dekatnya. "maafkan aku."

Nevada : Save Our Rank [Terbit✓]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt