🎖️Bab 5 🎖️

30 17 3
                                    

Guci yang berbeda

****

Merida melihat sekelilingnya yang terlihat tenang seolah ia sendirian berada di kamarnya. Tangannya tidak sengaja menyentuh sesuatu. Sebuah buku kecil yang entah kepunyaan siapa tergeletak bersamanya di ranjang itu.

Dengan perlahan Merida mengangkat buku tersebut. Di halaman pertama terlihat sebuah nama 'Melody'. Buku berwarna keemasan terlihat tebal karena penuh sticky notes yang menandai setiap lembarannya.

'Tulisan tangan yang indah'.

Belum sempat ia membuka lembar kedua, Merida menyadari sebuah pintu kamarnya yang terbuka. Dengan cepat buku yang tadi dipegang ditaruh seperti keadaan semula. Melody tersenyum dan menaruh segelas teh yang sudah tercampur vitamin.

Gadis itu tau kakaknya tidak menyukai vitamin dalam bentuk apapun. Dengan telaten, Melody mencoba meyakini kakaknya untuk minum teh. Sedikit terkejut melihat Merida mau menerimanya.

"Bagaimana keadaan kakak?"

"Tugas kakak sudah aku kerjakan, dan –"

"Apa yang kamu pikirkan sampai melakukan semua itu?" potong Merida yang kemudian menaruh cangkirnya di nampan. Sambil merapikan rambutnya, Merida menatap adiknya.

"Melody ... aku tahu kakak sedikit ... mungkin kejam. Tapi apa yang kamu katakan dan lakukan itu tidak perlu, biarkan kakak yang menerima akibatnya."

"Sampai ibu akan melakukan hal yang jahat?" Ucapan Melody membuat Merida terdiam.

"Aku juga tidak ingin kita bertengkar dan aku menyayangimu seperti kak Merida sayang kak Michelle." Tangan Melody dihempaskan oleh Merida begitu gadis itu membicarakan Michelle.

"Darimana kamu tahu soal kak Michelle?" Melody semakin bingung, karena nada bicara Merida yang terdengar lembut dan tidak menyalahkan dirinya. Merida yang terlihat di depannya bukan seperti Merida biasanya.

"Kak, maafkan aku. Aku tidak sengaja menemui guci yang ada di rak itu?" Melody Menunjuk guci dan menurunkan tangannya cepat agar tidak ingin Merida berubah pikiran.

"Lupakan ...."

*****

Nathan mendapati adiknya yang sedang berlatih pidato di kamarnya. Lelaki itu tidak sengaja mendengar suara lantang dari sela pintu kamar yang terbuka. Begitu menggemaskan bagi Nathan melihat duality adiknya.

Diam-diam yang lebih tua membuka pintu itu lebih lebar dan menutupnya kembali. Sambil bertumpu di dinding, Nathan memperhatikan Nevada yang benar-benar serius berlatih.

"Pidato yang bagus," ucap Nathan begitu Nathan menutup pidatonya. Bukannya mendapatkan senyuman atau sesuatu yang menyenangkan, sang kakak dilempar sebuah buku tebal.

"Apaan sih kak! Main nyelonong aja. Aku kaget tau." Nathan tidak bisa menahan tawanya melihat ekspresi terkejut Nevada.

"Serius banget sampai kakak sendiri tidak sadar melihat adiknya berpidato." Nathan merebahkan diri di ranjang adiknya. Nevada merapikan berkas-berkas yang berserakan. Bahkan lembaran tugas saja tidak tahu tercecer kemana saja.

Untung saja, Nevada sudah mengirimkannya ke surel kelas. Lelaki dengan cardigan hijau itu penasaran dengan kedatangan kakaknya ke kamar di asrama.

"Pidatomu untuk acara apa? Terdengar formal." Nevada menyipitkan matanya lalu melempar boneka awan ke muka kakaknya. Membuat raut wajah Nathan terlihat bingung.

"Buat acara ulang tahun sekolah yang ke seratus ... mungkin ... aku bahkan lupa berapa usia sekolah Heraza yang membingungkan ini."

Nathan mengubah posisinya menjadi duduk, ia mengambil kertas pidato itu dan membacanya sekilas. "kurasa sudah cukup bagus pidato yang kamu baca. Kakak tidak ingin menyumbangkan apapun."

Nevada : Save Our Rank [Terbit✓]Where stories live. Discover now