PRETENSE - 25

2K 209 16
                                    



"Semuanya gara-gara aku. Gara-gara aku semuanya celaka. Gara-gara aku semuanya pergi. Gara-gara aku semuanya menghilang."

Kata-kata itu terus keluar dari mulut Sadine secara berulang-ulang. Tangannya mengepal dengan sangat kuat hingga buku jarinya memutih dan matanya memandang lurus ke arah depan dengan sorot yang kosong dan juga hampa. Reksa yang baru saja memasuki kamar pun hanya bisa termangu melihat kondisi Sadine yang mulutnya masih bergerak untuk mengucapkan hal yang sama itu berkali-kali. Rasa menyesal kembali menikam hatinya seiring dengan keinginannya untuk menyalahkan dirinya sendiri yang semakin meningkat.

Seharusnya Reksa tahu bahwa Sadine adalah perempuan yang memiliki rasa tidak percaya diri yang tinggi. Dia juga memiliki trauma yang mendalam akan sebuah kehilangan. Sadine merasa bahwa siapapun yang berdekatan dengannya pasti akan pergi atau paling tidak tertimpa sial. Bahkan baru-baru ini saja Sadine jadi menyalahkan dirinya sendiri juga atas perceraian yang dialami oleh Yuanita dan Yogas. Tentunya Reksa tidak memberitahu mereka soal itu karena dia tidak ingin membuat keduanya merasa khawatir. Apapun yang terjadi pada Sadine baik itu dari segi fisik maupun mental, Reksa adalah orang yang paling bertanggung jawab untuk mengatasi hal itu.

Awalnya Reksa sempat merasa sedikit panik dan takut begitu Sadine pergi meninggalkannya begitu saja sesaat setelah melihat kondisinya yang menyedihkan ini. Tapi kini pikirannya sudah lebih jernih dari sebelumnya jadi dia bisa menangani Sadine dengan cara yang lebih baik tanpa harus membuat perempuan itu histeris.

"Dee," panggil Reksa lembut seraya mendudukan dirinya di depan Sadine diiringi dengan ringisan tipis yang sempat keluar dari mulutnya tatkala ia merasakan nyeri pada bagian pinggang dan pahanya. "Hey sweetheart, can you hear me?"

"Semuanya gara-gara aku. Gara-gara aku semuanya celaka. Gara-gara aku semuanya pergi. Gara-gara aku semuanya menghilang." Sadine kembali mengucapkan kalimat panjang itu. Dia bahkan tidak menatap ke arah Reksa sama sekali dan tangannya masih terus terkepal kuat.

"Sadine." Reksa kembali memanggil dengan suara yang jauh lebih halus lagi. Tangannya yang sehat bergerak untuk meraih tangan Sadine yang mengepal lalu membuka jemarinya satu-persatu.

"Semuanya gara-gara aku. Gara-gara aku semuanya celaka. Gara-gara aku semuanya pergi. Gara-gara aku semuanya menghilang."

"Sadine Jenar Isvarani."

Dan gumaman itu pun langsung berhenti bersamaan dengan genggaman kuat yang Reksa berikan pada pergelangan tangan Sadine. Mata mereka saling bertemu selama beberapa detik sebelum akhirnya setetes butiran bening mulai jatuh menuruni kedua pipi Sadine satu persatu. Dia mengalihkan tatapannya ke lengan kanan Reksa yang dilapisi gips, lalu kemudian ke arah celana trainingnya yang sedikit terkoyak di area lututnya yang kini sudah terbalut perban dan terakhir dia meraih tangan kiri Reksa yang sedang menggenggam erat tangannya untuk melihat bagian telapaknya yang dipenuhi oleh goresan-goresan berwarna kemerahan.

"Sakit ya?" tanya Sadine ditengah-tengah isakannya.

"Nggak terlalu kok. Kan udah diobatin juga," Reksa terkekeh seraya mengusap air mata Sadine dengan tangan kirinya. "Aku nggak apa-apa, Dee. Tangan aku cuma keseleo sedikit dan dokter masang gips ini biar pulihnya lebih cepet."

"Kalau tau bakal ada kejadian kayak gini, aku pasti nggak akan kasih tau kamu soal ngidam aku ini!"

"Ini namanya musibah sayang dan itu juga udah jadi bagian dari takdir aku. Kamu sama sekali nggak ada sangkut pautnya dalam kecelakaan ini."

"Maafin aku, Rex..." tangis Sadine kembali pecah sehingga membuat Reksa kembali tertawa dan meraih wanita itu ke dalam pelukkannya. "Maaf... maafin aku... gara-gara aku kamu jadi luka-luka kayak gini..."

PRETENSE (✔)Where stories live. Discover now