PRETENSE - 28

1.7K 198 10
                                    



Ada pemandangan yang berbeda di area lobi gedung milik perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan pertanian milik Mahaprana Group. Pemandangan dimana putri satu-satunya dari Sandya Mahaprana, sang pemilik perusahaan yang telah tiada, Sadine Jenar Isvarani berjalan dengan anggunnya menuju meja resepsionis. Sang resepsionis yang saat itu sedang memeriksa sesuatu di ponselnya nyaris saja melompat kaget begitu melihat kehadiran Sadine yang sudah berdiri di depan mejanya sambil tersenyum.

"Assalamualaikum."

"W-Waalaikumsalam, bu Sadine! Sebentar bu..." Resepsionis itu tidak melanjutkan kata-katanya sembari memeriksa buku catatan miliknya untuk memastikan bahwa ada informasi soal kedatangan putri dari sang pemilik perusahaan hari ini. Tapi dia tidak menemukannya sama sekali.

"Kamu nggak akan nemuin nama aku di situ," kekeh Sadine. "Soalnya aku emang sengaja dateng ke sini tanpa pemberitahuan lebih dulu. Om Azka pun nggak tau kalau aku mau dateng hari ini."

"E-Eh?"

"Nanti bakalan ada tamu yang dateng untuk ketemu aku, jadi nanti tolong antar tamunya ke ruangan om Azka ya?"

"T-Tapi bu—"

"Dan tolong jangan kasih tau om Azka, tante Zia ataupun suami aku kalau aku lagi ada pertemuan rahasia di sini ya? bisa kan?"

Melihat raut serius yang tergambar di wajah Sadine, mau tak mau sang resepsionis itu pun menganggukkan kepalanya dengan patuh. Walau bagaimanapun juga Sadine adalah pewaris sekaligus pemilik sah dari Mahaprana Group, dan status dia setingkat lebih tinggi di atas Azka yang kini bertugas sebagai pengelola perusahaan sampai Sadine atau calon anaknya siap untuk menggantikannya. Tak ada alasan baginya untuk membantah permintaan itu.

"Baik bu."

Setelahnya Sadine berjalan memasuki lift yang akan membawanya ke lantai tujuh. Lantai dimana ruangan sang papa berada. Terakhir kali Sadine mengunjungi kantor ini adalah sekitar 5 tahun yang lalu dimana dia telah menginjak usia 21 tahun dan harus mendengar pembacaan surat wasiat peninggalan dari papanya oleh notaris kepercayaan beliau. Saat itu Sadine didampingi oleh papi, mas Kendra, om Azka, om Bara dan tentu saja, Reksa. Ada banyak perubahan yang terjadi di sana, tapi tidak dengan ruangan untuk sang pimpinan perusahaan yang kini telah berada di alam baka.

Saat pintu ruangan ia buka, Sadine bisa melihat bahwa segalanya yang ada di sana masih sama. Terutama di area meja kerjanya. Ada banyak bingkai berisi foto dirinya semasa kecil, foto keluarga kecil mereka lengkap dengan opanya yang masih sehat dan bugar, foto papa bersama om Azka yang saat itu sedang menjalani pelatihan sebagai salah satu TNI angkatan darat. Foto papa dan mama di depan Ka'bah saat mereka sedang menunaikan ibadah haji. Lalu foto mereka bertiga saat sedang merayakan ulang tahun Sadine yang ke tujuh. Semuanya terpajang dengan sangat bebas di sana dan itu berhasil membuat Sadine tak kuasa menahan senyum.

Sepertinya hanya ruangan ini yang tidak mengalami perubahan seperti di luar. Om Azka mungkin ingin mengenang papanya yang telah ia anggap sebagai kakak kandungnya sendiri itu dengan tidak melakukan perubahan apapun terhadap segala hal yang berkaitan dengannya.

Bahkan boneka beruang kesayangan Sadine pun masih duduk manis di atas meja kerja itu. Tangannya bergerak untuk mengusap bulu-bulu halus boneka yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi itu, sampai akhirnya dia melupakannya tepat setelah keluarga intinya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Om Azka pasti tidak tega untuk membuangnya jadi dia memilih untuk memajangnya di sini. Pria kepercayaan papa dan kakeknya itu benar-benar sangat berdedikasi tinggi untuk melindungi keluarganya.

Tak lama kemudian, Sadine mendengar pintu ruangannya yang diketuk dari luar. Sadine menarik nafas dalam-dalam sembari menyentuh perut buncitnya dengan perlahan sebelum akhirnya dia membalikkan tubuhnya untuk menyambut tamu 'istimewa' yang akan bertemu dengannya hari ini.

PRETENSE (✔)Where stories live. Discover now