PRETENSE - 33

1.9K 233 9
                                    




Mungkin ini adalah perang dingin terlama yang pernah Reksa lakukan bersama Sadine.

Yah walaupun perang dingin itu tidak benar-benar membuat mereka menghentikan komunikasi satu sama lain, tetap saja Reksa merasa sangat tidak nyaman. Ditambah lagi provokasi yang dilakukan Noura pada Sadine di pesta pernikahan Harya dan Gista tiga bulan yang lalu itu semakin memperparah suasana dalam hubungan mereka. Seandainya saja Yogas tidak buru-buru menahannya, mungkin Reksa akan langsung membantai Noura detik itu juga tanpa peduli dengan pesta pernikahan sang sahabat yang sedang berlangsung meriah.

Tapi Reksa juga dibuat terkejut ketika Yogas bercerita bahwa Sadine sendirilah yang telah membantai Noura. Bahkan perempuan itu sampai dibuat gemetar oleh semua kata-kata yang keluar dari mulut sang istri. Dan ternyata efek dari serangan Sadine itu benar-benar mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk Noura karena perempuan itu sama sekali tidak pernah lagi muncul di hadapannya. Nindy juga cerita bahwa Noura sudah jarang dan bahkan tidak pernah lagi berbicara padanya, dan kalaupun harus berbicara, dia lebih memilih untuk menyuruh sekretaris atau asisten pribadinya untuk menjadi juru bicara.

Meski masih agak sedikit kaget dan terheran-heran namun Reksa menyambut keadaan ini dengan sangat baik. Setidaknya dia sudah tidak perlu lagi berurusan dengan Noura yang mana itu bisa semakin memperburuk hubungannya dengan Sadine.

"Rexy."

Reksa yang sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya di meja yang telah ia sulap menjadi meja kerjanya di kamar itu langsung menoleh begitu dia mendapati Sadine yang nampak sudah rapi dengan penampilan kasualnya yang khas. Perempuan itu memegang sebuah amplop persegi panjang berwarna coklat yang Reksa yakini berisi surat gugatan cerai dari Sadine untuknya.

"Udah mau jalan?" Reksa tersenyum tipis.

"Iya. Sebentar lagi Yuanita sampe. Nggak apa-apa kan kalau aku nginep semalem aja di rumah dia?"

"Nggak apa-apa, pergi aja."

Sadine terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya dia menundukkan kepala untuk memandangi amplop yang sedang ia pegang itu. Pikirannya sudah mantap sekali untuk segera memberikan amplop ini pada Reksa, namun hatinya justru malah memberontak tidak setuju. Tapi keputusan Sadine sudah sangat bulat. Untuk kali ini, dia lebih memilih untuk mengabaikan kata hatinya.

"Oh iya, Rex. Rencananya abis acara syukuran di rumah baru kita, aku sama Yuanita mau liburan ke Singapore. Boleh nggak?"

"Iya, boleh."

Sekali lagi Sadine terdiam. Selama tiga bulan sejak mereka memulai perang dingin ini, Reksa sama sekali tak pernah sekalipun melarangnya pergi kemanapun yang ia mau. Lelaki itu hanya berpesan untuk menghindari segala hal yang berlawanan dengan syariat agama karena sampai kapanpun dia tidak akan pernah ridho jika Sadine berani melakukan itu. Dan selama Yuanita dan juga teman-teman perempuan mereka yang lain selalu ada bersamanya, Reksa tak akan pernah merasa khawatir karena dia sangat mempercayai mereka semua untuk menjaga sang istri.

"Kamu... nggak keberatan?"

"Nggak. kan kamu mau liburan, masa aku larang."

Sadine menggigit bibir bawahnya ragu namun tak lama kemudian dia memberanikan diri untuk menyerahkan amplop itu. Reksa benda tipis berwarna coklat itu sekilas lalu kemudian mengambilnya tanpa mengatakan apa-apa.

"Itu surat gugatan yang udah aku buat," jelas Sadine dengan suara bergetar. Entah kenapa hatinya terasa begitu nyeri saat mengatakannya. "Kamu tinggal tanda tangan aja tapi aku bakal ajuin nanti setelah Nindy dan Cavin nikah. Aku nggak mau bikin Nindy sedih dengan perceraian kita di hari bahagianya."

PRETENSE (✔)Where stories live. Discover now