PRETENSE - 29

1.7K 189 16
                                    



"Solusio Plasenta."

Reksa menahan nafas begitu dia mendengar 2 kata yang begitu asing keluar dari mulut dokter yang menangani Sadine. Dan tak hanya dia, semua keluarganya, keluarga Sadine dari pihak sang ibu, om Azka, tante Zia serta teman-teman mereka yang lain ikut bertanya-tanya soal apa yang telah terjadi pada Sadine dan juga bayinya.

"Benturan keras yang terjadi pada pinggang dan area perut samping bu Sadine menyebabkan cedera yang cukup parah sehingga mengakibatkan komplikasi kehamilan dimana plasenta sebagai asupan nutrisi dan oksigen untuk bayi terlepas dari dinding rahim. Komplikasi itu membuat bu Sadine kehilangan banyak darah dan..." dokter itu terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya kembali melanjutkan. "Bayinya meninggal di dalam."

Suasana hening kembali melanda area depan ruang bersalin itu. Reksa memejamkan matanya berusaha sekuat tenaga untuk menahan rasa sakit yang mendadak menyerang area dadanya. Tak pernah sekalipun ia menyangka bahwa dirinya akan kehilangan calon anaknya secepat ini. Dan penyebab kehilangan itu pun begitu tragis dan menyakitkan. Reksa tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Sadine jika dia mengetahui berita ini. Wanitanya itu pasti akan kembali menyalahkan dirinya sendiri lagi seperti dulu.

Kehilangan adalah kata yang teramat sangat sensitif untuk seorang Sadine Jenar Isvarani.

"Dan kami terpaksa harus mengeluarkan bayinya secepat mungkin dengan operasi sesar agar tidak terjadi komplikasi lain pada tubuh ibunya," lanjut dokter itu lagi masih dengan nada yang setenang dan setegas mungkin. "Tapi alhamdulillah ibu Sadine sudah berhasil melewati masa kritisnya pasca pendarahan dan kami juga berterima kasih kepada pak Cavin dan pak Jerome yang sudah bersedia menyumbangkan darah mereka untuk menyelamatkan nyawa beliau."

Cavin dan Jerome yang sedang bersandar pada dinding rumah sakit hanya menganggukkan kepala mereka. Tubuh serta kedua kepala mereka masih lemas dan pusing pasca mendonorkan darah mereka untuk Sadine. Nindy dan Khansa merangkul keduanya dengan mata berkaca-kaca. Kenyataan dimana Sadine kehilangan bayinya benar-benar sukses mengiris hati mereka dalam-dalam.

"Setelah ini bu Sadine akan kami pindahkan ke ruang rawat inap VVIP sesuai dengan permintaan keluarga. Kondisi beliau mungkin masih tidak sadar sekarang karena pengaruh obat bius, tapi kalau bapak, keluarga dan teman-teman mau lihat kondisinya masih tetap bisa kok asal bergantian ya? Yang boleh masuk maksimal 3 orang saja." lanjut dokter itu lagi

"Baik dok."

Setelah selesai menjelaskan yang perlu dijelaskan, dokter yang menangani Sadine itu pun berpamitan. Reksa menyandarkan punggungnya ke dinding sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Bahunya sedikit bergetar tanda bahwa pria itu sedang menangis. Reaksinya itu pun sontak membuat mami langsung membawa sang putra kedalam dekapannya dengan air mata berlinang. Dan tak hanya mereka berdua, om Azka, tante Zia, dan dua adik dari mama Sadine pun juga tak kuasa menahan air mata mereka.

"Maaf saya lengah, mas Rendra!" isak om Azka ketika papi menghampirinya untuk memberikan sedikit ketenangan padanya. "Ini semua terjadi diluar kendali saya. Saya minta maaf mas!"

"Nggak Azka, kamu nggak salah. Nggak ada satupun dari kami semua, termasuk Reksa, yang tahu apalagi menyangka bahwa Sadine akan bertemu dengan Marta. Nggak ada yang bisa disalahkan di sini, baik itu kamu maupun Sadine sendiri. Anak itu pasti punya alasan kenapa dia nekat menemui Marta sendirian tanpa memberitahu kita." ucap papi tenang.

"Sekali lagi saya minta maaf mas Rendra..." lirih om Azka dengan air mata berderai. Tak hanya menyesali keterlambatannya untuk menyelamatkan Sadine setelah dia ditelepon oleh resepsionis kantornya, om Azka juga menyesali kelengahannya dalam membaca situasi. Melihat sisi emosionalnya yang tak mampu ia tutupi, papi pun berinisiatif untuk membawa om Azka dan juga tante Zia ke tempat yang lebih sepi.

PRETENSE (✔)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant