Side Story: A Young King

67 16 4
                                    

Ia terlahir sebagai jajaran yang paling kuat dari kaumnya. Ia yang di akhir nanti akan sebanding dengan Raja karena kekuatannya yang luar biasa, melampaui seluruh kaumnya di seluruh daratan dan lautan.

Seperti makhluk berkuasa lainnya, ia terlahir dengan arogansi yang tidak bisa disamakan dengan makhluk hidup mana pun.

Seperti manusia, ketika hinaan itu disebutkan, ketika sang raja dihina karena sama dengan seorang manusia, amarah akan menyapu siapa pun yang berani menghinanya demikian. Tanpa ampun. Tanpa sedikit pun keraguan.

Ketika penciptanya—ibunya, berdasarkan konsep yang dianut Manusia—memanggilnya, sang raja muda yang belum dewasa itu telah membunuh tujuh puluh orang di dalam kaumnya sendiri.

Jumlah itu berkali-kali lipat lebih kecil dibanding jumlah Manusia yang telah dibunuhnya di luar sana. Baik sepengetahuan sang Ibu maupun di luar pengetahuannya dan tidak ketahuan.

"Sepertinya kau berhasil menumpuk batu paling tinggi saat ini, Klaus."

Atau ia yang terlalu cepat berasumsi.

Sang raja muda yang pada saat itu bahkan belum secara resmi menyandang status sebagai raja karena belum menaklukkan siapa pun, hanya membunuh, mendapati dirinya bisa gemetar dan tidak bisa bergerak di hadapan sang Ibu.

"Apa itu memberimu kesenangan? Karena sudah membantai banyak rekan satu kaum dan Manusia di luar sana?"

Pertanyaan itu adalah sebuah pertanyaan yang tidak menjurus, tapi entah kenapa Klaus merasa dirinya sedang ditelanjangi dari semua kesalahannya yang selama ini ia sembunyikan. Semua jejak darah dan mayat yang ia pikir telah rapi ia tutup rapat-rapat, kini seolah tersaji di depan mata sang Ibu dan dirinya sendiri.

Dan entah karena apa, Klaus merasa malu karenanya. Sang raja muda yakin rasa malu itu berakar dari kegagalannya membunuh tanpa ketahuan. Bukan karena malu ketahuan sudah membunuh banyak makhluk dengan bengisnya.

"Apa seharusnya itu tidak memberiku kesenangan, Leriana?" Klaus membalas tanpa takut. "Mereka makhluk yang berumur pendek. Konflik di luar sana juga bergejolak karena mereka. Kau lihat apa yang bisa makhluk-makhluk ini lakukan kepada sesama mereka? Kepada yang lebih lemah?"

Leriana, sang Ibu, hanya menyaksikan Klaus menyerocos tanpa henti.

"Aku hanya memberi mereka pelepasan yang lebih cepat dan damai. Dilihat dari sisi itu, aku seperti memberi mereka hadiah yang tidak diduga, kan? Seharusnya mereka berterima kasih padaku. Yah ... lebih banyak lagi yang berterima kasih."

Leriana membuang napas panjang. "Urusan mereka seharusnya menjadi urusan mereka saja, Klaus. Kau cukup hidup tanpa mengenal rasa lapar dan—

"Tidak seru." Klaus dengan cepat menukas kata-kata Leriana itu. "Hidup hanya untuk makan dan beristirahat, lalu apa? Menikmati pemandangan yang sama setiap hari? Lari dari satu tempat ke tempat lain?"

Sekali lagi Leriana terdiam.

"Kau lihat seberapa banyak dari kita yang tersisa dan masih mengikutimu?" Melihat Leriana hanya tertunduk diam, Klaus menyeringai. "Nah, kau sendiri mengakuinya, kan? Tidak banyak yang mau mengikutimu lagi. Kau sendiri yang bilang, masa akan berganti, semua akan berubah. Nah, apa kau sudah menduga semua perubahan ini ... Ibu?"

Sekali lagi, Leriana terdiam. Dari balik jubah putih kusam yang sering sekali digunakannya sekarang, Leriana menatap Klaus lekat-lekat. Sang raja muda yang naif itu sedikit bergidik melihat sepasang mata merah seperti batu permata itu mendelik ke arahnya, tapi harga diri dan egonya menolak untuk tunduk. Klaus mendengkus dan membuang muka.

"Terlalu banyak berada di bawah sinar matahari sepertinya memang membuatmu sedikit memburuk perasaannya."

Klaus mengerutkan dahi. "Hah? Kenapa jadi aku—

Blood and CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang