Tiga belas

1.3K 113 15
                                    

Typo bertebaran, harap maklum!!

Selamat membaca.......

"Fuck!"

Reyga mengacak rambutnya yang memang sudah berantakan. Beberapa kali helaan nafas kasar keluar dari mulutnya. Lelaki berusia 22 tahun itu, saat ini tegah duduk seorang diri di atas langkan sebuah jembatan. Pandangan matanya terus tertuju pada bentangan air yang ada di bawahnya. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Lelaki itu tampak kacau sejak pulang dari toko roti tempat Aza bekerja

Malam semakin larut. Suasana sepi kian menemaninya. Udara dingin yang menyeruak menusuk kulit, sama sekali tidak membuat Reyga beranjak dari tempatnya. Lelaki itu juga tidak peduli meski tubuhnya mulai menggigil karena kedinginan.

"Apa gue harus minta maaf?" gumam Reyga. Sepertinya lelaki itu mulai merasa bersalah pada Aza karena telah membentaknya tadi. "Tapi kan, tuh bocah juga salah. Coba aja dia nyebutin nama orang yang mesen roti tadi dengan lengkap, gue pasti nggak bakal salah paham dan bentak dia."

Reyga menghela nafas berat. Lelaki yang tegah bergulat dengan isi pikirannya itu, mendongakkan wajahnya ke atas. Memandangi gelapnya langit yang tampak indah dihiasi cahaya alami dari bintang-bintang.

"Aza. Kenapa setiap kali deket dia, gue ngerasa kalo dia itu Ana. Padahal kalo dilihat-lihat, mereka berdua nggak mirip-mirip banget."

Senyuman tipis terukir di bibir Reyga melihat sebuah bintang yang bersinar paling terang di antara bintang lainnya. Kembali ia teringat dengan ucapan Rayna dulu yang mengatakan jika meninggal nanti, adiknya itu akan menjadi bintang yang bersinar paling terang di langit.

"Abang kangen kamu, Ana."

Perlahan pandangnya memburam. Buliran bening mulai menumpuk di pelupuk mata bulatnya. Kepala Reyga kembali tertunduk. Menatap lekat bentangan air di bawah sana. "Maafin Abang, Na. Gara-gara Abang, kamu nggak ada lagi di sini. Harusnya yang mati itu Abang, bukan kamu Ana." lirihnya.

Terlalu larut dalam rasa bersalah dan kerinduan pada sang adik, membuat Reyga tidak menyadari jika ada motor yang mendekat ke arahnya. Motor sport berwarna putih tersebut berhenti. Si pengendara yang tidak sengaja melintas di jembatan sepi itu sontak membelalakkan mata melihat Reyga berdiri di atas langkan, seakan bersiap menjatuhkan dirinya ke dalam air.

"JANGAANNN!!" dengan cepat ia berlari menghampiri Reyga dan memeluk erat kakinya. Menahan lelaki itu agar tidak melakukan tindakan bodoh seperti yang ia pikirkan. "Gue mohon jangan lakuin ini, Bang! hidup Lo terlalu berharga buat bunuh diri!"

Reyga tentu saja terkejut dengan tindakan yang tiba-tiba itu. Emosinya juga tersulut mendengar ucapan dari cowok di belakangnya. Reyga sama sekali tidak berniat untuk melompat ataupun bunuh diri. Ia berdiri karena kakinya terasa keram setelah lama duduk.

Dengan perasaan dongkol ia menolehkan kepalanya ke belakang. Detik itu juga mata Reyga langsung melotot tajam. Emosinya semakin memuncak saat melihat ternyata Elvano lah orang yang tengah memeluk kakinya.

Diary Cinta ELVAZADonde viven las historias. Descúbrelo ahora