BAB 6 : Adam

69 16 98
                                    

Setelah beberapa pegawai seperti Haikal, Risa, Faiz dan Aku memutuskan untuk kembali pulang karena lembur yang memakan berhari-hari untuk memperbaiki bug server dan juga aplikasi di saat bersamaan.

Kami berpisah di parkiran, Risa memasuki parkiran mobil, begitu juga Faiz yang memisahkan diri ke parkir motor, sedang aku dan Haikal berjalan menuju Stasiun Sudirman. Desiran angin dan cerahnya langit menemani kami berdua. Setelah beberapa kami melangkah, Haikal membuka pembicaraan di antara kami, "Oh, kemarin lo mau bilang sama gue apa, Dam?" Langkahku terhenti, dan melirik ke arah Haikal yang sedang membenarkan tas ranselnya.

"Enggak jadi, gue aja lupa mau ngomong apa," ucapku dengan membuka botol minum dan berusaha menenggak air putih yang kuambil saat di kantor.

"Yakin? Enggak ada yang urgent gitu selain kerjaan lo?" tanyanya dengan merapikan rambut di sela jemarinya. Aku hanya menggelengkan kepala dengan pelan, dan menutup kembali botol minumku sambil menoleh ke arah haikal yang rupanya membuka gawai-entah kenapa membuat firasatku tidak enak.

"Oh gitu, terus lo bisa jelasin ini kenapa?" ucapnya sambil menunjukkan layar gawainya kepadaku. Bukan main, ternyata gosip itu lebih cepat daripada kuota internet unlimited yang biasanya kupakai sehari-hari. Wajahku yang ternistakan membuatku sekejap terasa gugup dan super malas untuk menjelaskan perihal masalah beberapa hari lalu.

"Gini Bro, mau gue jelasin-," putusku lalu, disela oleh Haikal yang tertawa lepas.

"Gue tahu lo mau nyelamatin cewek, tapi muka lo please! Hahaha look at your face, Bro!" tawa Haikal terbahak-bahak. Aku membuang napas kasar, dan mengacak-acak rambut dengan frustrasi. Ini saja ditertawakan oleh Haikal apa lagi kalau jadi bulan-bulanan kantorku karena meme dari wajahku itu bertebaran. Belum lagi kalau bertemu dengan Risa, Faiz, apa lagi Darryl yang beberapa waktu lalu cuti karena sakit karena kecelakaan. Bisa-bisa, aku dijadikan thumbnail foto grup kerjaan selama sebulan.

"Ya, Bro. gue kan nyelamatin orang. Masa iya gue harus muka ganteng terus ngehajar penjahat kayak Superman atau harus pakai kostum Captain America, Bro! Mana sempat-." Ucapanku disela oleh Haikal yang lagi-lagi mengejekku saat ini.

"Iya, mana sempat, keburu dipotret orang," ejek Haikal dengan santai. Aku mendengkus kesal dan mendorong bahu Haikal dengan kasar.

"Anjir lah!" Bisa-bisanya Haikal mengejekku dengan santai dan semaunya. Menyebalkan memang sangat lekat dari Haikal sejak dahulu-atau mungkin saja nama "menyebalkan". Adalah nama tengah dari nama panjangnya. Tetapi anehnya, aku tidak pernah marah sedikit pun kepada orang absurd seperti Haikal-yang notabene adalah atasanku dan juga temanku sejak kami di bangku kuliah.

Kata orang, ketika kami berjalan bersama, seolah-olah bukan seperti kolega kerja. Melainkan, seorang kakak dan adik yang sering bercanda. Dan semua apa yang kualami, baik suka ataupun duka-tidak terkecuali dengan patah hatiku dengan perempuan itu, dia pun tahu. Tidak ada yang ditutup-tutupi.

"Omong-omong Bro, gue enggak sadar. Umur kita sudah 30-an. Njir, I feeling like getting old right now," keluhnya sambil berjalan denganku lagi. aku pun terkekeh di samping Haikal dan membenarkan tasku.

"Iya lah, kita udah kerja bertahun-tahun jadi enggak rasa. Sudah mana, ibu gue sudah kasih alert buat bawa pasangan di arisan keluarga besar. Astaga, emang dipikir nyari pasangan berasa main mesin capit apa? itu pun kalau dapat," keluhku. Haikal pun menepuk pundakku dan berkata, "wah, bisa nih. Ide bikin dating apps di platform kita! Terus, lo yang jadi kelinci percobaan gue ya, Dam," serunya sambil menepukkan bahuku.

"Sial, emang gue sebujangan itu apa?" sarkasku dengan melirik Haikal yang tertawa pelan.

"Ya, sayang aja sih, kegantengan lo enggak ada yang milikin. Jadi gue manfaatin aja lo jadi kelinci percobaan gue. Enggak extreme kok, Cuma yah, sekelas Tinder atau Bumble, enggak yang aplikasi "Itu". Gitu loh," candanya lagi. Aku tahu apa yang dimaksud oleh Haikal pastinya merujuk pada aplikasi dating apps yang enggak beres. Lantas, mengetahui maksud Haikal, aku hanya bisa memukul bahunya dengan sikut.

TRANSIT!Where stories live. Discover now