BAB 7 : Kayla

62 13 102
                                    

Aku tidak pernah menduga pertemuanku dengan Adam begitu tiba-tiba tanpa ada persiapan diri. Bukan perihal tentang seberapa bagus pakaian yang kamu kenakan hari ini, tetapi tentang hati yang tidak bisa mengantisipasikan perasaan ini.

Sejujurnya, sudah kali kedua aku dibantu oleh Adam. Pertama, aku ditolong pada insiden yang menimpaku beberapa waktu lalu. Kedua? Seperti sekarang, dibantu karena kartuku yang mengalami diblokir akibat aku salah masuk hingga mesin tap detector memblokir kartuku karena seperti kuduga, aku salah pintu dan belum meng-tap kan kartu multi trip.

"Mas Adam?" sapaku dengan keberanian. Dia pun menoleh ke arahku, dan menyapaku kembali. Perawakannya seperti kemarin, namun sedikit berbeda dengan sebelumnya. Rambutnya terurai meski terlihat berantakan-andai aku bisa berteman lebih jauh, aku ingin merapikan rambutnya yang terlihat tebal dan hitam tersebut.

"Kayla, ya?" sapanya balik dengan menyipitkan mata. Dugaanku benar, dialah Adam yang kutebak dia berada dibelakangku. Terasa sedikit canggung pertemuan kami kali ini. kupikir lagi, ini sebuah kebetulan yang benar-benar tidak aku ketahui.

Bagaimana tidak? Bertemu dengan mantan gebetanmu di masa lalu dan bertemu dengan orang yang menurutmu 'attractive'. di pagi yang bersamaan, bisa membuat jantungmu tidak aman dan tidak pula sehat bagi pikiranmu karena kena distraksi tentang perihal mereka berdua seharian yang pasti membuatmu oleng dan tidak konsentrasi. Duh! PR banget.

Hingga keheningan ini terpecahkan akibat suara perut keroncongan dari Adam pun berbunyi nyaring. "Sorry, gue-" putusnya dan berkat suara itu, aku pun terkekeh mendengar dan meliriknya, "hahaha enggak apa kok," kataku dengan tertawa pelan. Niatku memang ingin menteraktir dia sebuah roti dan kopi untuk membalas budi dengan Adam yang sudah dua kali menolongku.

"Uh ... jadi ketahuan kan, maaf banget," sergah Adam yang terlihat wajahnya memerah hingga telinga. Ah, memang pertemuan kami terasa canggung dan aku sangat amat terhibur dengan situasi yang tidak kuduga sebelumnya. Kulihat jam arlojiku yang menyadarkan untuk bergegas ke kampus secepatnya membuatku mengurungkan niatku untuk mentraktir Adam.

"Sebentar ...," putusku lalu mencari sebuah kudapan yang kupunya. Aku membuka tas dan memberikan sebuah permen kunyah untuk diberikan kepada Adam. "ini buat kamu, dan semoga dengan itu bisa ganjal perutmu! Aku duluan ya!" aku pun segera menutup tas lalu meninggalkan lelaki yang bertubuh tinggi itu.

Memang aksiku itu sangat impulsif dan nekat-bahkan aku tidak disengaja ingin membayar hutang budiku kepada Adam. Tetapi yang pasti, jika aku bertemu lagi dengan Adam aku ingin membalas hutang budi dengan cara yang benar dan proper.

***

Setelah aku melalui perjalanan panjang dengan berdesak-desakan dengan penumpang busway, kberjalan cepat menelusuri setapak jalan yang menuntunku pada kampus yang menjadi tempat kerjaku sehari-hari.

Walau pun kini belum menunjukkan jam kantor dibuka, firasatku kini bercampur aduk. Tidak menentu. Mungkin, kejadian tadi membuatku merasa lebih baik daripada sebelumnya. Walau aku tidak bisa menghentikan pikiranku perihal chat Deborah yang pasti tentang menggantikan kelas Bu Meike akibat ketidakhadirannya.

Tunggu sebentar, jika Bu Meike tidak hadir pada kelas ... aku hanya seorang diri untuk hadir di rapat pimpinan? Astaga. Aku berdecak lidah dengan kesal menahan amarahku yang mulai menjadi-jadi akibat tingkah Bu Meike yang membuatku bad mood pagi hari.

Secara kebetulan, ponselku berdering dan bergetar hingga langkahku terhenti dan melipir ke pinggir koridor gedung serba guna. Dan kau tahu? yang meneleponku adalah Bu Meike yang tadi membuatku ingin menyambat lebih.

"Halo, Bu. Selamat pagi," sapaku untuk membuka percakapan.

"Pagi Mbak Kayla, Maaf ganggu pagi-pagi ...," balasnya yang terdengar sangat berisik hingga menembus pada percakapan kami.

TRANSIT!Where stories live. Discover now