BAB 8: Adam

69 12 114
                                    

Lagi-lagi, aku kali kedua mengalami kecolongan sejak pertemuan pertama. Kemarin aku disenyumi oleh Kayla karena yah—menolong dari pelecehan dan sekarang aku membantu kartunya yang macet, belum lagi—suara perutku yang keroncongan, pastinya. Tetapi yang aku herankan adalah ....

Siapa yang mengira aku akan bertemu dengannya dengan kebetulan tidak disengaja—dan malah memberikanku permen susu kunyah yang katanya akan mengganjal perutku? Perempuan macam apa dia? berani sekali memberikan permen kepada orang asing yang baru saja bertemu dua kali sepertiku. So damn weird, but she's kinda cute.

Omong-omong, lihat perempuan itu. Tampilannya biasa saja, mungkin dia lebih pendek 30 centi meter dariku, berambut pendek, terlihat "rempong". Tetapi tidak bisa bilang, aku tidak menyukai keberadaannya. Aneh, bahkan kehadirannya sangat jauh berbeda ketika bertemu dengan perempuan lain—seperti Soraya, Risa, Naura, bahkan Mamaku sangat berbeda. Seperti kurang lebih ada letupan-letupan endorphin mulai menyergap saat itu.

Astaga, aku tidak tahu kata yang tepat untuk nasibku kali ini ... but, can I consider my self lucky?

"Atas nama Adam!" seru sang Barista yang memanggil namaku, lalu aku berjalan santai ke arah meja pesanan, kulihat temanku—Meida dan Bintang yang kebetulan in charge menjadi barista hari ini. kulihat tulisan apa yang ditulis oleh mereka di gelas kopiku. Ya, memang aku sangat hapal dengan mereka yang sering iseng menuliskan hal-hal yang aneh di coffee cup milikku. Kedekatanku memang sudah dibilang cukup dekat dengan mereka, selain di Kafe ini dekat dengan rumahku dan aku berlangganan di Kafe ini selama beberapa tahun silam.

Kembali ke topik, kini aku mengerutkan dahi dengan tulisan mereka berdua, kali ini ya sedikit lebih unik dan lebih nyeleneh daripada biasanya.

To: Adam

Roses are red, violet are blue.

A face like you, belongs in the Zoo.

From: Meida.

Seketika wajahku melirik ke arah Meida yang tengah "sok sibuk". meracik kopi, begitu juga Bintang yang sedang melakukan pesanan di Kasir. "Idih, Meida sok sibuk banget nih ye," candaku. Meida berpura-pura jual mahal dan terkekeh.

"Iya lah, namanya juga barista wanna be viral, ya pasti sibuk," akunya Meida yang berbangga diri. Aku pun terkekeh, dan langsung kembali ke mejaku.

"Tapi lo kayaknya kalah viral sama Adam deh, kan wajahnya Adam pemersatu bangsa, jangan salah!" timpal bintang yang malah mengingatkanku dengan kejadian yang membuat geger satu negara—yah, Bintang juga jujur kali ini, memang aku sepanjang lembur kemarin tidak bisa tidur nyenyak akibat meme yang menggemparkan beberapa waktu lalu.

"Kurang asem kamu, Bin!" seruku yang rupanya membuat semua orang yang berasa di satu Kafe melirik ke arahku. Respons Bintang dan Meida hanya menahan tawa—seketika aku kalah telak dengan mereka, lalu aku berdeham dan membenarkan pakaianku lalu kembali ke meja, untuk mereka untuk tetap fokus bekerja. Kubuka laptop untuk melanjutkan pekerjaanku untuk memonitor server website agar terpantau baik, sejujurnya aku juga belum kembali ke rumah, karena ketidak nyamananku yang harus menghadapi ibu yang terus menerus bertanya tentang perjodohan hingga membuat pusing tidak keruan.

Ah, memikirkannya membuat kepalaku pusing. Bukannya aku membenci ibuku karena hal itu—melainkan, apakah tidak memikirkan kebahagiaan anaknya seorang diri? Toh, aku juga bisa memilih dengan siapa aku menikah dan berbahagia hingga akhir hayat. Aku menggelengkan kepalaku pelan dan kembali untuk fokus memantau server, hingga aku tidak menyadari, bahwa nama yang mengusikku itu rupanya ada dalam pandanganku.

TRANSIT!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora