Bab 15: Kayla

33 7 12
                                    

Di luar dari dugaan dan perkiraanku, aku bertemu dengan keluarganya Adam malam ini. Aku tidak tahu harus berimprovisasi sejauh apa untuk melancarkan aksi kami berdua.

Tidak hanya bertemu dengan ibunya dan adiknya, melainkan ayahnya juga di hadapanku. Memang, ayahnya Adam sama tampannya dengan Adam. Ah tidak, aku harus bisa merasionalisasikan pikiranku untuk bertindak sejauh mana aku harus bersikap—lebih tepatnya pembicaraan makan malam.

"Oh, jadi ini temannya Adam," tegas Ayah Adam yang menurunkan kacamata miliknya. Aku pun mengangguk pelan dan menyalami tangannya dengan sopan. Sangat amat canggung bila menjadi tamu dadakan di rumah orang yang baru saja kamu kenal.

"Omong-omong, kamu kenal dekat dengan Kayla dari mana?" tanya Ibunya yang memberikan piring di hadapanku. Di saat bersamaan, Adam pun angkat bicara walau wajahnya tampak tegang dari awal kejadian ini bermula.

"Ah, itu Mah, Aku dicomblangi Haikal. Nah, dia kenalin aku sama Kayla, iya kan, Kay?" jelas Adam sambil menyenggolkan kakiku pelan.

"Iya, Tante. Aku kenal juga teman dekat dengan Haikal," bohongku—walau aku tidak tahu Haikal mana yang ia maksudkan, tetapi aku berusaha untuk terlihat tenang.

"Kakak enggak kenalan lewat kejadian viral itu kan?" celetuk adiknya yang seketika membuatku terkejut. Benar-benar anak perempuan yang satu ini sangat amat meresahkan. Dengan menghela napas panjang, aku pun tersenyum kepada sang adik. "mohon maaf yang mana, ya?" tanyaku dengan berusaha mendominasi perbincangan adiknya yang makin meresahkan.

"Amanda. Cepat habiskan makananmu, kamu masih ada pekerjaan rumah dari sekolah," perintah Ayah yang masih menyendokkan makanan. Wajah Amanda pun mendadak kecut dan menyuap makanan banyak ke dalam mulutnya, lalu pergi meninggalkan kami yang berada di tempat makan.

"Maafkan kelakuan adikku, Sayang," ujar Adam, yang mendadak membuatku dadaku berdegup kencang. Aku tidak bisa menipu raut wajahku yang rupanya makin memanas.

"Iya, enggak apa, kok," ucapku dengan menjaga image ku yang telah berantakan beberapa detik lalu.

Adam, kamu curang banget ih. Keluhku dalam hati.

Ibunya Adam pun yang telah meminum air putih pun melirikku, dan bertanya lagi, "Kayla, omong-omong, kamu kerja di mana?" tanya ibunya dengan basa-basi.

"Ah, kebetulan aku jadi dosen tidak tetap di Universitas Tridharma," jelasku sambil menyendokkan nasi di hadapanku.

"Fakultas?" lanjut ibunya.

"Arsitektur, Bu," jelasku lalu memakan nasi di hadapanku.

"Lo, Universitas Tridharma? Adam juga alumnus dari sana juga," ucap Ayahnya yang terlihat selesai dengan makanannya. Adam pun hanya mengangguk menyetujui dengan ucapan ayahnya yang membuka diskusi pembicaraan di antara kami.

"Oh iya, omong-omong, kalau tidak salah saya juga punya teman jadi guru besar di Universitas Tridharma. Kenalkan dengan yang namanya Pak Agus Herlambang?" tanya ayahnya Adam dengan singkat.

"Oh, Pak Agus, saya kenal Pak kebetulan dia juga dari Faktultas arsitektur," terangku yang telah menghabiskan makanku.

"Kalau begitu, titipkan salam saya, bilang saja 'titip salam dari Hartanto Dewantoro'. Pasti dia ingat saya," jelasnya.

Tunggu. Nama ayahnya Adam itu Hartanto Dewantoro? Sebentar, dia kan yang pernah dibicarakan oleh Deborah kalau dia iitu salah satu pemegang donatur terbesar di kampusku! Bagaimana ini?! bisa-bisa aku dijadikan omongan satu kantor!

"Ba—baik, Om," ungkapku yang seketika gugup dan menundukkan kepalaku. Adam pun mendekatiku dan seperti membisikkan sesuatu kepadaku.

"Kamu enggak apa, Kay? Kalau enggak enak bilang gue ya, gue langsung anterin lo pulang," bisik Adam dekat dengan telingaku. Aku pun hanya memberikan isyarat bahwa aku baik-baik saja kepada Adam yang juga terlihat sudah selesai makan malam.

TRANSIT!Where stories live. Discover now