07 || Mr. J, Sandra dan Gossip

1.2K 175 13
                                    

MATA kuliah Pengantar Praktik Kebidanan yang memiliki tiga SKS telah selesai pukul 10:50 dan setelahnya kelas Kaluna tidak punya mata kuliah lagi. Alhasil, gadis itu memilih ke toko buku yang menjual semua jenis buku-buku medis. Tentu saja bersama Wilona.

"Mahal-mahal banget anjir!" Kaluna mendecakkan lidah melihat harga buku yang ingin ia beli berada di atas harga lima ratus ribu.

"Langsung pesen ke penerbitnya aja nggak, sih? Biasanya lebih murah." Wilona menyahuti, merasa pangling juga melihat harga buku tersebut.

"Caranya?"

"Coba gue tanya Keti."

"Kenapa nggak dari tadi anjir?! Ngabisin duit aja mesen grab."

Wilona hanya menunjukkan cengiran kuda tanpa dosa yang dibalas dengusan jengah oleh Kaluna. Gadis berambut sebahu itu melipir ke tempat sepi untuk menelfon ketua tingkatnya agar tidak mengganggu pelanggan yang lain.

Kaluna sendiri masih berjalan menyusuri rak-rak buku. Melihat bermacam-macam buku kedokteran yang harganya cukup untuk makannya selama dua minggu.

"Pantes aja kuliah kedokteran mahal, bukunya aja bikin dompet gue nangis."

"Makanya belajar yang sungguh-sungguh biar uang orangtua kamu nggak sia-sia."

"Eh?" Kaluna yang asik membaca berbagai macam judul buku lantas tersentak mendengar suara berat yang entah datang dari mana.

Dipandangnya sosok jangkung yang berdiri tepat di sampingnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sepatu pentofel hitam, celana formal senada, kemeja biru navy yang lengannya digulung hingga siku serta tatanan rambut legamnya yang rapi.

Kaluna mengerjap, lumayan terpesona. Belum lagi wangi yang menguar dari tubuhnya. Kaluna berani bertaruh bahwa harga parfum yang digunakan laki-laki itu lebih mahal dari biaya UKT-nya.

"Bapak ngapain di sini?"

"Nggak boleh emang?" Javier, laki-laki itu menoleh sekilas melihat Kaluna dengan datar lalu kembali ke kegiatan awalnya; memilah-milah buku yang hendak ia beli.

Mata Kaluna memicing. "Bapak ngikutin saya, ya? Hayo ngaku!" tudingnya kepedean.

Javier berdecih lantas menyamping, bersidekap dada menatap Kaluna. "Kamu ini dikasih makan apa, sih, sampe punya rasa percaya diri yang kelewat tinggi?"

Kaluna menyengir kaku, malu. "Hehe, abis Bapak tiba-tiba aja muncul. Udah kayak jailangkung datang nggak dijemput pulang nggak diantar."

"Makin hari mulut kamu makin kurang ajar, ya, saya liat-liat."

Kaluna menyengir lagi. "Bercanda, Pak. Hidup Bapak kaku amat, sih, nggak ada selera humornya sama sekali."

Javier mendengus lantas meninggalkan Kaluna begitu saja. Laki-laki itu beralih ke rak lain. Meladeni Kaluna sama saja membuang-buang tenaga dan menguras emosi.

Baru saja Kaluna ingin menyusul Javier untuk membuat dosennya itu lebih kesal lagi, tetapi suara lembut yang tiba-tiba datang mengurungkan niatnya.

"Jav, udah dapet belum bukunya?"

"Belum, San."

Kaluna masih mencerna percakapan itu dengan memperhatikan interaksi Javier dan seorang wanita yang tidak asing di mata Kaluna. "Itu, kan, Bu Sandra? Kok, bisa bareng Pak Javier?" gumam Kaluna.

Wilona—yang nyaris ia lupakan keberadaannya—muncul menyerukan namanya hingga mengalihkan atensi Kaluna dari kedua dosennya itu. "Woi Kaluna monyet! Lu kemana aja, hah?"

"Berisik setan! Jangan malu-maluin."

"Ya, abis lo tanpa kabar langsung ngilang aja kayak do'i."

"Sstt, nggak usah curhat. Eh, tadi gue ngeliat--Loh, kok, udah nggak ada?" Kaluna menggaruk kepalanya yang tidak gatal ketika eksistensi Javier dan Sandra tidak lagi ia temukan.

Mr. JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang