22. Mr. J ; what if

1.2K 135 30
                                    

MALAM minggu yang syahdu ini harusnya Kaluna habiskan dengan marathon drama Korea bersama Kanaya. Namun, di jam tujuh malam Javier datang mengetuk pintu rumahnya untuk menepati janjinya kemarin; menjemput Kaluna. Gadis itu terpaksa harus mengurungkan niatnya.

Untung saja saat itu ibu dan bapaknya asik menonton di ruang keluarga. Ibunya hanya sekilas bertanya siapa yang datang, tetapi Kaluna menjawab, "Paket ku, Bu." Yang membuat Ibu ber-oh ria.

"Bapak ngapain sih beneran datang jemput saya? Saya, kan, udah nolak kemarin!" gerutu Kaluna.

Mereka berjalan bersisian melewati gang sempit rumah Kaluna menuju mobil Javier yang terparkir di luar.

"Bisa nggak kamu jangan protes setiap sama saya?"

"Ya gimana nggak protes, orang Bapak tukang paksa!"

Javier berdecak lirih. "Nanti saya kasih tip."

Kaluna otomatis mengunci mulut. Kalau begini dia mana bisa protes? Dompet tipisnya mana kuat berkelahi dengan tip dari Javier yang tidak pernah sedikit.

Javier menghela napas. "Sepertinya saya harus siap banyak-banyak ngeluarin uang," katanya.

"Kenapa emangnya, Pak?"

"Kamu kalo diajak jalan harus disogok dulu baru mau."

Alis Kaluna mengernyit bingung. "Lah, emang Bapak bakal ngajak saya jalan lagi?"

Mereka tiba di mobil. Alih-alih menjawab pertanyaan Kaluna, laki-laki itu justru membuka pintu penumpang untuk Kaluna. "Masuk!" ucapnya.

"Bapak lupa minum obat, ya? Tumben baik."

Javier menyentil gemas jidat gadis dengan dress selutut yang rambut panjangnya digerai itu. "Banyak tanya kamu."

Menekuk bibirnya kesal, Kaluna langsung masuk ke dalam mobil. Javier menutup pintu kemudian berlari kecil mengitari mobil menuju kursi kemudi.

"Kamu ada rekomendasi tempat makan yang enak?" Tanya Javier begitu mobil sudah mulai jalan.

Kaluna menoleh cepat. "Loh, saya kira Bapak udah ada tempat tujuan!" decaknya.

Laki-laki dengan setelan casual yang membuatnya tampak lebih mudah dan trendy itu hanya meringis. "Saya mana tau daerah Makassar."

"Saya juga nggak tau, Pak. Saya jarang mengekspor tempat-tempat di sini. Soalnya lebih enak di rumah. Kalo mau makan juga tinggal pesen."

Javier menghela napas. Mobil bergerak tanpa tujuan. "Jadi ini gimana?"

Kaluna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Bapak emangnya laper banget, ya?"

"Enggak juga, sih. Kamu?"

"Saya juga belum lapar. Kita jalan-jalan dulu aja nggak, sih, Pak? Bapak, kan, katanya pengen liat-liat gimana suasana Makassar di malam hari sebelum balik ke Jakarta."

"Oke. Kamu ada saran mau kemana?"

"Pantai Losari?"

Kaluna sebenarnya tidak begitu yakin. Soalnya ia sudah lama tidak menginjakkan kaki di Pantai Losari. Entah bagaimana tampilannya saat ini.

Javier mengangguk setuju. Mobil melaju menuju Pantai Losari dengan Kaluna sebagai penunjuk jalan.

Setibanya di sana, mereka disambut dengan suara heboh dari para penjual jajanan kaki lima yang berlomba-lomba menawarkan menu jualannya untuk menggaet Kaluna dan Javier.

Javier yang baru pertama kali melihat hal seperti itu tentu saja kaget. Dia pikir ada apa, ternyata hanya orang promosi.

Suasana di Pantai Losari saat itu sangat ramai. Kaluna mewajarkannya sebab di malam minggu ini pasti banyak pasangan muda-mudi yang menghabiskan waktu bersama.

Mr. JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang