61. Terusik

2.1K 276 16
                                    




Entah cuma asal bicara atau memang serius, tapi nyatanya ucapan Jiel waktu itu masih terus mengusikku. Jiel yang dengan yakinnya, tanpa konfirmasi ke aku, dia bilang ke Papi kalau dia mengijinkanku menikah.

Kita memang gak ada pembicaraan lagi tentang permintaan Papi. Tapi bukan berarti pikiranku tentang itu hilang begitu saja. Aku masih belum bisa menerima kenapa Jiel gak ingin memperjuangkan aku. Segitu tidak berharganya aku dihatinya, apa aku hanya pelengkap tanpa mempunyai arti lebih. Apa dia bener-bener gak papa kalau aku jadi milik orang lain?

Hal itu terus yang selalu aju pikirin, entah kenapa sekarang aku punya perasaan takut ditinggalkan, bahkan ketika Jiel berada di depanku.

Tapi aku tau kapan aku harus berhenti agar semuanya tetap baik-baik saja. Begini saja sudah baik. Jiel tetap dengan kegiatannya, aku dengan aktivitas biasaku. Kita gak saling meninggalkan, itu lebih dari cukup.

"Kak,..."

"Iya sayang bentar, kakak send kerjaan dulu"

Ini weekend, dia barusan aja pulang dari jalan sama Kay dan Kak Rachel. Aku sengaja gak ikutan sih, ada deadline soalnya.

Tapi sepulang jalan gak ada happy-happy nya, langsung mandi trus bengong dan sesekali rewel manggil-manggil gak jelas daritadi.

"Kakak Andra!!!!!"

"Sabar sayang, sekali klik doang ini... "

"Kak Andra.. Kak Andra.. Kak Andra.. Kak Andra.. Kak Andra...... Ayangnya akuh!!!!!!!!"

Warning, aku harus menutup laptopku.

"Iya sayang, gimana??" Aku buru-buru nyusulin dia ke sofa.

"Yasmin udah tau tentang kita lho kak.... " langsung mulai cerita sedetik setelah gelendotan di lenganku.

Biasanya kalau dia cerita, harus didengerin dulu, jadi aku tungguin. Eh, tapi ternyata gak lanjut.

"Kog kakak B aja?"

"Kakak pikir kamu mau lanjutin cerita dulu"

"Ish, kakak!!!"

Aku santai aja soal Yasmin ini, kan aku udah bicara sama dia. Cuma aku gak ngerti aja kalau butuh waktu lama buat Yasmin bicara sama Jiel. Ini udah dua minggu dari kita ngobrol terakhir.

"Adek ketemu Yasmin tadi?"

Dia kasih anggukan, kepalanya masih mendongak keatas, pandangannya ke arah langit-langit ruangan.

"Terus? Yasmin bilang apa?" Barulah setelah itu pandangannya ganti ke arahku. Lama dia liatnya, kayak repot mikir sendiri. kita berdua justru cuma saling tatap.

"Gak kenapa-kenapa kan?" Tanyaku sekali lagi, karna Jiel terkesan menyembunyikan sesuatu. Biasanya dia akan mode story telling kalau udah gini, tapi kali ini enggak.

"Sekolahnya di pending dulu deh Kak... " malah langsung ganti topik.

"Lho, kenapa?"

"Jiel belajar ngurus management sekolah dulu kali ya..." ngomongnya sih sama ketawa, tapi aku tau dia sedang memikirkan hal lain.

"Kenapa sayangku?? Apa yang bikin adek jadi pengen mundur gini hhmm?" Gak semudah itu aku percaya, pasti ada hal lain.

"Orangtua mana yang mau nitipin anaknya di sekolahnya Jiel kalau tau Jiel begini.... " mendadak jadi mellow.

"Maksudnya begini gimana?? Jangan bilang karena pertemuan adek sama Yasmin tadi.... "

"Enggak, Yasmin gak Ngapa-ngapain"

"Kamu gak tuntas lho bahas Yasmin tadi, gak kayak biasanya. Beneran tanggapan Yasmin oke?"

"Jiel jadi mikir aja, kebun teh itu lingkungan orang, desa orang, wilayah orang, bagaimanapun Jiel numpang disana. Jiel merasa kalau Jiel bohong, itu akan nyakitin mereka nantinya. Iya gak sih kak??".

"Bohong?" Makin aneh ni

Gak dijawab sama Jiel. Pandangannya beralih ke langit-langit lagi.

"Sayang......" Aku tarik dia kepelukanku selagi aku mikirin rangkaian kata yang pas buat meyakinkannya, aku tau betul maksud perkataannya.

"Harus banget di kebun teh? Karena apa harus disana??"

"Karena Mama, Jiel pengen menebus semuanya ke Mama"

Bisa dipahami, tapi kenapa pakai kata menebus??
Menebus apa maksudnya? Jiel bukan orang yang berbelit-belit jika memang dia ingin aku tau. Kali ini, ada yang dia tutupin. Aku yakin itu.

"Dan untuk anak-anak rumah kara kan?" Karena aku tau Sekolah itu untuk anak-anak.

"Hooh, Jiel pengen bikin boarding school trus pindahin anak-anak kesana tanpa embel-embel mereka anak asuh. Jiel ingin mereka semua tumbuh tanpa lebel itu"

"Great baby, Adek pasti bisa... "

"Jiel kerumah kara ya kak... " swipe lagi, padahal aku baru mau ancang-ancang bahas semuanya sampe tuntas. Jiel kenapa sih hari ini?

"Udah hampir malam lho sayang. Besok aja ya"

"Jiel mau bawa anak anak ke alun-alun deh. Biar mereka seneng, boleh ya kak... "

"Tapi kakak..... "

"Kerja?"

Aku kasih anggukan.

"Yaudah gak papa, Jiel sendiri aja. Kan ada Shanum nanti yang bantuin jagain anak-anak"

Gak bisa dicegah, dia pergi.

.
.
.

Makin aneh, Jiel sekarang mulai dari pagi ke Rumah Kara. Dia berangkat bareng aku ke kantor, pulang sore menjelang malam. Padahal kan anak-anak itu sekolah kalau pagi, siang baru pulang. Kayak dulu kan Jiel dateng sehabis jam makan siang, ngajakin mereka main. Terus demi apa ke Rumah Kara pagi-pagi? Aku harusnya curiga gak sih?

Pikiranku masih keganggu sama Shanum. Entah disebut cemburu, curiga, posesif atau feeling aneh lain tapi yang jelas aku merasa Jiel berubah dan aku takut karena itu.

Kesibukanku bikin aku gak bisa cari tau apapun, aku juga gak bisa mendekat ke Shanum dan memastikan sendiri. Cuma percaya sama Jiel hal yang bisa aku lakuin sekarang.

Selalu percaya sebelum aku melihat dengan mata kepalaku sendiri....

Aku gak bisa menyembunyikan kecewaku.

Aku melihat Jiel begitu mesra dengan Shanum di gazebo, hanya berdua karena di jam ini Anak-anak belum pulang sekolah. Tadinya aku mau kasih Jiel kejutan, mau ngajak anak-anak makan diluar mumpung meetingku batal.

Tapi yang kudapati justru kejutan lain.

Jiel dengan telaten menyuapi Shanum makan, sambil terus bercanda mereka berdua tersenyum dan kadang tertawa. Manis sekali keliatannya, sampai Jiel berani mengusap sudut bibir Shanum yang mungkin kotor karena makanan.

Jiel bisa melakukan itu dengan orang lain? Menyuapinya makan seperti yang dia lakuin ke aku. Apa aku terlalu kaku, jika aku pikir hanya aku yang berhak mendapat perlakuan itu?

Aku gak tau kalau Jiel sudah sedekat ini dengan Shanum, ada apa dengan mereka? apa yang dulu terjadi di Manchester yang aku gak tau antara mereka berdua.

Apa mereka berdua membohingiku? Menyembunyikan hubungan?

Entah kekuatan darimana, aku masih sanggup ambil hape dan coba call Jiel. Ini pernah aku lakukan beberapa waktu lalu, dan perasaanku sedikit membaik ketika Jiel mengangkat panggilanku tanpa menghindari Shanum.

Tapi sekarang enggak, Jiel gak angkat panggilanku. Dia tau aku Call tapi diliatin aja dan tetap lanjut sama Shanum.

Sakit pasti, jangan ditanya. Aku bisa apa.

Oooh, mungkin ini alasan Jiel gak papa kehilangan Aku? Gitu? Iya??

Senyum dan ekspresi Shanum yang ramah ketika pertama kali Jiel mengenalkan kita mungkin karena Shanum sudah tau hubunganku dan Jiel. Dan dia gak keberatan, iya gitu???















KENANDRA ✅Where stories live. Discover now