64. Baik-baik saja?

2.3K 270 20
                                    





"Kalau gak mau, kakak cariin sarapan yang lain"

"Jangan, ini aja gak papa"

Ngomongnya sih gak papa, tapi aku tau dia gak selera dengan apa yang ada didepannya.

"Sudahlah, tunggu sebentar kakak cari yang lain" aku ambil nampan sarapan dari hadapannya, tapi sama Jiel justru di cegah.

"Gak papa, ini aja. Jiel gak mau merepotkan kakak" kenapa aku dengernya justru nylekit, sedari bangun tadi dia gak ada rewel dan anteng. Seolah benar gak ingin merepotkan aku. Sebisa mungkin jadi anak baik.

Jiel yang asli akan ngedumel, ngomel, minta ini itu. Tapi ini apa? Bahkan bertanya kenapa kita di Rumah Sakit pun enggak....

Dia bersikap seolah kemarin gak terjadi apa-apa. Tidak ada pertengkaran antara kita, tidak ada Andra yang menyakiti Jiel. Hal itu juga bikin aku lupa sebab aku marah. Aku juga luluh.

Pelan dia menyendok bubur ke mulutnya, suapan pertama berhasil, tapi di suapan kedua dia mual dan justru memuntahkan semuanya..

"Huek.. Huekk... "

"Jangan dipaksa El, kan jadi muntah" kataku sambil beresin kekacauan di mejanya.

"Maafin Jiel ya Kak, maaf ya Kak, Jiel ngerepotin ya Kak... "

"El, ngomong apa sih? Begini doang gak perlu minta maaf sayang. Udah, sekarang mau makan apa?" Lalu Aku kasih dia kecupan di keningnya.

Jiel menggeleng, diam. Aku sebutin satu persatu makanan yang dua sukai tapi dia gelengin kepala terus, tanda gak mau makan.

"Anak baik harus makan, gak boleh enggak!!!" Tegasku

"Semangka boleh?" Mintanya ragu. Astaga El, cuma bilang semangka aja kamu sampai takut begitu.

"Iya, siap. Tunggu sebentar ya.. Kakak cari kebawah"

Aku pergi ninggalin Jiel ke bawah, di minimarket Rumah Sakit pasti ada semangka. Aneh ya, pagi-pagi minta semangka. Yaudah lah turutin aja, namanya juga bayik. Selain semangka aku juga beli jajanan dan makanan lain buat Jiel.

Berusaha secepat mungkin, biar Jiel gak kelamaan nunggu tapi justru kejutan lain datang pas aku sampai depan kamarnya.

Ada Papi di dalam ruangan Jiel.

"Papi!!! Ngapain kesini??" Aku langsung mendekap Jiel. Memberikan pandangan menantang buat Pak Tua didepan kami.

"Kalem anak muda, mana mungkin Papi nyakitin kesayangan anaknya... "

Cih, Lambenyaaa.....

"Tanya aja ke Jiel, Papi tidak Ngapa-ngapain kan El?" Tantang Papi.

Aku liat Jiel, wajahnya ada area dipinggangku karena aku memeluknya dengan posisi berdiri sedang dia duduk diranjang. Dia memberikan anggukan dan senyum, tanda semuanya baik-baik saja.

"Baiklah, Papi pulang. Papi hanya mampir sebentar tadi. Cepat sembuh ya El... Bocah lucu kesayangan anaknya Papi... " Sarcas banget Pak Tua itu...

Terus Papi beneran pergi. Tumben gampang amat.

Selepas Papi pergi, aku beberapa kali nanyain ke Jiel tentang maksud Papi tapi dia selalu jawab: gak Ngapa-ngapain Kak.

Aneh gak sih??...

.
.
.

"Vitaminnya banyak, jangan bosen ya Dek. Biar kuat" rayuku sambil berikan dia vitamin, tiga macam.

Dia ngangguk doang, terus nurut minum vitaminnya tanpa ngeyel sedikitpun. Kondisinya masih lemah, nafsu makannya kurang banget. Jielku makin kurus.

Kita tu lucu, aneh juga iya. kita bisa dibilang habis bertengkar. Semuanya belum terselesaikan tapi kita sekarang seolah baik-baik aja.

Aku mencintainya, dan aku sangat yakin dia punya perasaan yang sama. Kita pengen bersama, sesimpel itu aja.

Tentang apa yang dia lakukan dengan Shanum, aku gak mau menggadaikan semua yang sudah baik-baik saja dan menimbulkan keributan lagi jika aku membahasnya. Lebih baik lupakan saja.

Sudah lebih dari satu minggu Jiel pulang dari Rumah Sakit dan jadwalnya sekarang berubah. Dia gak ke Rumah Kara lagi, anteng di apart, siang nyusulin aku ke kantor terus nungguin sampai aku selesai kerja.

Gak ada yang membahas tentang kejadian hari itu, tentang Shanum, Yasmin, pernikahanku, sikap kasarku ke Jiel. Kejadian malam itu serasa dikubur tak bersisa, tak pernah terjadi.

Amarahku mereda, gak ada aku mengungkit tentang foto-foto yang aku terima. Jiel mungkin sampai sekarang gak tau apa sebab marahku. Kita gak ada lagi bahas tentang itu...

Senyuman terakhirnya yang mampu kemecahkan segala egoku.

Setidaknya semuanya baik-baik saja sampai hari ini.

"Kakak berangkat ya Sayang... " seperti biasa setelah memastikan Jiel udah oke, aku ke kantor.

"Iya, Hati-hati... " gitu dia sama berdiri di sofa terus kecup keningku, mata kanan kiri, pipi kanan kiri, bibir, dan terakhir ubun-ubun. Recharge!.

Aku pakai mobil Jiel karena mobilku ada dikantor. Ditengah jalan aku baru sadar ada file yang lupa aku bawa, padahal itu penting untuk meeting. Gak mungkin ngerepotin Jiel, aku milih balik ke apart lagi.

Tapi akhir-akhir ini penuh dengan kejutan. Belum sampai aku parkir, aku liat Jiel lari-lari nyegat taksi. Dia keliatan buru-buru, bahkan bajunya masih setelan baju rumah yang dia pakai tadi, hanya ditambah Jaket.

Dia berlari? Tubuh lemah itu?? Mau kemana???

Penasaranku memerintah untuk mengikutinya, aku coba keberuntunganku dengan Call Jiel berkali-kali tapi gak terangkat. Aku gak tau alasan apa yang membuat panggilannya selalu sibuk.

Sampai taksi yang aku ikuti itu tiba di Rumah Kara. Aaaah ini alasan dia berlari sekuat tenaga... Dia terburu-buru ke Rumah Kara.

Aku tidak merasa sedang memata-matai, jadi aku dengan tenang ikut masuk ke area Rumah Kara. Kalaupun Jiel bertanya kenapa aku ada disini, tinggal aku jawab kalau aku ngikutin dia karena dia tampak panik. Beres.

Rumah Kara sepi, karena anak-anak sekolah. Dipikiranku langsung tentang Shanum, dia mungkin jadi satu-satunya alasan Jiel memaksakan tubuh lemahnya berlari kesini..

"Kita bawa kerumah sakit Bu... " aku dengar suara keras Jiel dari ruangan. Setelahnya Jiel sudah keluar dengan Shanum berada di gendongannya.

"Panggil taksi dulu Bu... " Jiel minta Bu Ratih panggil taksi, sedang dia duduk dikursi depan, masih dengan Shanum di pangkuannya. Sesekali Jielku mengusap rambut Shanum, mengecup keningnya bahkan memeluknya dan sambil mengucapkan kata-kata agar Shanum tetap terjaga. Gak boleh tidur.

"Pakai mobil ini aja, Adek kuat nyetir ke Rumah Sakit??" Aku menyodorkan kunci mobil ke arah Jiel dan itu bikin Jiel kaget kenapa ada aku disini.

"Kakak??" Aku hanya respon dengan senyum singkat.

"Adek kuat nyetir?" Tanyaku sekali lagi dan diberi respon anggukan Jiel.

Aku ambil Shanum dari pangkuan Jiel, membopongnya ke mobil disusul Jiel dan Bu Ratih.

"Kakak gimana??" Jiel gelagapan, aku tau apa yang ingin dia katakan hanya saja dia terlalu bingung untuk itu.

"Kakak gak bisa ikut, udah ditunggu meeting. Nanti biar kakak naik taksi dari sini" aku gak bohong tentang itu, tapi alasan terbesarku bukan itu. Aku hanya berfikir jika mungkin saja Jiel gak mau aku terlibat dalam hal ini. Jadi aku mundur.

.
.
.
.
.

PO buku Jazziel dan Kenandra sampai di 28 Februari ya...
Yuks, link shopee ada di Bio author.
Info adminnya di 0838-2478-1293

Thank you ❤❤❤❤





KENANDRA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang