65. Hamil

3.8K 248 58
                                    








Gak paham apa yang terjadi dengan Shanum, gak tau juga gimana Jiel di Rumah Sakit. Setelah dia bawa pergi Shanum ke Rumah Sakit, aku langsung cari taksi buat balik ke Apart ambil File dan dijemput supir ke kantor.

Sampai siang pun Jiel masih belum ada kabar. Ratusan kali aku bertanya-tanya pada diriku sendiri haruskah aku menghubunginya?? Tapi egoisku mengatakan tidak.

Aku mungkin tamu yang gak diundang di kisah Jiel-Shanum. Aku gak diinginkan untuk tau. Kalau Jiel memberi akses untuk aku boleh tau, dia pasti menghubungiku. Tapi kan nyatanya tidak.

Lebih dari itu, terus terang aku takut menghadapi kenyataan. Bagaimana kalau Shanum sosok yang penting buat Jiel? Aku pengen pura-pura gak tau.

Aku masih bisa menguasai diriku sebelum aku dapat kabar dari Bu Tania, istrinya Papi. Beliau bilang Jiel sedang dalam perjalanan kerumah Papi, mereka berdua janjian bertemu.

Oh God, tolonglah!! Aku gak tau apa-apa. Apa aku sebodoh itu?? Apa aku gak bisa diandalkan sampai semuanya gak ada yang menjelaskan padaku??? Ada apa ini?? Kenapa dengan Papi dan Jiel??

Gak pakai lama, aku langsung ke rumah Papi. Dan kejutan selanjutnya sudah siap di sana:

JIEL BERSIMPUH DI HADAPAN PAPI.

Bu Tania nampak khawatir dan menungguku datang di depan pintu.

"Ibu juga tidak tau apa yang terjadi, suasananya tegang. Ibu tidak berani mengusik Ndra... " Bu Tania menjelaskan singkat, aku hanya kasih anggukan.

"Pih, kenapa Papi biarkan Jiel berlutut begini Pih??" Aku langsung memeluk Jiel, mengangkat tubuhnya biar dia berdiri tapi sekuat tenaga dia menolak.

Bodoamat dengan penjelasan dari semua ini, bodoamat dengan apa yang terjadi tapi menurutku sekarang aku gak rela jika Jiel harus bersimpuh didepan Pak Tua ini. Aku yakin sejuta persen, si Pak Tua ini yang curang!!

"Kak..." Jiel bersuara lemah, wajahnya penuh dengan putus asa.

"Sayang, ayok bangun dulu... "

"Kak, tolong biarkan Jiel pergi sama Shanum kak. Jiel mohon Kak...."

Sebuah permintaan yang aku bahkan tidak pernah memikirkannya sepersekian detik pun. Apa dia baru saja mengatakan ingin pergi? Pergi yang benar-benar pergi? Yang putus tus gak berhubungan lagi gitu???

Hatiku hancur, tentu saja. Tapi abaikan itu dulu, aku lebih peduli dengan kondisi Jiel sekarang. Aku mengenalnya, apapun yang dia lakukan, apapun yang dia putuskan pasti beralasan. Dan aku selalu jadi prioritas utamanya. Setauku begitu, entahlah mungkin sekarang sudah berbeda.

"Eeeehhh... Jangan berlebihan anak muda... Papi tidak minta kalian pisah" dengan entengnya Papi nyautin.

"Kecuali kalau Jiel memang inginnya Pisah sama kamu Ndra, tapi perlu kalian ingat, Papi tidak maksa!!" Lanjut Papi.

"Ada apa sih ini?? Apa yang aku gak tau? Tolong jelaskan!!!"

Jiel diem, tubuhnya lemah, tangisnya juga masih pecah dibahuku.

"Masih tentang pernikahan kamu Ndra... Papi mau kamu menikah, Jiel mengijinkan, tinggal pilih calon. Beres!!"

Beres gundulmu Pak Tua!!

"Kalau sesimpel itu, kenapa Jiel disini dan berlutut sama Papi?? Papi apakan Jiel??"

"Ooooh.... Papi cuma main tipis-tipis"

Oh God, harus ku apakan Tua Bangka ini. Andai saja darahnya gak mengalir ditubuhku mungkin sudah habis dia ditanganku.

"Yasmin dalam perjalanan kesini, kita bicarakan semuanya sampai selesai. Oke?"

KENANDRA ✅Where stories live. Discover now