15. Lies Over Lies

3.5K 467 89
                                    

"Kamu, kamu orangnya! kenapa susah sekali sih untuk memahami semua- aw! nenek! sakit!" Nattawin yang semula berfokus pada layar handphone pun beralih mengusap belakang kepalanya yang terasa panas akibat ulah Sunee, wanita berusia 74 tahun yang telah berbohong tentang kondisinya hingga ia melakukan penerbangan dari Thailand-Vietnam pada waktu dini hari.

"Suruh siapa daritadi tidak menyahut panggilan, hah? anak nakal!" Dengan nada garang miliknya, Sunee menimpali sang cucu sulung seraya menaruh piring di atas meja ruang keluarga.

"Suruh siapa daritadi tidak menyahut panggilan, hah? anak nakal!" Dengan nada garang miliknya, Sunee menimpali sang cucu sulung seraya menaruh piring di atas meja ruang keluarga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Menatap objek yang tersuguh, Nattawin pun tanpa sadar menyunggingkan seutas senyum. "Sudah cukup lama sejak Jakapan bilang bahwa ia merindukan donat buatan nenek. Kalau aku bawa untuknya saat pulang, apakah kondisi dan rasanya masih terasa enak?" Pertanyaan yang ia ajukan untuk dirinya sendiri itu diselaraskan dengan pergerakan tangan dalam menyambar salah satu donat bertabur gula halus di bagian atasnya, salah satu varian yang menjadi favorit Jakapan dari seluruh donat buatan Sunee.

"Natt, kamu tahu tidak, kenapa donat bentuknya bulat?"

Mendapatkan pertanyaan dari sang nenek, Nattawin menggeleng seraya membuat gigitan besar pada donat di tangannya. Ada rasa lelah dalam diri si pria alpha untuk mendengarkan pertanyaan acak yang memang seringkali diajukan Sunee akhir-akhir ini.

"Donat itu bulat, karena memang seharusnya begitu." Satu tangan Sunee beranjak mengambil piring donat hingga terpampang tepat di depan wajahnya. "Kalau bentuknya segitiga, nanti disangka mengikuti kisah cintamu-"

"Uhuk-" Nattawin yang baru saja akan menelan hasil kunyahannya pun tersedak hingga wajahnya berubah merah.

"Ya Tuhan, Nattawin! kalau habis mengunyah itu ditelan, bukan disemburkan lewat hidung!" Dengan cekatan Sunee menuangkan teh dari teko ke dalam cangkir di atas meja dan menyodorkannya pada sang cucu. "Lagipula, kenapa kamu harus bereaksi seperti itu? nenek bicara fakta. Sudah dua tahun sejak pernikahan Jakapan dan kamu hanya bisa meratapi itu semua dari kejauhan."

Meski sanubarinya nyeri seakan ditusuk sebuah belati, Nattawin tetap bungkam dan meneguk minuman hangat yang sudah ia terima dalam genggamannya. Kata-kata Sunee mungkin keterlaluan, tapi di dunia ini, meski ia masih memiliki seorang mama, hanya sang nenek yang dapat ia jamin mampu memahaminya dari luar maupun dalam.

 "Kisah cinta kalian memuat tiga orang di dalamnya. Ada kamu, Jakapan dan suaminya. Kalau satu diantara kalian tidak melangkah mundur, rasanya akan sangat sesak dan menyiksa."

"Nenek, tapi-"

"Apa?" Sunee menyela. "Kamu mau bilang kalau pernikahan adalah satu hal sakral yang tidak dapat dengan mudah untuk dimainkan? ya sudah kalau begitu, lepaskan Jakapan. Bisa tidak kamu melakukannya? tidak, kan?"

Nattawin tak menjawab. Pria alpha itu menatap nanar ke arah bawah seraya menggelengkan kepalanya dengan begitu lamban, tipikal remaja yang dilanda gundah-gulana, kalau menurut Sunee. "Umurmu semakin bertambah. Entah sampai kapan nenek bisa bertahan hidup dan menyaksikanmu menikah. Jujur, nenek juga sangat ingin Jakapan yang menjadi istrimu. Tapi kalau kamu terus bertindak di posisi abu-abu seperti saat ini, nenek rasa semuanya akan berakhir sia-sia." Bangkit dari posisinya, Sunee mengusap pelan surai hitam sang cucu. "Renungilah baik-baik sebelum kamu pulang. Temukanlah hal-hal yang dapat menjustifikasi semua tindakanmu kedepannya. Cinta tidak pernah salah, termasuk apa yang kamu rasakan untuk Jakapan."

THE VILLAIN (BibleBuild)Where stories live. Discover now