21

1K 88 6
                                    

Langit begitu kelam tanpa kehadiran para bintang, hanya sang rembulan yang masih setia menemani manusia dikala malam menjelma.

Keheningan begitu kentara di malam ini, hanya suara sahutan binatang malam yang terdengar memeriahkan suasana.

Hari sudah cukup larut, banyak manusia yang menetap di rumah masing-masing hanya untuk mengistirahatkan tubuh yang lelah bekerja seharian.

Tak sedikit juga mereka sang pejuang malam yang rela membanting tulang hanya untuk menghidupi keluarga atau dirinya sendiri.

Beberapa remaja mungkin sudah tertidur atau mungkin sedang bersenang-senang di dunia malam, seperti halnya Agnes yang memilih menghabiskan malamnya di tempat lain.

Suara dentuman musik dan cahaya kelap-kelip menyoroti ruangan yang Agnes tempati. Bau tembakau dan alkohol memenuhi seluruh ruangan.

Agnes terduduk lesu di depan meja bartender, tangannya memegang segelas cocktail sesekali dia menegak minuman itu hanya untuk membasahi tenggorokannya.

Matanya yang lesu menatap tanpa minat sekumpulan manusia berbeda jenis kelamin yang asik meliuk-liukkan badannya. Tidak jarang Agnes menangkap gambar menjijikkan mereka yang sedang di mabuk asmara.

Kepala Agnes mulai pusing saat kilasan ingatan yang membuatnya datang ke tempat ini kembali muncul.

Agnes berdecak sebal, jemarinya memijit pangkal hidungnya berusaha untuk menghilangkan rasa pusing yang semakin mendera.

Flashback__

Didalam rumah mewah, ditengah-tengah ruang keluarga yang luas, terlihat seluruh anggota keluarga Juanwanda sedang berkumpul. Hanya saja, bukannya suasana hangat yang muncul, melainkan rasa kedinginan yang dapat Agnes rasakan.

Agnes berdiri, menatap seluruh anggota keluarganya, dimulai dari kedua orang tuanya serta kakak dan adiknya- tunggu, apa mereka bisa disebut keluarga bagi Agnes?

Kepala keluarga Juanwanda berucap, "Merinda Agnes Juanwanda."

"Ya ayah?" Agnes menjawab dengan lirih.

"Kenapa nilai ulanganmu rendah?" Sang Ayah bertanya sembari menatap kertas ulangan milik Agnes.

"Itu--"

"Bahkan adikmu bisa mendapatkan yang lebih baik dari ini. Apa kamu memang sebodoh ini?!"

Tangan yang mulai kehilangan ototnya itu meremas kertas tersebut dan melemparkannya tepat di kepala Agnes.

Gumpalan kertas itu mengenai dirinya, Agnes hanya bisa melihat kertas miliknya yang terjatuh dan mengenai ujung sepatunya.

Kepalanya memang tidak sakit, bahkan menurutnya lemparan itu tidak terasa sama sekali, tapi entah kenapa Agnes masih bisa merasakan sakit yang bahkan lebih menyakitkan dari luka apapun.

Hatinya terasa perih layaknya ribuan belati menyayatnya hingga hancur tak berbentuk.

"Agnes."

Agnes mendongak, menatap mata yang kini tak pernah lagi memancarkan kelembutan untuk dirinya.

"Ya ibu?"

"Aku mendengar dari kepala sekolahmu jika kamu membuat masalah lagi hingga di panggil ke BK?"

"Iya."

"Idiot! Bukannya kamu sudah berjanji untuk tidak membuat masalah lagi! Tidakkah cukup kamu mempermalukan nama keluarga kita!"

Agnes tertunduk, matanya terpejam takut melihat wajah yang dibuat wanita yang melahirkannya.

Chegaste ao fim dos capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Mar 09, 2023 ⏰

Adiciona esta história à tua Biblioteca para receberes notificações de novos capítulos!

BellOnde as histórias ganham vida. Descobre agora