13. Liburan

254 30 2
                                    

Sepasang mata mengerjap, berusaha menyesuaikan cahaya matahari yang menusuk matanya. Badannya masih terasa sedikit terpantul, menciptakan tanda tanya besar di otaknya. Dia hanya berusaha secepat mungkin untuk kembali sadar.

"Jisoo!" Panggilan itu rasanya ingin Jisoo balas, tapi nyawanya saja belum terkumpul. Otaknya belum mengambil alih komando terhadap gerak tubuhnya. Jangankan berbicara, bergerak saja Jisoo belum bisa.

Ketika ada tangan yang menempel di pipinya, kesadarannya perlahan meningkat. Matanya yang tadinya buram perlahan mulai jelas. Sosok yang kini berada di hadapannya pun terungkap.

"Jisoo! Udah lama ga ketemuuuu!" teriak Soonyoung senang. Dipeluknya tubuh Jisoo seerat mungkin, seakan-akan Jisoo adalah sebuah boneka kecil yang bisa hilang jika tidak dipeluk atau dijaga.

Kwon Soonyoung, yang paling senang bila dipanggil Hoshi, adalah sepupu Jisoo. Berjarak 2 tahun, Jisoo pinta Soonyoung untuk tidak menuakannya. Mereka terhitung cukup dekat bila dibandingkan dengan sepupu Jisoo yang lain.

"Ci..." gumam Jisoo. Dia menikmati dengan sangat pelukan Soonyoung, tapi Jisoo takut kehabisan nafas. Pelukan Soonyoung semakin lama semakin erat. Dia bukan sepatu yang talinya perlu diikatkan sekencang mungkin.

Soonyoung tersadar dan segera melepaskan pelukannya. Soonyoung pasang senyum yang membuat matanya tenggelam, "Maaf... Hehehe..." Jisoo hanya menggeleng sebagai tanda bahwa dia tak apa-apa.

"Lo udah siap-siap?" tanya Soonyoung. Jisoo yang tahu apa yang dimaksud Soonyoung pun mengangguk. Yang dimaksud Soonyoung adalah persiapannya menuju tempat liburan keluarganya.

Soonyoung manggut-manggut kemudian dia bangkit dari tempat tidur Jisoo. "Gue tinggal, ya. Ntar kalau udah siap, ke bawah aja. Gausah buru-buru, kita masih nunggu Tante Haebin," ucap Soonyoung, melambaikan tangannya pada Jisoo.

Setelah Soonyoung meninggalkan kamarnya, Jisoo beralih pandangan ke jendela kamarnya. Taman belakang dipenuhi oleh keluarga Ibunya yang sibuk berbincang satu sama lain. Jisoo mendadak terkekeh saat melihat Wonwoo di tengah-tengah para orang tua.

Jeon Wonwoo juga termasuk ke dalam salah satu jajaran sepupu Jisoo. Dia dan Wonwoo hanya berbeda setahun. Laki-laki dengan mata rubah itu memang lebih pendiam dibandingkan dirinya. Namun, jika diajak berbicara Wonwoo akan tetap menyambung.

Lucu saja melihat Wonwoo hanya mengangguk-anggukkan kepala di antara orang tua yang sedang melempar obrolan. Nampaknya, Wonwoo pun tidak memahami topik itu. Jisoo rasa, Soonyoung lupa menarik Wonwoo untuk ikut naik sehingga Wonwoo tergabung ke lingkaran orang tua.

Jisoo hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia akan mengajak Wonwoo bicara setelah dirinya siap-siap.

***

Jisoo melangkah turun sembari tangannya menyusuri pegangan tangga. Masih terdengar keramaian yang tercipta oleh keluarganya yang berarti mereka belum dikejar waktu.

Iris kecoklatan Jisoo pun terarah ke jam dinding yang berada di dinding. Pukul 12 siang. Mungkin, mereka sampai lebih cepat dari perkiraan mengingat mereka akan segera pergi ke tempat tujuan.

Jisoo memakai pakaian yang biasa-biasa saja. Kemeja putih sedikit kebesaran kemudian celana jeans pendek berwarna serupa. Mereka akan ke pantai milik keluarga Ibunya, untuk apa memakai pakaian yang heboh.

Jisoo pun hanya membawa satu tas ransel, satu tote bag, dan satu tas kecil yang dipasang di leher. Ranselnya berisi baju-bajunya, tote bag berisi perlengkapan mandi, dan tas kecilnya diisi oleh barang-barang yang mengandung data dirinya seperti ponsel dan dompet.

"Jisoo sayang!" teriak Jung Nahyun, kakak dari Ibunya, setelah Jisoo memijakkan kaki di lantai dasar rumahnya. Jisoo segera saja memeluk Nahyun yang hanya berbeda 4 tahun dari Ibunya.

Elusan penuh kasih sayang didapat Jisoo dari Nahyun. Punggungnya pun ditepuk perlahan. Nahyun benar-benar mirip Ibunya dalam memberikan kasih dan sayang.

"Udah gede keponakanku yang satu ini," gumam Nahyun gemas. Rambut Jisoo ikut menjadi korban. Rambut Jisoo yang sebelumnya rapi langsung berubah acak-acakan.

Saejin menyahut, "Emang harus cepet gede biar gak gampang diculik. Kalau dia kecil terus, aku yang was-was dia diculik." Ucapan Saejin membuat orang di sekitar tertawa. Jisoo sebagai orang yang dibicarakan pun ikut tertawa.

Jisoo ingat dia pernah membuat Saejin menangis karena tak kunjung pulang. Bukannya tak mau pulang, tapi di kala itu dia tengah menemani seorang nenek yang kesepian. Si nenek memang sudah menyuruh Jisoo untuk segera pulang, namun Jisoo tunda kepulangannya dengan alasan kasihan.

Ketika dia pulang sembari membawa sekantong plastik apel, dia disambut dengan isak tangis Saejin. Sejak saat itu, dia diwanti-wanti untuk tidak gampang tergiur dengan tawaran orang asing.

"Eh, itu bukannya mobil Haebin?" tanya Yura, adik paling muda dari Saejin. Semua mata langsung mengikuti arah kemana Yura menunjuk kemudian bersorak. Anggotanya sudah lengkap, tinggal tancap gas.

"Ayo, Soo! Nu!" ajak Soonyoung semangat. Jisoo mengangguk, dia pergi ke arah dimana mobil Kihyun dan Saejin terparkir. Soonyoung pergi ke arah mobil milik Yura, sementara Wonwoo pergi menaiki mobil milik Nahyun.

Setelah barang-barangnya masuk ke dalam bagasi, Jisoo naiki kursi penumpang. Jisoo merebahkan diri setelah sempat mengambil beberapa foto. Angin sepoi-sepoi yang masuk melalui jendela mobil membuat Jisoo mengantuk dan akhirnya jatuh ke alam bawah sadar.

***

"Soo... Sayang..." Suara panggilan beriringan dengan ditepuknya pahanya seketika menyadarkan Jisoo. Tak butuh waktu lama untuk Jisoo menyadari bahwa mereka sudah sampai. "Udah sampai, Soo," kata Saejin menambahkan.

Jisoo mengangguk mengiyakan sebelum akhirnya dia turun dari mobil. Badannya sengaja dia regangkan sedikit. Ada sedikit rasa pegal yang terselip akibat tidur di posisi duduk. Kembali segar, Jisoo melangkah ke arah pantai.

Hanya keluarga Ibunya yang memenuhi pantai mengingat pantai itu adalah pantai pribadi milik keluarga Ibunya. Bila ada orang asing yang memasuki wilayah tanpa seizin keluarga Ibunya, orang itu bisa didenda.

Terlepas dari betapa sepinya pantai ini, Jisoo sangat menikmati pemandangannya. Untuk sejenak, perasaan damai menyeruak di dadanya. Akhir tahun ini mungkin harus dia habiskan dengan memandang pemandangan indah ini.

Suara deburan ombak terasa begitu merdu di telinga Jisoo, angin yang berasal dari laut pun ikut menyapu pelan kulitnya. Banyak daun pohon kelapa yang menari-nari akibat tertiup angin. Laut juga memantulkan warna jingga yang semakin lama semakin pekat. Halus dari pasir yang kini dipijaknya terasa seperti menggelitiknya.

Jisoo tinggalkan sejenak pemandangan yang terpampang nyata di hadapannya. Dia berbalik, melihat kedua orang tuanya yang sibuk menurunkan barang. "Pa, Ma, gak usah. Jisoo aja," suruh Jisoo sembari mendekati kedua orang tuanya.

Saejin mendongak, "Gak papa, Soo?"

"Gak papa. Tunggu di lobby aja." Jisoo menjawab dengan senyum kecil yang meyakinkan Kihyun serta Saejin. Melihat Kihyun dan Saejin yang berjalan beriringan sembari berpegangan tangan saja sudah cukup membuat senang hati Jisoo.

Jisoo turunkan sisa barang yang masih ada di bagasi mobilnya. Dia sempat berdiam diri di belakang mobil, berpikir barang mana yang akan lebih ringan bila dibawa terlebih dahulu.

"Bagian mana, Yah?" Suara percakapan seseorang masuk ke dalam telinganya yang Jisoo abaikan begitu saja. Dia masih sibuk menimang-nimang berat dari tas-tas yang terletak di atas aspal itu. "Udah ketemu. Dah."

"Permisi, butuh bantuan?" Orang yang tadi berbicara di telepon kini berada di sampingnya. Seseorang menawarkan bantuan, tentu saja Jisoo terima.

Jisoo langsung saja menganggukkan kepalanya, "Ya, saya butuh-" Saat Jisoo menoleh, Jisoo berhenti berbicara. Begitu pula orang yang menawarkan bantuan tadi. Mereka sama-sama hening akibat terkejut.

Tak ada yang menyangka bahwa Jisoo akan bertemu Seungcheol di pantai ini. Ikatan takdir mempertemukan mereka di sini.

[✓] Halo, Teman Lama | CheolSooWhere stories live. Discover now