menjulurkan lidah di hadapan kamera

30 3 0
                                    

Perempuan itu hendak menyeberang jalan. Dari gelagatnya dapat dilihat bahwa dia sedang panik.takut jika seseorang melihatnya berada disini. Terbukti dengan pandangannya yang terarah ke segala penjuru, untuk memperhatikan keadaan sekitar.

Tangannya melambai, memberhentikan sebuah taksi yang lewat di seberang jalan. Aku tidak ingin kehilangan jejaknya, memacu mobil untuk mendekat, menyalip beberap pengendara lainnya. Mengarahkan mobil pada perempuan bernama Ghea .

Ya Tuhan !

Aku menginjak pedal rem dengan sekuat tenaga. Beruntung mobil berhenti, sebelum mobil menyentuh tubuh Ghea yang hendak menyebrang.

Aku melepas sabuk pengaman, keluar dari mobil untuk mengejarnya. Saat perempuan bernama Ghea itu tahu siapa yang keluar dari mobil, dia langsung saja melarikan diri.

"HEI !!!" Aku berteriak menghentikannya.

Dia hanya menoleh sebentar,lalu kembali berlari. Langkahku harus terhenti , saat sebuah mobil melintas di hadapanku.

Jangan sampai dia pergi,tanpa memberi alasan kenapa mobil adikku ada padanya.

"Heii tunggu !" Aku kembali mengejarnya.

Batu saja dia hendak membuka pintu taksi, aku menarik lengannya membawa pergi menjauh, dari taksi yang telah menunggu.

"Kenapa lari? " Aku menarik lengannya secara kasar. Nafasku tersengal-sengal.

"Aku harus pergi. Aku buru-buru." Dia berusaha melepas cengkramanku pada tangannya.

"Tidak bisa begitu ! Kamu harus jelaskan , kenapa mobil adikku Talitha ,ada padamu?" Cengkramanku semakin kuat, menahannya untuk tidak pergi.

Sorot matanya memperlihatkan rasa takut. Tampak dia sedang berusaha untuk mencari jawaban yang tepat atas pertanyaanku.

Namun setelah lama menunggu, dia hanya diam tidak menjawab sama sekali.

"Kenapa mobil adikku ada padamu? Itu hanya sebuah pertanyaan? Kenapa kamu tidak bisa menjawab? Dan kenapa harus lari, saat bertemu denganku?" Sedikit menguncang tubuhnya, agar dia tidak diam terus menerus.

"Aku meminjamnya,pada Talitha . Tolong , lepaskan aku. Aku harus pergi, ada keadaan yang mendesak."

"Ini penting bagiku. Pada pagi hari sebelum adikku ditemukan tewas, mobil itu masih terparkir di halaman samping . Itu tandanya, kamu sempat bertemu dengan adikku, sebelum dia ditemukan tewas."

Bukannya menjawab pertanyaanku. Dia malah mengayunkan tangganya secara kasar, hingga genggamanku pada tangannya terlepas.

Tidak hanya itu , Dia mendorongku, saat aku mencengangkan tangannya.

Sampai akhirnya dia berhasil meloloskan diri dan berlari menjauh. Untuk kali ini aku tidak berniat mengejarnya. Membiarkannya pergi begitu saja.

Aku memperhatikan satu persatu barang yang ada di mobil adikku. Sangat berantakan, melihat tisu bekas dan juga...alat pelindung (k*nd*m) tergeletak di bawah kursi penumpang.

Entah milik siapa alat pelindung itu tapi aku berharap, barang itu tidak ada kaitannya dengan adikku.

Aku harus melaporkan semua ini pada pihak polisi. Ghea yang mengaku teman dekat adikku itu harus dimintai keterangan.

Sekarang, mataku tertuju pada sebuah cetakan foto box yang tergeletak di samping alat pelindung itu.

Meski jijik. Aku berusaha meraih cetakan foto itu.

Melihat 4 foto adikku, bersama seorang pria. Memasang ekspresi konyol, di setiap foto. Tampak jelas mereka sangat dekat, terlebih saat melihat foto terakhir, di mana pria itu mencium pipi adikku.

jasad adikku Di plafon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang