Bastian yang menyerang Bian

2 1 0
                                    

Hari yang buruk.

Bangun tidur, aku disambut dengan berita seperti ini. Setiap pengguna aplikasi BIMBIB, tahu bahwa gadis bertopeng itu adalah aku.

Bagaimana nasibku setelah ini? Jika sampai mereka tahu alamat rumahku, dapat dipastikan beberapa orang akan berkunjung. Mereka tidak akan peduli penolakan, yang mereka tahu, aku pernah ada dan menghibur do aplikasi itu.

"Ya Tuhan..." Aku menghempaskan tubuhku di sofa, dengan kepala menengadahkan ke langit-langit.

"Niana, kamu jangan panik. Aku akan berjaga di sini. Tidak akan ada menyentuhmu... tenanglah." Wajah bian tampak panik berdiri di hadapanku.

"Mana mungkin, saru orang bisa mengalahkan banyak orang," ucapku menatapnya dengan wajah lemas.

"Jangan pikirkan tentang itu. Tidak akan ada yang berani menyentuh kulitmu, meskipun hanya dalam jarak 1 cm saja. Aku bersumpah tidak akan ada yang bisa melakukannya." Bian berusaha menenangkan.

"Bagaimana dengan tanggapan teman-temanku, setelah melihatku ada di aplikasi itu? Aku tidak siap dengan tudingan buruk, dan kalimat yang merendahkan."

Terbayang olehku, bagaimana nasibku setelah ini. Bagaimana orang-orang akan menganggapku perempuan yang sering mereka lihat di jalanan sedang menjajakan diri.

Aku tidak bisa membela diriku.

"Tidak akan ada yang berani mengucapkan kalimat buruk padamu. Jika kamu sampai mendengarnya, aku akan..."

Belum sempat Hian melanjutkannya kalimatnya, aku lebih dulu memotong pembicaraannya.

"Akan apa? Akan membunuh semua orang? Apa setiap orang yang mengucapkan kalimat buruk padaku akan mari? Apa itu jalan keluarnya? Kamu terbiasa melakukan dosa." Aku menghela napas dalam, memejamkan mata.

Dia diam dan tidak melakukan kalimatnya yang terpotong.

"Aku hanya ingin mencari keadilan untuk adikku. Tapi lihatlah sekarang, aku malah berada dalam masalah. Ronald sekarang tidak hanya mencariku karena telah menghilangkan nyawa anaknya, tapi Ronald mencariku sebagai wanita bertopeng itu. Bagaimana jika dia punya kesempatan untuk menangkap ku. Dia tidak akan bersikap ramah seperti saat aku mendatangi rumahnya. Pasti ada hukuman yang dia persiapkan untukku."

Aku mengangkat kedua kakiku di sofa. Memeluk lutut, dan menundukkan kepala. Terbayang hal-hal buruk yang akan dihadapi setelah ini.

"Bagaimana caranya untuk membuatmu tenang? Aku tidak bisa melihatmu dalam keadaan seperti ini..." Bian menyentuh kepalaku.

"Tidak akan bisa tenang... dan tidak akan pernah merasa tenang."

Aku menepis tangannya dari kepalaku.

***

Sore ini aku mendengar gonggongan anjing di pekarangan rumahku. Aku mengintip lewat jendela kaca, mendapati Franky sendirian di depan pintu.

"Franky!"

WOOOF! WOOOF! WOOOF!

Anjing hitam yang besar itu, menggerak ekornya di hadapanku saat pintu  terbuka.

Tidak mungkin kalau Franky datang ke sini sendirian, jelas Franky bersama Jimmy. Saat menoleh ke taman samping, mendapati Jimmy berada di dalam mobil.

Dia memeluk beberapa kotak besar, lalu mengangkatnya. Wajahnya yang tadi datar, kini melayangkan  senyumannya ke arahku.

Tidak hangat seperti dulu. Dia tampak canggung saat mendekat.

"Aku baru saja pulang dari luar kota kemarin. Menyempatkan diri, untuk memasak semalam." Jimmy membawa masuk semua kotak makanan itu ke dalam rumah.

jasad adikku Di plafon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang