WOOF! WOOF! Gonggongan di jendela kaca

15 4 0
                                    

Semakin dalam pria itu menggali. Menggali tanah tempat kami menguburkan jasad Michael. Sampai tubuhnya menghilang, tak tampak lagi.

"Mau apa dia?" Jimmy membuka pintu mobil, hendak turun.

Aku menahan Jimmy, memegangi tangannya.

"Jangan turun! Tetaplah disini. Pria itu sangatlah berbahaya," pintaku

Pria yang pernah bersembunyi di gudang, siapa lagi kalau bukan Bian.

Selang beberapa menit, tubuh pria itu mencuat ke permukaan. Dia menarik jasas Michael, keluar dari liang lahat.

"Tetap di sini Niana!"

Jimmy menepis tanganku, dia bergegas turun dari mobil. Mengambil sesuatu di tanah, lalu melemparnya ke arah pria gila itu.

Lemparan yang salah sasaran. Batu seukuran  kepalan tangan itu, malah menghantam wajah Michael. Meski tidak lagi mengeluarkan darah, tapi lemparan itu dapat membuat wajah Michael remuk.

Pria itu membusungkan dada. Seolah-olah menantang Jimmy untuk semakin dekat. Dia melepaskan genggamannya pada jasad Michael.

Dua pria dewasa, hendak bertarung di lahan kosong.

Menekan klakson berkali-kali, meminta Jimmy untuk kembali. Aku takut jika pria itu menyakiti, atau... Sampai menghilangkan nyawa Jimmy.

Bukannya mendengarkan aku, Jimmy malah berlari menyerang pria itu. Sabar berada tepat di hadapan, Jimmy mencengkram kerah jaket kulit pria itu, mendorongnya jatuh ke tanah yang berlumpur.

Jimmy harus bergumul dengan pria aneh itu di tanah. Melihat Jimmy menekan dada pria itu dengan lututnya, sedangkan tangan mencengkram leher, tangan satunya lagi menghantam wajah pria bernama Bian itu berkali-kali.

Seolah mempersilahkan  Jimmy untuk menghajarnya, pria itu hanya merentangkan tangan tidak melawan. Wajahnya penuh dengan lumpur, begitupun dengan tubuh Jimmy yang tidak menggunakan pakaian bagian atas.

Aku memilin jari jemariku, benar-benar panik berhadapan dengan kondisi sekarang ini. Berteriak pun tidak bisa. Itu sama saja menggali kuburan sendiri. Karena akan mendatangkan warga, yang nantinya bisa melihat jasad Michael yang penuh lumpur.

Bimbang harus berbuat apa sekarang. Tetap berada di dalam mobil, atau ikut turun membantu Jimmy.

Aku berteriak memperingati Jimmy, saat pria itu meraba batu yang ada di tanah berlumpur. Dalam hitungan detik, Melayangkan baru pada genggamannya ke kepela Jimmy.

Tidak lagi dominan, Jimmy oleng dan terbaring di lumpur. Pria bernama Bian itu bangkit, menduduki tubuh Jimmy lalu menghajarnya.

Lampu bagian depan mobil menyoroti tubuh mereka yang penuh lumpur. Tidak bisa berdiam diri di dalam mobil, aku harus turun dan membantu Jimmy.

Meski menyisakan gerimis, namun aku kesulitan menapakkan kaki di tanah yang berlumpur.

Melepaskan sepatu kets berwarna putih, Aku berlari menghampiri pria yang sedang menghajar Jimmy.

Harus menahan perih, merasakan sakit saat telapak kaki menginjak kerikil tajam bercampur dengan lumpur.

Jimmy yang berada di bawah tekanan pria itu, berusaha melindungi wajahnya. Sesekali tangannya berusaha untuk menjatuhkan lawan.

Tubuh memang sama besar, namun pria itu mendominasi. Terlebih sebelumnya Jimmy mengalami luka pada bagian pelipis, akibat hantaman batu.

Sudah sangat dekat.

Tanganku meraih jaket kulit bagian belakang, menarik pria itu agar menjauh.

Hentakan kuat malah membuat tubuhku tergelincir, ikut terbaring di tanah penuh lumpur.

jasad adikku Di plafon Where stories live. Discover now