Franky kita tidak mati Malam ini kan?

14 2 0
                                    

"Hi Niana..." Suara serak itu terdengar olehku.

WOOOF! WOOOF!

Franky bergerak liar. Tidak berhenti menggonggong ke arah Ghea.

"Kamu kan yang membunuh kedua orang tuaku?"

Dengan tatapan dingin, dia mengucapkan kalimat itu.

Mundur beberapa langkah, takut berhadapan dengannya. Meski ada kaca pembatas, tapi tatapan gadis itu penuh intimidasi.

Terlintas apa saja yang pernah dia lakukan padaku. Aku takut dia tiba-tiba berada di dalam rumah. Seperti saat dia menyelinap masuk ke dalam apartemen.

TRAK! TRAK!

Dengan mata masih tertuju padaku, pisau lancip itu tetap menghantam jendela kaca. Meskipun aku tahu jendela itu tidak akan pecah, tapi melihatnya dengan keadaan seperti ini membuatku benar-benar merinding.

Gila kah dia? Atau... hanya berpura-pura gila.

Bisa-bisanya dia mempertanyakan orang tuanya padaku.

Suara kaca yang di hantam, menyatu dengan suara gonggongan Franky. Ingin sekali melepas Franky agar anjing ini bisa menyerang Ghea, tapi bagaimana jika Franky yang harus terluka akibat pisau yang ada di genggaman gadis gangguan jiwa itu.

Dimana dia bersembunyi selama ini? Kenapa dia bisa mendatangi rumahku dengan keadaan telanjang bulat seperti ini? Apa tidak ada seorangpun yang melihatnya?

Tidak lagi menghantam jendela kaca, kali ini dia menyeret pisau itu menuju pintu utama.

"Buka pintunya Niana... Aku ingin kita bicara."

Gadis itu benar-benar sakit. Bagaimana bisa dia memintaku membukakan pintu untuknya. Sedangkan penampilannya seperti itu.

Kali ini tidak lagi kudengar suara ketukan di pintu. Sedangkan Franky, mengendus-endus celah pintu lalu mengitari rumah.

Aku benci dengan suasana hening seperti ini. Sama seperti aku membenci ruangan yang gelap.

Tidak ada lagi gonggongan Franky, Aku berlari ke kamarku hendak mengambil ponsel untuk menelpon bantuan. Namun hanya dalam beberapa langkah, ruangan tiba-tiba saja gelap.

Aku yakin sekali, gadis sialan itu yang memutus aliran listrik rumahku.

"Niana... Bagaimana kalau kita bermain-main terlebih dahulu... Sebelum kamu menyusul kedua orang tuamu dan juga adikmu." Suara itu kembali terdengar di depan pintu.

Seharusnya aku mengabaikan perempuan gila ini. Meskipun seluruh pintu dan jendela terkunci, aku masih merasa takut jika seandainya gadis bernama Ghea mencari celah untuk bisa masuk.

Tidak ingin lengah. Aku mengikuti suaranya dala diam. Tak kudapati Franky, dia tidak lagi mengeluarkan suara.

Hanya terdengar samar-samar, suara anjing besar itu mengendus-endus.

Aku menjatuhkan diri ke lantai, memilih merangkak untuk mendekati suara Ghea.

"Ternyata adikmu itu salah... dia selalu memuji dan mengelu-elukan kakak tercintanya. Tapi nyatanya, kakaknya tidak sebaik itu. Kamu juga sama seperti adikmu. Apa kamu kekurangan uang, sampai-sampai ikut jual diri dalam situs platform itu?" Dia memainkan pisau dengan menggoreskan benda lancip itu di permukaan pintu.

Dari kalimat yang ia ucapkan, aku tahu dia masih dalam keadaan sadar. Dia tidak kehilangan akal sehat sepenuhnya. Dia tidak gila.

"sudah berapa banyak uang yang kamu dapatkan dari hasil jual diri Niana?"

Dengan lancang dia bertanya seperti itu padaku.

Aku harus menahan emosi saat mendengar kalimat-kalimat kotor keluar dari mulutnya.

jasad adikku Di plafon Where stories live. Discover now