Michael? dia sudah mati

14 1 0
                                    

Kudapati, setiap penerangan yang ada di rumahku menyala. Tidak tahu siapa yang kembali menyalakan saklar yang ada di samping rumahku.

Lewat tirai yang sedikit terbuka, kudapati Leo dan ayahnya menyeret tubuh Ghea yang tidak mengenakan pakaian itu.

Sebelum mereka masuk ke dalam mobil, Leo menoleh ke arahku. Aku memalingkan wajah dan menutup tirai.

Franky mengulurkan lidahnya, napasnya tersengal-sengal.

"Hei... bertahanlah, aku akan segara memanggil bantuan."

Aku memperlakukan binatang ini seperti saudaraku. Mencium kepalanya.

Beruntung Ghea si gadis gila itu tidak menyerang Franky pada bagian perut. Hanya saja anjing itu harus terluka pada kedua kaki. Kuharap dia dapat bertahan.

Menyeret tubuhku di sepanjang ruangan. Mendatangi kamar, untuk meraih ponselku.

Menekan tombol Acak untuk menghubungi seseorang.

"Halo Niana..." Sapa suara berat disana.

"Bisakah kamu datang ke rumahku?"

Hening sejenak.

"Niana... Apa sesuatu terjadi? Apa kamu terluka lagi?" Tanya suara di seberang sana,  panik.

"Mmmm, hanya luka ringan. Bisakah kamu mengirim bantuan? Aku butuh sekarang!"

Mengigit bibir saat ngilu itu mulai menyerang.

"Aku akan datang! Sabar Niana..."

Meskipun Aku berusaha untuk tenang saat bicara dengan dokter Bastian, tapi dirinya tetap terdengar panik.

Membuka lebar telapak tangan. Aku bergidik ngeri, melihat goresan panjang dan dalam di telapak tanganku. Meniup secara perlahan luka itu, berharap dengan melakukan itu dapat mengurangi rasa ngilu dan sakit.

Tidak hanya luka di bagian telapak tangan. Terdapat luka pada lutut dan terakhir luka besar di bagian paha.

Keringat bercucuran. Seluruh tubuh dan pakaianku basah.

Kembali merangkak untuk menghampiri Franky yang sendirian di depan pintu.

"Franky!"

Aku memanggil nama anjing itu. Memastikan bahwa dia masih hidup.

"Hah! Hah! Hah!" Hanya terdengar suara napasnya. Dia berusaha untuk mengangkat kepala.

Mengabaikan luka pada lutut, merangkak lebih cepat.

"Uuuugggght!" Mengangkat tubuh besar Franky ke pangkuan.

Bersandar pada dinding, menatap keluar lewat jendela kaca.

"Gadis itu jahat sekali Franky... dia merenggut nyawa kedua orang tuaku. Dan aku baru tahu tentang hal itu malam ini. Franky.... apa kamu berhasil menggigitnya? Apa kamu berhasil melukai binatang jahat itu?" Menangis sesenggukan menempelkan kepala ku ke kepala Franky.

Lidahnya terjulur, menyapu wajah dan juga mataku.

"Good boy...aku yakin kamu bisa bertahan. Janji ya, jangan pergi."

Kupeluk binatang berbulu lembut ini.

Seekor binatang saja, tahu bagaimana mengasihi. Berbeda dengan gadis itu. Mungkin setan yang ada di neraka, heran melihat kelakuannya. Tanpa dirayu pun, dia bertindak semaumu melebihi setan.

Sekitar setengah jam berlalu.

Sorot lampu mobil masuk lewat jendela kaca menyinari wajahku. Seseorang menggunakan Hoodie berwarna biru, turun dan setengah berlari menghampiri pintu.

jasad adikku Di plafon Where stories live. Discover now