Part 5 : Dikhitbah II

25 7 2
                                    

Demi apa kalau kehidupan Balqis se-dramatis ini. Baru kemarin dia gagal dilamar, eh, sudah dilamar lagi.

"Kapan Ayah dan Pak Kiyai mendiskusikan lamaran ini, Yah? Apakah Pak Kiyai tahu tentang masalah Balqis yang gagal dilamar?"

"Tadi malam sehabis salat Isya di masjid, Nak. Pak Kiyai tahu tentang itu."

Dilihatnya foto seorang lelaki berbalut jas hitam tanpa minat yang ayahnya berikan. Tinggi, putih, tampan, tapi sayang Balqis sendiri sama sekali tak merasa apa-apa saat melihatnya.

"Ayah, apakah lamaran itu sudah tidak bisa lagi ditolak? Balqis baru saja gagal lamaran." 

Bahkan gagal menikah. Sambungnya dalam hati.

"Balqis belum siap menerima lamaran baru, Yah," ucapnya pelan sambil menyerahkan foto tersebut, bahkan biodata lelaki itu pun tak diliriknya sama sekali.

Sebenarnya Balqis menyembunyikan satu hal dari kedua orang tuanya. Kemarin ia masih mencoba menelpon Zahlan dan untungnya tersambung. Balqis hanya ingin tahu apa alasan Zahlan membatalkan lamarannya. Lalu, Zahlan menceritakan masalah yang ia alami di sana. Zahlan harus menikahi mantan pacarnya yang katanya kini telah mengandung anaknya.

Zahlan juga meminta maaf karena memutus sambungan telponnya secara sepihak. Saat itu, Zahlan juga tidak siap membatalkan lamarannya dengan Balqis, dia sudah terlanjur menyukai Balqis dan ingin segera meminangnya. Namun, terjadi hal demikian.

Meskipun Balqis merasa alasan ini tidaklah logis, tapi dia sendiri pun tak bisa berbuat apa-apa karena apa yang dibilang Zahlan mungkin benar. Nofi-sahabat Balqis juga mengatakan hal yang kurang lebih sama. Nofi yang saat itu sedang bertemu salah seorang narasumbernya di dekat RS UMM tak sengaja melihat Zahlan mengantarkan seorang wanita yang seumuran dengannya ke rumah sakit tersebut.

Nofi baru memberitahu Balqis semalam karena sejujurnya Nofi sendiri tak yakin dengan apa yang dilihatnya. Setelah mendengar cerita tentang Zahlan yang membatalkan lamarannya dari Balqis, barulah Nofi sadar bahwa kemungkinan itu berkaitan dengan apa yang dilihatnya.

"Maaf, Nak. Lamaran itu sudah tidak bisa Ayah tolak. Acara lamaran sudah kami sebarkan bukan hanya tentangga, bahkan kerabat dekat Ayah dan Mama juga sudah tahu kalau sabtu depan akan dilaksanakan acara lamaranmu. Untungnya kami belum memberitahu nama lelaki itu, mereka hanya tahu lelaki yang ingin melamarmu adalah teman kuliahmu. Kebetulan anak Pak Kiyai juga kuliah di Malang. Dia baru menyelesaikan studinya dan pulang ke sini beberapa minggu yang lalu."

"Tapi Ayah, Balqis tidak menyukai anak Pak Kiyai. Apa bisa lamaran ini dilakukan saat Balqis sendiri tak ada rasa dengannya?"

Perjodohan ataupun lamaran ini terlalu cepat baginya. Balqis belum siap untuk menerimanya, bahkan dia tak bisa membayangkan bagaimana dia tinggal dengan orang yang tak dicintainya.

"Cinta itu bisa tumbuh seiring berjalan waktu, Nak."

Balqis yang sejak tadi menunduk menghembuskan napasnya berat. Dengan terpaksa Balqis menerima lamaran itu.

"Baiklah, Ayah. Jika memang ini pilihan terbaik yang Ayah pilihkan untuk Balqis, Balqis terima."

"Alhamdulillah. Ayah yakin anak Pak Kiyai adalah orang yang tepat untukmu, Nak."

Balqis berharap pun demikian, pilihan ayahnya pun tidak mungkin salah apalagi ini adalah anak Pak Kiyai. Mungkin yang bermasalah adalah dirinya karena tidak yakin akan kehidupannya selanjutnya.

Balqis kembali ke kamarnya. Untung saja hari Sabtu kemarin dia tak ada jadwal dan untungnya lagi hari ini hari Minggu. Jadi, dia bisa merehatkan tubuhnya selama dua hari ini.

Cinta di Penghujung Ramadhan (Revisi)Where stories live. Discover now