Part 14 : Kebohongan

17 5 0
                                    

Ada rasa tak enak di hati Balqis saat mendengar percakapan Rara dan Zaki, hanya saja dia tak mengerti kenapa dia merasakan hal demikian.

Makanya kenapa Gus Afdhal juga tidak menentang perkataanku waktu itu. Ternyata di hatinya masih ada orang lain.

Beberapa kali dia menyinggung Ning Rahma pada Gus Afdhal, bahkan tadi dia juga sempat menyarankan Zaki agar segera melamar Ning Rahma. Kenapa Balqis tak dapat melihat reaksi Gus Afdhal saat mendengar itu? Kenapa Balqis tak sadar akan perasaan Gus Afdhal pada Ning Rahma?

Pikiran dan hati berkecamuk, tapi dia berusaha untuk mengabaikannya untuk saat ini.

Bukkk!!

Bunyi seseorang jatuh dan suara itu berasal dari dapur. Balqis, Ning Rahma, Bu Nyai dan beberapa abdi dalam lari ke belakang.

"Rara!!" panggil Ning Rahma.

"Kayanya dia pingsan," ucap Bu Nyai.

Balqis pun ikut duduk. "Tolong bantu saya gedong dia."

"Ada apa?" tanya Gus Afdhal yang baru saja datang. Mereka juga mendengar bunyi tersebut.

"Rara, kok, bisa pingsan padahal tadi dia baik-baik saja," ucap Zaki.

"Plisss, jangan bertanya dulu. Tolong bantu saya gendong dia ke kamar. Beri ruang buat kami!" sela Balqis.

Balqis dibantu beberapa abdi ndalem membawa Rara ke kamar tamu.

Setelah Rara diletakan di tempat tidur, Balqis membuka jarum pentul yang mengaitkan jilbab Rara.

Saat Ning Rahma ingin memberikan minyak kayu putih, Balqis menahannya.

"Jangan. Kalau orang pingsan itu tidak boleh diberi minyak kayu putih takutnya ada pendarahan kecil dari hidungnya. Biarkan saja dia begini, insya Allah sebentar lagi dia akan sadar," jelas Balqis. Ning Rahma mengangguk mengerti.

"Dari mana kamu belajar itu, Nak?" tanya Bu Nyai.

"Semasa ikut organisasi di S1, Ummi. Balqis mendengar ini dari senior Balqis karna setiap kegiatan selalu saja ada yang pingsan jadi disarankan seperti itu. Tidak tahu ini benar atau salah, tapi secara penangan orang pingsan juga tidak ada disuruh mencium minyak kayu putih. Jadi, maksudnya menghindari saja. Gitu, Ummim"

Bu Nyai mengusap bahu Balqis dan berkata. "Anak baik."

"Masya Allah," ucap Ning Rahma.

Suara beduk pun terdengar. Balqis ikut keluar bersama Ning Rahma dan Bu Nyai.

Para santriwan dan santriwati sudah berkumpul di masjid.

"Di mana Balqis, Ummi?" tanya Gus Afdhal saat melihat istrinya tak ikut bersama Bu Nyai.

"Dia masih di ndalem. Coba tanyakan padanya, kalau tidak salah katanya dia tidak ikut."

Gus Afdhal ke rumah, lalu saat Gus Afdhal ingin mengetuk pintu kamar tamu, ia mendengar suara Balqis yang sedang mengaji. Benarlah yang dikatakan ayahnya bahwa suara Balqis sungguhlah merdu. Namun, suara itu tiba-tiba berhenti.

"Kamu sudah sadar, Ra?" tanya Balqis.

"Sudah, gara-gara kamu berisik."

"Oh maaf, ya. Ini minum dulu."

Balqis mengambil minuman buat Rara. "Aku tidak butuh bantuanmu," ucap Rara sambil mengambil minum dari Balqis.

Tokk! Tokk!!

Suara ketukan dari luar pintu.

"Iya, sebentar."

Balqis membuka pintu dan terdapat Gus Afdhal yang berdiri di sana. Ia pun keluar dan menutup pintu kamar tamu.

Cinta di Penghujung Ramadhan (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang