Part 13 : Pendam Jadi Dendam

18 5 0
                                    

"Saya minta maaf, saya tidak sengaja. Saya minta maaf," rancau Gus Afdhal.

"Saya minta maaf. Tolong maafkan saya."

Balqis yang baru saja masuk ke kamar mendengar rancauan Gus Afdhal.

"Saya minta maaf. Tolong maafkan saya."

Keringat sudah bercucuran di pelipis Gus Afdhal. Dia terus berteriak minta maaf, tapi pada siapa kata maaf itu.

"Gus Afdhal, Gus." Balqis berusaha membangunkan Gus Afdhal yang terbaring di sofa.

"Gus Afdhal, bangun, Gus!"

Seketika Gus Afdhal terperanjat, beberapa kali ia menarik nafasnya yang tak beraturan.

"Gus."

Gus Afdhal menatap wajah Balqis yang sudah sangat khawatir.

"Sebentar saya ambilkan minum."

Balqis sudah berlari keluar dan tak lama dia pun sudah balik membawa segelas air. Dibantunya Gus Afdhal agar bangun.

"Ini minumnya. Mau saya bantuin atau tidak?"

Gus Afdhal menggeleng.

"Baiklah."

Gus Afdhal meminum air itu dalam sekali teguk. Sepertinya dia benar-benar haus karena bermimpi buruk.

Setelah merasa Gus Afdhal sudah tenang, Balqis duduk di samping Gus Afdhal dan menanyakan soal mimpinya tadi.

"Gus mimpi apa sampai terus minta maaf kaya tadi?"

"Sudah jam berapa sekarang?"

Balqis memberikan tatapan datar pada Gus Afdhal. "Gus belum jawab pertanyaan saya."

"Bukan apa-apa, hanya mimpi buruk, kok," ucapnya sambil melihat jam di handphonenya. "Saya mandi dulu," imbuhnya.

Mimpi, kok, sampai segitunya. Balqis membantin.

Di kamar mandi, Gus Afdhal terus mengingat mimpi tadi. Alasan dia tidak pulang-pulang juga karena berkaitan dengan mimpi itu. Namun, di mana pun dia berada mimpi itu seperti terus mengikutinya.

Gus Afdhal menutup matanya. Lalu, menghembuskan nafasnya kasar.

Usai siap-siap, Gus Afdhal keluar karena dipanggil oleh Bi Ima.

"Menunya bukan nasi goreng lagi, takutnya keasinan, ini juga Bi Ima yang masak. Kan, tidak enak kalau saya yang masak saya takut malah buat orang dongkol dalam hati. Pendam jadi dendam," sindir Balqis.

Jangan kira dia sudah melupakan masalah semalam. Ingat, perempuan tidak akan melupakan masalah yang menyakiti hatinya, sekecil apapun itu.

Gus Afdhal menatap makanan di atas meja. "Kamu masih marah soal semalam?"

"Tahu! Saya ke belakang dulu."

Baru saja satu langkah Gus Afdhal memanggil Balqis.

"Balqis!"

Balqis berhenti, lalu berbalik menatap Gus Afdhal dan berkata. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Gus Afdhal mengangguk. "Tolong temani saya makan."

Tadinya Balqis ingin mengabaikan Gus Afdhal, membiarkannya makan sendirian, tapi Balqis tidak tega apalagi mengingat Gus Afdhal yang baru saja mimpi buruk. Dengan terpaksa Balqis menemaninya.

Ia menarik kursi dan duduk di samping Gus Afdhal.

"Maaf, ya, soal semalam. Saya hanya ingin bercanda denganmu. Makananmu enak, kok, meskipun sedikit asin."

Cinta di Penghujung Ramadhan (Revisi)Where stories live. Discover now