Part 9 : Perihal Takdir

19 4 0
                                    

Sepanjang perjalanan Balqis hanya diam sambil memandang pemandangan. Hatinya lagi dongkol, dia lagi kesal. Bagaimana tidak kesal kalau Gus Afdhal tidak membangunkannya pagi ini. Ini hari pertama dia menjadi menantu, tapi dia sudah melakukan kesalahan dan suaminya pun tak menegurnya, hanya diam saja.

Gus Afdhal beberapa kali memperhatikan Balqis dari kaca spion. Saat diminta untuk duduk di depan, Balqis tidak ingin duduk di depan.

"Dasar tidak peka!" gerutu Balqis yang masih terus memandang ke luar.

Seperti merasa disindir, Gus Afdhal memandang Balqis dari kaca spion.

"Siapa yang tidak peka?"

"Tidak tahu."

"Apa itu aku?"

"Tidak tahu."

"Balqis!" panggil Gus Afdhal dengan lembut, sedangkan yang dipanggilnya malah tidak menjawabnya.

"Jika saya membuat kesalahan, katakanlah, jangan diam saja. Saya tidak akan tahu kalau kamu hanya diam saja."

Balqis lalu melihat ke arah Gus Afdhal.

"Kenapa Kak Afdhal tidak membangunkan saya? Salat Subuh pun juga tidak!" Nah, gara-gara terlalu emosi, Balqis lupa memanggilnya dengan sebutan Gus.

Sekarang Gus Afdhal tahu apa masalahnya. Jadi, kenapa Balqis menolak duduk di depan bersamanya dan kenapa dia bertingkah seperti itu sejak tadi karena masalah tidak membangunkannya.

"Saya sudah coba membangunkanmu, tapi mungkin sangking kecapeannya sampai kamu tidak mendengar panggilan saya. Salat Subuh juga bisa dilakukan setelah bangun, Balqis. Bagi orang-orang yang bangun kesiangan tanpa unsur kesengajaan bisa langsung melaksanakan salat."

"Tapi akan lebih baik bila dikerjakan tepat waktu. Selain itu juga, masalahnya bukan cuma salat Subuh, tapi saya harus dibangunkan." Balqis melihat ke luar. "Hari ini, hari pertama saya menjadi menantu. Bangun kesiangan itu nilainya mines banget di mata mertua." Mata Balqis mulai berkaca-kaca.

Dasar cengeng, gini aja mau nangis. Kenapa juga aku lupa buat alarm. Tidak seharusnya aku marah-marah sama Gus Afdhal karna Gus Afdhal sudah coba membangunkanku. Aku sendiri yang salah karna susah dibangunin.

"Ummi dan Abah tidak marah, kok, mereka tahu kalau kamu pasti terlambat bangun karna kecapean."

Balqis tidak bicara lagi. Netranya melihat gadis itu kaca spionnya, terlihat Balqis sedang menghapus air matanya.

Dia bingung bagaimana cara menghibur gadis yang menangis karena dia belum pernah dekat dengan gadis siapapun. Dia hanya menyukai seseorang dalam diam dan tak pernah menampakannya.

Gus Afdhal menghembuskan nafasnya berat. Biarlah dia menangis agar hatinya tenang, dari pada Gus Afdhal berusaha menghibur, tapi salah lagi, akan lebih baik dia diam saja.

Gus Afdhal membelah jalanan, mereka mulai memasuki perkampungan. Hari ini mereka berkunjung ke Pondok Pesantren Nurul Quran.

Butuh hampir satu jam untuk sampai ke Pondok Pesantren Nurul Quran karena letaknya yang sedikit jauh dari perkotaan. Selama perjalanan ke Pondok Pesantren Nurul Quran, kalian akan melewati beberapa perkampungan. Selain itu, kalian juga akan disuggukan dengan pemandangan pantai yang indah di kiri jalan serta pohon kelapa yang menjulang tinggi di kanan jalan. Jika menjelang malam, kalian akan dibuat takjub oleh senja yang cantik merona. Warna jingganya benar-benar indah.

Setidaknya di Pondok Pesantren, beberapa orang menyambut mereka.

"Assalamu'alaikum, Gus Afdhal." Itu adalah Ustad Ridho yang memberi salam pada Gus Afdhal yang baru saja sampai.

Cinta di Penghujung Ramadhan (Revisi)Where stories live. Discover now