Part 16 : Jatuh Cinta

15 5 0
                                    

Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Lantunan azan itu membangunkan Balqis dari dunia mimpi, benar-benar merdu. Balqis membuka matanya perlahan-lahan. Ia melihat ke arah sumber suara, lalu menatap sosok lelaki yang sedang berdiri di samping ranjangnya. Semalam Balqis memilih sahur lebih dulu karena terlalu kecapean akibat kegiatan di kampus. Makan malamnya itu sudah sekaligus sahur.

Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. 

Belum ingin beranjak dari tempat tidur Balqis kembali menutup matanya, lalu mendengar azan itu dengan saksama. Bukan hanya suara azan sang suami yang ia dengar, tetapi juga desiran hangat dari hatinya. Suara azan ini menenangkan segala keraguan di hatinya, menghibur rasa capeknya dan menghangatkan jiwa yang sempat dibuat gelisa.

"Kamu tidak salat?" Suara Gus Afdhal menyadarkannya.

Ternyata azannya sudah selesai. Balqis membuka matanya dan berkata. "Saya pikir Gus Afdhal tidak akan mengumandakan azan di depan saya."

Gus Afdhal tersenyum pada Balqis. Ia tidak pernah melupakan permintaannya, waktu itu dia hanya ingin bercanda dengan Balqis.  Barulah hari ini Gus Afdhal mengabulkan keinginan gadis di depannya ini. Mengumandangkan azan bukanlah sesuatu yang sulit. Selain itu, ia berharap ini bisa menenangkan Balqis yang dari semalam seperti tak bisa tidur, entah apa yang dipirkannya.

"Saya tidak lupa dengan permintaanmu. Bangunlah, sudah waktunya salat Shubuh."

Balqis mengangguk. Kemudian ia pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Sembari menunggu Balqis, Gus Afdhal melaksanakan salat sunnah.

"Sudah siap?" tanya Gus Afdhal setelah selesai menjalankan salat sunnah.

Ia melihat Balqis yang hanya berdiri di sudut pintu Wc. 

"Gus tidak salat di masjid?" Balqis memberikan pertanyaan balik.

"Hari ini saya salat di rumah, berjamaah denganmu."

Deg!

Jantung Balqis kembali mengeluarkan desiran aneh yang begitu hangat.

Subuh ini Gus Afdhal memutuskan untuk salat di rumah, berjamaah dengan istrinya. Gus Afdhal pikir sudah sepantasnya mereka salat berjamaah. Bukan. Dari dulu dia memang tahu ini, tapi tidak pernah sekalipun untuk menjalankannya. Sudah lama dia sengaja mengabaikan hal-hal kecil seperti ini lantaran ia belum mencintai istrinya. Harusnya dia tetap menjalankan kewajibannya terlepas dari ada atau tidak adanya perasaannya pada Balqis.

"Ayo."

Dengan ragu Balqis mendekat. Ia membentang sajadahnya. Lalu mereka melaksanakan salat Subuh berjamaah.

Setiap ayat yang Gus Afdhal bacakan semakin membuat Balqis mengaguminya. Mungkinkah mimpi setelah ia selesai salat Istikharah itu adalah petunjuk bahwa orang yang ditakdirkan untuknya adalah Gus Afdhal ataukah itu hanya kebetulan. Sebab, ia hanya mendengar sekali lalu memimpikannya. Sayangnya tak ada yang tahu kehendak-Nya, bahkan ia juga masih merasa ini kebetulan.

Gus Afdhal pun selesai membacakan doa wirid salat. Ia menjulurkan tangannya pada Balqis dengan ragu, cukup lama ia menunggu Balqis meraih uluran tangannya hingga akhirnya diraih jua.

"Kenapa lama sekali kamu meraih tangan saya?"

"Saya bingung Gus."

"Bingung kenapa?"

"Saya bingung dengan sikap Gus hari ini."

Gus Afdhal mengerut keningnya. "Kenapa dengan sikap saya hari ini?"

"Gus tidak seperti biasanya. Gus tidak pernah salat di rumah, kita tidak pernah salat berjamaah. Lalu tiba-tiba hari ini Gus melaksanakan salat di rumah, berjamaah dengan saya. Kemudian Gus mengulurkan tangan Gus, sesuatu yang tidak pernah Gus lakukan sebelumnya." Balqis menunduk, memilih melihat ujung mukenanya dari pada wajah Gus Afdhal. "Jadi, saya merasa aneh. Saya merasa sedikit tidak terbiasa dengan sikap Gus yang kaya gini."

Cinta di Penghujung Ramadhan (Revisi)Where stories live. Discover now