Part 12 : Senjata Makan Balqis

18 5 0
                                    

Saat tengah asyik menulis jurnalnya, Balqis mendengar azan Ashar.

Suara azan itu begitu familiar, suara itu seperti suara orang yang aku kagumi diam-diam. Merdu dan lembut.

"Masya Allah."

Balqis lalu berlari ke luar kamar.

"Eh, kenapa lari-lari, Nak?" tanya Pak Kiyai.

"Itu Abah, Balqis hanya pengen dengar suara azan itu lebih dekat."

Pak Kiyai tersenyum. "Begitu ingin sekali mendengar suara azan suamimu sampai lari ke depan."

Balqis mengerut keningnya. "Suami?"

Pak Kiyai mengangguk. "Itu yang azan adalah suamimu, Afdhal."

Tiba-tiba jantungnya berdetak. "I-itu suara azan Gus Afdhal, Abah?" Pak Kiyai mengangguk.

"Loh, kamu belum pernah dengar suara azannya Afdhal?" tanya Bu Nyai yang baru saja ikut bergabung.

"Iya, Ummi."

"Kalian tidak pernah salat jamaah di rumah?" tanya Pak Kiyai.

"B-bukan begitu, Abah. Cuma selama ini Gus Afdhal belum pernah azan di depan Balqis," bohong Balqis.

Kenapa aku pake acara gagap, kalau ketahuan gimana.

"Oh. Itu suara azan Afdhal. Memang jarang sekali dia azan, hanya ketika muadzin tidak ada atau memintanya barulah dia azan. Kadang kalau disuruh juga dia tidak mau karena dia menghargai muadzin yang masih ada."

Jadi itu suara Gus Afdhal. Makanya suaranya itu hanya sekali saja yang aku dengar, atau mimpi itu juga karena dia pernah azan.

"Apa Gus Afdhal pernah azan di masjid rumah Balqis, Abah, Ummi?"

"Iya. Kalau Abah tidak salah ingat dua kali."

Deg!

Jika dua kali berarti benar aku pernah mendengarnya. Mungkin kali pertama saat aku pulang dari kampus dan kali kedua mungkin saat aku bermimpi laki-laki yang memaikai gamis putih itu. Mungkin juga terbawa mimpi gara-gara tidur sambil mendengar suara Gus Afdhal.

"Ya sudah. Kalau begitu Abah ke masjid dulu. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumssalam," jawab Bu Nyai dan Balqis bersamaan.

"Kita salat di rumah saja, ya," kata Bu Nyai dan Balqis mengangguk.

Tunggu! Jadi, selama ini suara yang aku kagumi adalah suara milik Gus Afdhal?

Usai salat Ashar, Balqis membantu Bu Nyai memasak.

"Ummi ini vla untuk apa?"

"Itu untuk salad buah, Nak. Kamu sudah pernah makan salad buah belum?"

Balqis menggeleng.

"Selama kuliah di jawa kamu belum pernah makan salad buah?"

"Belum, Ummi. Belum berani mencobanya juga takut tidak sesuai selera," ucapnya sambil terkekeh.

Bu Nyai memukul jidatnya. "Ya sudah, nanti kalau sudah berbuka baru dicoba saja." Bu Nyai memanggil Bi Ima untuk ambilkan beberapa buah di kulkas.

Beberapa saat kemudian suara beduk pun berbunyi.

"Balqis, tolong ambilkan saya minuman dingin," ucap Gus Afdhal.

"Iya, Gus." Balqis segera menuju kulkas dan tak lama kembali.

"Ada lagi, Gus?" tanya Balqis.

Gus Afdhal menggeleng. "Duduklah."

Balqis duduk sambil terus menatap Gus Afdhal yang membuat dia sedikit risih.

Cinta di Penghujung Ramadhan (Revisi)Where stories live. Discover now