Temu Tak Sengaja, Lagi

22 1 0
                                    

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatu. Maaf mencari siapa?"

"Mbak Nurhayati."

"Oh, saya sendiri. Ada apa, ya?"

"Maaf sebelumnya, saya menganggu aktivitas kalian ini. Ini, kami dari salah satu pengurus masjid Al-Hijr. Nama saya Hanif Hidayatullah, suami dari Nafisah kakak tingkatmu di kampus dulu. Salah satu Presiden Mahasiswa pada periodenya."

"Oh begitu, mohon maaf ini, ada maksud apa datang ke sini?"

Baik Nurhayati maupun Maudy merasa kebingungan akan kedatangan Hanif dan beberapa orang juga ikut serta dengannya. Ini kali pertama Nurhayati kedatangan tamu ke rumah singgahnya.

"Kami setiap sepekan sekali mengadakan agenda berbagi kepada anak-anak yang membutuhkan. Berhubung istri memberitahu kamu memiliki anak-anak asuh, saya berpikir untuk berbagi kepada mereka. Kami sudah menyiapkan makanan, baju dan buku-buku bacaan untuk mereka belajar."

"Alhamdulillah, ternyata masih banyak yang memerdulikan anak-anak seperti mereka. Anak-anak, ayo salam kepada Kak Hanif. Mereka ingin membagikan sebagian rezekinya untuk kalian."

"Alhamdulillah," seru anak-anak sambil berhamburan menyalami lima orang lelaki diantaranya Hanif.

"Oh ya, sebentar ya, barang-barangnya sedang dibawa oleh dua orang rekan kami yang lainnya."

Tidak lama kemudian, dua orang lelaki yang tingginya tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama memakai baju koko, yang satu berwarna merah dan yang lainya berwarna ungu.

"Nah barangnya sudah sampai, ayo anak-anak ambil. Jangan berebut ya, semuanya kebagian. Masya Allah, mereka terlihat bahagia sekali," ujar seorang lelaki yang memakai baju ungu.

"Jangan lupa ucapkanlah terimakasih kepada kakak-kakanya," pinta Maudy kepada anak-anak.

"Lho, Mbak Nurhayati?" ujar lelaki yang memakai baju ungu itu.

Nurhayati juga tidak kalah terkejutnya saat melihat seorang lelaki yang berdiri di hadapannya, lelaki itu tak lain adalah Furqon.

"Masya Allah, saya tidak tahu Mbak adalah pengurus tempat ini."

"Iya alhamdulillah, insya Allah. Ini adalah ladang dakwah saya, selain menyelamatkan mereka dari kebodohan. Saya menitipkan pesan moral dari para pendahulu kita, para Nabi Allah dan sahabatnya. Insya Allah, dengan ini saya bisa menyelematkan mereka dari tipudaya syaitan yang hendak menyesatkan manusia agar tidak berada pada jalan yang diridhoi Allah."

"Subhanallah, maa akroma qolbuki, ya ukhti."

"Oh, kalian sudah saling mengenal rupanya," ujar Hanif.

"Tidak begitu, tadi siang Mbak Nurhayati ini menolong Ibu saya dari perampok dan mengantarnya pulang."

"Oh begitu, tapi.. rupanya kalian cocok juga. Sama-sama memiliki akhlak yang mulia dan insya Allah saling menjaga dalam lindungan cinta-Nya Allah, kalian sama-sama belum menikah kan?"

Furqon dan Nurhayati saling beradu padang, kemudian menundukan pandangan mereka. Tidak pernah terbesit dalam benak keduanya bahwa mereka akan menjalin hubungan lebih jauh. Apalagi keduanya baru saja bertemu hari ini, meski hal itu tidak ada yang mustahil terjadi.

"Ehmm," Kelima lelaki dan juga Maudy berdehem.

"Astaghfirullah, a'udzubillahimina syaithanirrajim," ujar Furqon dan Nurhayati, keduanya berucap hampir bersamaan.

"Dapat rezeki kok, istighfar?"

Salah seorang teman Furqon bernama Fathir berbisik sambil menyenggol bahu Furqon. Sudah cukup ibunya di rumah mendesak dirinya agar bisa menjalin hubungan serius dengan Nurhayati, kini teman-teman satu kajiannya ikut menjadi mak comblang juga. Keduanya tidak memberikan tanggapan kecuali hanya tersenyum simpul.

BELENGGU CINTA NURHAYATI (end)Where stories live. Discover now