Akhir yang Menyakitkan (last end)

132 5 0
                                    

"Semua membutuhkan waktu, berikan sedikit waktu agar suamimu bisa beradaptasi dengan keadaan. Ia perlu waktu untuk merimamu sebagai istrinya."

Tiba-tiba terdengar suara Nurhayati yang datang menghampirinya. Tentu saja hal itu membuat Hanum terkejut seraya menghapus air matanya.

"Mbak, mbak Nur!!" serunya, ia terkejut melihat Nurhayati dihadapannya. Segera ia hapus derai air mata yang membasahi pipinya.

"Hapus airmatamu, karena kelak ia akan menjadi milikmu seutuhnya," ucap Nurhayati sambil berlalu meninggalkan kamar Hanum.

Hanum mengejarnya, Nurhayati duduk di teras depan sambil membaca buku. Kondisinya terlihat lebih baik, meski wajahnya masih pucat.

"Mbak, pesan mas Furqon agar mbak makan. Biar saya masakan untuk Mbak."

"Saya tidak lapar, nanti kalau saya lapar pasti masak sendiri. Yang sakit hati saya, bukan badan saya. Kerjakan saja apa yang bisa kamu kerjakan di rumah ini, tapi jangan ganggu saya."

Meskipun kecewa tawaran bantuan darinya ditolak, Hanum pamit meninggalkanya. Dia hanya berharap suatu hari Nurhayati akan menerimanya dan bekerja sama menjadi istri Furqon. Bukan saling diam seperti saat ini

***

Siang itu, jam menunjukkan pukul setengah dua belas, Furqon memarkirkan mobil di bagasi rumahnya. Ia pulang lebih awal untuk melihat kondisi Nurhayati, dan lagi ia tidak membawa bekal makan siang. Jadi, ia memilih pulang dan makan siang di rumah. Saat memasuki rumah, ia dapati Hanum di ruang tengah sedang membaca buku sambil menyalakan televisi.

"Hanum, di mana Nurhayati?"

"Di kamar, Mas."

"Apakah Nur sudah makan?"

"Sepertinya belum, saya sudah coba tawarkan makan. Mbak Nur mengatakan akan masak sendiri jika lapar."

Furqon lalu mengambil makanan dan membawanya ke kamar Nurhayati. Dia tahu Nurhayati masih marah padanya, tetapi Furqon tidak akan menyerah untuk membujuk istrinya.

"Nur, makan ya, aku bawakan makan untukmu," pinta Furqon saat membuka kamar.

"Aku tidak lapar, bawalah kembali!" ujar Nurhayati acuh.

"Kamu belum makan sejak pulang dari rumah sakit kemarin."

"Apa kamu dengar aku, Bang? Aku tidak lapar."

"Sekali ini saja, kumohon jangan menolak."

"Apa ini caramu memperlakukan perempuan? aku sudah katakan tidak mau. Jangan paksa aku melakukan yang tidak kuinginkan."

"Nur, aku tidak melakukan apapun, aku hanya ingin kamu makan."

Nurhayati mengambil makanan itu lantas melemparkannya tepat di hadapan Furqon. Hal itu cukup membuat Furqon kesal padanya. Nurhayati tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya, tetapi hari ini dia seperti melihat iblis berwajah kekasihnya.

"Nur, aku... arghh!" Furqon menahan kekesalan.

"Apa ini caramu bersikap pada suamimu? Mana Nurhayati yang pernah kupuja dan kuanggap dia adalah wanita yang sempurna, bahkan aku tidak pernah melihat wajahnya selain senyuman?"

"Kamu pikir apa? Akupun tidak menemukan Furqon yang sama ketika pertama kali melamarku dan berjanji takkan melukai hatiku. Mana janjimu itu?"

Furqon terdiam, dia mulai menatap Nurhayati dan berjalan mendekat ke arahnya. Ditatapnya kedua mata Nurhayati dan perlahan tangannya menyentuh wajah istrinya.

"Aku mencintaimu, bahkan sedikit pun tidak pernah terlintas dalam benakku untuk menyakitimu. Jika karena itu aku menyakitimu, tolong maafkan aku. Berikan aku kesempatan kedua, aku berjanji tidak akan menyakitimu lagi. Tapi tolong, jangan meminta aku untuk melepasakan Hanum dari ikatan ini. Aku mengambil perjajian yang berat di hadapan Allah saat membacakan ijab kabul. Dan aku harus bertanggung jawab atas apa yang telah aku janjikan."

BELENGGU CINTA NURHAYATI (end)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora