Kesederhanaan Menumbuhkan Cinta

18 3 0
                                    

Keesokan harinya, langit masih gelap belum tampak matahari. Setelah selesai shalat subuh, Nurhayati langsung ke dapur memasak makanan untuk sarapan pagi. Selain itu ia juga mencuci pakaian yang tertumpuk di belakang. Melihat istrinya sibuk bekerja di dapur, ia membatu menyapu rumah dan mengepel lantainya. Tidak lupa juga ia menyapu halaman rumah kotor dengan dedaunan yang berguguran dari atas pohon mangga di depan rumah. Ia juga menyirami bunga-bunga yang di tanam istrinya.

"Bang, kamu gak capek?" tegur Nurhayati dari dalam rumah.

"Tidak, ini juga sudah hampir selesai," jawab Furqon.

"Sudah, kita sarapan dulu. Kamu harus ke toko buku kan?"

"Iya sebentar," ucap Fuqon sambil membereskan sapu dan mencuci tangannya di keran halaman.

"Sebentar ya, aku ambil dulu air minum di dapur."

"Tidak-tidak, biar aku yang mengambilnya." ucap Furqon sambil berjalan ke dapur.

"Sayang kok, cucian bajumu banyak tidak memberitahuku?" tanya Furqon setelah kembali dari dapur.

"Iya, kemarin tidak sempat nyuci. Sudahlah, nanti akan aku selesaikan. Sekarang makanlah, aku sudah masak banyak hari ini biar sekalian untuk nanti siang sampai malam."

"Baik, selesai makan aku bantu."

Sejak pagi Furqon sudah membantu pekerjaan rumah, bahkan dia tidak mau sedikitpun membuat istrinya kelelahan. Dokter menjelaskan bahwa kandungan Nurhayati memang lemah, mengingat Nurhayati juga memiliki riwayat darah rendah. Untuk itu, Furqon mengupayakan segala hal agar istri dan anaknya selamat.

"Tidak perlu, kamu banyak bekerja pagi ini." Nurhayati menolak bantuan Furqon.

"Tapi sayang,"

"Sudah, makanlah! Tidak perlu khawatirkan masalah pekerjaan rumah. Kamu juga banyak pekerjaan di luar."

"Sayang, maafkan aku ya,"

"Untuk apa? Kamu selalu saja meminta maaf padahal tidak melakukan kesalahan."

"Kamu pasti lelah dengan pekerjan rumah, cucian sebanyak itu. Kalau ada rezeki, kita beli mesin cuci."

"Kamu tidak perlu meminta maaf, sudah menjadi tugasku membantumu. Kamu lelah harian mencari nafkah untuk kita, kalau hanya rumah berantakan lantas aku bereskan itu bukan sebuah masalah besar."

Sekali lagi, Furqon semakin bertambah kagum terhadap kesederhaan dan juga cinta kasih istrinya. Dia tidak banyak menuntut, tentu saja dia juga sangat sabar membantu pekerjaan yang sebenarnya bukan tugas utama seorang istri.

"Maaf ya, aku belum bisa memberikan lebih dari ini. Rumah kecil dan peralatan rumah tangga yang sederhana, dan kamu tetap sabar. Kamu meninggalkan kekayaan yang dimiliki demi hidup denganku, dan kamu ikhlas dengan itu."

"Kekayaan? Kamu bicara apa? Kami tidak memiliki sesuatu yang lebih baik darimu. Lagi pula kamu juga meninggalkan keluarga untuk hidup mandiri. Jadi, kita satu sama."

"Aku mau romantis, mau puji istrinya kok jadi diputar balik."

"Iya, baiklah. Oh iya, sayang, nanti akum au ke rumah singgah."

"Boleh saja, tapi hati-hati jangan terlalu capek. Jaga kandunganmu dan jangan lupa makan. Insyaallah nanti sore aku jemput."

***

Saat matahari senja terbenam di ufuk timur, kegelapan telah menyelimuti. Malam menyapa dengan sejuta keindahannya, langit nampak indah dengan kilauan bintang malam. Nurhayati masih sibuk dengan murajaah hapalannya sambil menunggu kepulangan sang suami. Selepas shalat maghrib, Nurhayati masih duduk di sejadah shalatnya. Seketika air matanya mengalir dan ia terisak tangis sampai menghentikan bacaannya, ayat yang sedang dimurajaah telah menghujam hatinya.

BELENGGU CINTA NURHAYATI (end)Where stories live. Discover now