Kepergian Sang Terkasih

24 2 0
                                    

Malam itu, tepat pada pukul delapan malam. Nurhayati dan Maudy baru sampai rumah setelah mengajar di rumah singgah. Rumah tampak ramai oleh kunjungan tetangga, rupanya Andi pingsan pada saat selesai shalat maghrib di masjid. Sementara, tak ada yang memberitahu keduanya tentang keadaan Andi.

"Bu, ada apa dengan Ayah?"

"Ayahmu terkena serangan jantung lagi, seperti biasa Nur."

"Maafkan Nur, Bu. Kenapa Ibu tidak menelpon tadi?"

"Ayahmu yang meminta agar tidak menghubungimu, katanya biarkan saja. Jangan ganggu Nurhayati yang sedang mengajar."

"Ayah, maafkan Nur, tolong maafkan Nur." Nurhayati bersimpuh di samping Andi.

Nurhayati menangis di sebelah ayahnya, dialah cinta pertamanya. Sosok lelaki yang berjuang dan mendukung dirinya dalam setiap langkah. Hal yang membuat Nurhayati sedih, di usianya yang sudah dua puluh lima tahun, bahkan Nurhayati belum bisa membahagiakannya. Sebab bagi Andi, kebahagiaan terbesarnya adalah melihat anak gadisnya menikah.

"Tidak Nur, Ayah baik-baik saja. Sakitnya sudah berkurang, jangan menangis. Nurhayati, anakku. Ayah sangat menyayangimu, Ayah harap kamu tetap akan menjadi Nurhayati bagi Ayah maupun ibumu.

"Ayah, jangan bicara apa pun. Kita akan bawa Ayah ke rumah sakit. Semua akan baik-baik saja. Kak Azzam sebentar lagi sampai."

"Tidak Nak, Ayah di rumah saja. Ayah sayang padamu, Azzam dan juga Maudy. Ayah sayang kalian, kalian anak-nak Ayah."

"Nur juga sayang Ayah, makanya Ayah jangan sakit. Kita akan periksakan kondisi Ayah di rumah sakit"

"Nak, jaga dirimu baik-baik. Semoga Allah berkenan segera mempertemukanmu dengan pendamping hidupmu yang sudah Allah janjikan padamu."

"Amin, Ayah harus segera sembuh. Nanti, pada saat Nur menikah Ayah ada di sana, melihat Nur berdampingan dengan seseorang lelaki yang akan mengambil alih tanggung jawab Ayah. Nur hanya mau Ayah sebagai wali nikah."

"Mungkin kalau Ayah tidak bisa menjadi walimu lagi, kakakmu Azzam yang akan menggantikan."

Nurhayati terperangah mendergar pernyataan ayahnya. Bagaiamana bisa sang saya mengatakan hal itu, sementara dia ada di sana saat ini. Nurhayati coba tepis bayangan buruknya, dia tidak berharap hal buruk terjadi kepada sang ayah.

"Tidak Ayah, kenapa Ayah berbicara seperti itu?"

"Ayah merasa, malaikat maut di sini mengitari Ayah dan akan segera membawa Ayah pergi. Maafkan Ayah, karena belum menjadi orang tua yang terbaik untuk kalian. Untukmu, untuk Azzam dan Maudy. Kemarilah Nak! kalian adalah harta Ayah yang paling berharga."

Azzam yang baru saja sampai, terkejut mendengar sang ayah memanggil namanya. Ketiganya bersimpuh di hadapan Andi. Dengan deraian air mata, Azzam berucap.

"Ayah, Ayah harus sembuh. Kita akan berikan pengobatan yang terbaik untuk kesembuhan Ayah," ucap Azzam dengan air mata yang tertahan.

"Tidak perlu Nak, simpan uangmu itu untuk membesarkan anakmu dan menafkahi istrimu. Mereka lebih membutuhkan itu daripada Ayah, sebab Ayah sudah sehat sekarang."

"Ayah, kami akan melakukan apa pun untuk kesembuhan Ayah," ucap Maudy dengan deraian air mata yang membajiri pipinya.

Maudy memang bukan darah daging Andi, tetapi lelaki itu telah menyelamatkan dirinya dari kecelakaan maut yang menimpa kedua orangnya saat itu. Tahun-tahun yang pernah dia lewati bersama keluarga Andi merupakan tahun terbaik bagi Maudy. Sama halnya seperti Andi, tentu saja Maudy juga menganggap Andi sebagai ayahnya.

"Nak, Ayah sangat mencintai kalian. Tolong maafkan segala kesalahan Ayah, semoga Allah melimpahkan kebahagian pada kalian. Ibu," panggil Andi seraya mencoba meraih tangan istrinya.

BELENGGU CINTA NURHAYATI (end)Where stories live. Discover now