Kedatangan Malaikat Kecil

21 0 0
                                    

Mereka berkata, "Wahai Muhammad, Kesinilah! Kami mau menyembah apa yang engkau sembah, dan engkau juga harus menyembah apa yang kami sembah, sehingga kita bisa saling bersekutu dalam masalah ini. Jika apa yang engkau sembah ternyata lebih baik dari apa yang kami sembah, maka kami boleh melepas apa yang seharusnya mejadi bagian kami, dan jika apa yang kami sembah ternyata lebih baik dari apa yang engkau sembah, maka engkau harus melepas bagianmu." Lalu Allah menurunkan surah Al-Kafirun.

Dengan lantang, Nurhayati membacakan surat Al-Kafirun dengan tartil. Siang itu, selepas mengisi kelas di sekolah Nurhayati segera pergi rumah singgah dijemput oleh Maudy. Sedangkan Furqon tidak masuk sekolah, karena ada urusan di kantor ayahnya.

"Nah, sampai di sini dulu ceritanya. Kak Nur akan lanjutkan besok siang, sekarang kalian harus bersiap untuk shalat dzuhur."

"Nur, sepertinya kamu sedang tidak fokus. Ada apa?"

"Tidak apa-apa, hanya saja kepala aku sedikit pusing dan perutku pun mual."

"Kalau begitu, kamu pulang saja. Biar aku telepon Kak Furqon."

"Tidak perlu, aku akan pulang sendiri."

Nurhayati menolak bantuan dari Maudy, dia bersikeras akan pulang sendiri. Dia memang sedang tidak sehat, tetapi tidak mau merepotkan temannya. Namun, Maudy tetap memastikan Nurhayati pulang dengan aman.

"Naik apa? Kamu tidak membawa motor."

"Assalamu'alaikum." Suara seorang laki-laki dari bilik surau.

"Abang, kok ke sini?" ujar Nurhayati terkejut dengan kedatangan Furqon ke rumah singgah.

"Iya, tadi pulang ke rumah kamu tidak di sana. Jadi, aku memutuskan menjemputmu di sini," jawab Furqon seraya menghampiri istrinya.

"Kamu tidak ke toko?"

"Baru saja aku pulang, aku ke kantor tadi pagi."

"Nah, kebetulan Kak Furqon datang. Sekarang pulanglah! Nurhayati sedang tidak badan. Akan lebih baik jika segera pulang dan istirahat."

Furqon mengalihkan pandangan ke arah istrinya. Nurhayati bahkan tidak mengatakan hal apapun padanya, hal itu cukup membuat sang suami khawatir. Dari raut wajah Nurhayati, terlihat dia sedikit lemas dan pucat.

"Sakit? Sakit apa?"

"Maudy, aku tidak apa-apa. Jangan berlebihan begitu, semua akan baik-baik saja."

"Kamu sakit apa sayang? Kenapa tidak bicara denganku?" tanya Furqon lagi.

"Tidak, hanya sedikit pusing dan mual saja. Mungkin asam lambungku naik, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, jangan khawatir."

"Itu namanya sakit juga sayang, baik sedikit maupun banyak."

Furqon tidak ingin terjadi sesuatu kepada istrinya. Sehingga, dia tampak sangat khawatir mendengar Nurhayati sakit. Sementara itu, melihat kemesraan antara pasangan suami istri ini membuat Maudy jengah. Ya, maklum saja dia belum memiliki pasangan.

"Ah, sudahlah jangan mesra-mesraan di sini. Lebih baik kalian pulang, di rumah kalian bebas mau melakukan apa saja."

"Ciee yang baper."

"Bisa saja."

"Makanya, kamu segera menikah agar ada yang memberikan perhatian juga."

Maudy memalingkan wajahnya, dia sangat sebal terus didesak Nurhayati agar segera menikah. Maudy masih belum siap menjalankan rumah tangga, banyak ketakutan dalam dirinya yang tidak bisa dipahami oleh orang lain.

Tidak ingin memperkeruh keadaan, Furqon dan Nurhayati akhirnya izin pulang. Maudy mempersilakan mereka pulang lebih awal, sementara dirinya masih menyelesaikan beberapa kegiatan dengan anak-anak. Keduanya pun pamit, tidak lupa Nurhayati meminta maaf kepada Maudy tidak bisa menemaninya di rumah singgah.

BELENGGU CINTA NURHAYATI (end)Where stories live. Discover now