Awal Dakwah Rasulullah

12 1 0
                                    

"Fahmi, astaghfirullah aku hanya bermimpi. Mimpi itu benar-benar seperti nyata, apa ini artinya aku memang harus menerima Fahmi? Ah sudahlah."

Maudy kemudian mengambil air wudhu, jam menunjukkan pukul tiga dini hari dia harus segera qiamullail sebelum datang waktu subuh. Namun bayang-bayang mimpi itu menghantuinya, mengganggu kekhusuan sholatnya.

***

"Nah, Kak Nur selesaikan ceritanya sampai di sini dulu ya, nanti sore insyaallah Kakak akan menyabung ceritanya," ujar Nurhayati mengakhiri ceritanya bersama anak-anak.

"Baik Kak," jawab anak-anak serentak.

"Nur, aku ingin berbicara serius denganmu," ujar Maudy segera menghampiri Nurhayati.

Hari ini sekolah sedang libur, sehingga mereka bisa datang mengunjungi anak-anak lebih pagi. Selepas mimpi semalam, Maudy merasa sangat gelisah dan bimbang. Sehingga, dia memutuskan untuk membicakan ini dengan Nurhayati. Lebih tepatnya, usai melaksanakan sholat malam dan berdzikir selepas subuh tadi, Maudy merasakan ketenangan dan siap untuk mengambil keputusan.

"Ya, ada apa Maudy?"

"Mungkin sekarang sudah saatnya, tentang Fahmi."

"Ada apa dengan Kak Fahmi?"

"Bismillah, inysa Allah aku mau menerimanya. Semoga ini pilihan serta keputusan terbaik. Aku sudah pertimbangkan ini matang-matang."

"Alhamdulillah, Masyaallah ini kabar yang mengejutkan sekaligus membahagiakan. Aku akan menyampaikan ini pada Bang Furqon, insyaallah ia imam yang baik untukmu."

"Aamiin, mimpiku semalam yang telah memutuskan semua ini."

Nurhayati tersenyum, tanpa diminta kemudian Maudy menceritakan perjalanan spiritualnya semalam. Tak ada yang bisa dikatakan Nurhayati kepada Maudy, dia hanya bisa memberikan doa dan memohon hal baik untuk keputusan saudarinya ini.

***

Nurhayati hari ini pulang lebih awal dari sebelumnya, dia harus mengurusi pernikahan Maudy di rumah Azzam. Ia begitu sangat bahagia dan semangat mempersiapkan semua itu. Tentu saja, ia begitu bahagia bisa mendampingi Maudy di hari bahagianya, hari bersejarah yang menjadi impian semua orang.

Dia juga meminta Furqon agar tidak datang ke rumah singgah untuk menjemputnya. Sebab Nurhayati pulang bersama Maudy ke rumah Azzam. Mereka tidak lagi tinggal di rumah mendiang kedua orang tuanya, Azzam dan Nurhayati sepakat untuk menjual rumah itu dan mewakafkan sebagian uangnya atas nama kedua orang tua.

"Assalamu'aikum, Bang," sapa Nurhayati seraya membuka pintu rumah.

Furqon ternyata ada di ruang tengah sambil membaca buku dan menyelesaikan beberapa pekerjaan. Dia tidak pergi ke toko, sebab masih banyak urusan sekolah yang harus diselesaikan. Meskipun tidak masuk, dia tetap melakukan pekerjaan di rumah.

"Wa'alaikum salam. Lho, kok tidak mengabari akan pulang lebih cepat?" tanya Furqon kemudian usai menjawab salam.

"Nur pikir Abang tidak pulang secepat ini pula. Katanya tadi mau ke toko, tapi masih di rumah."

"Hmm, iya sayang gak jadi pergi. Aku ada kerjaan, ini sudah mulai pendaftaran masuk perguruan tinggi. Jadi, aku harus cek beberapa berkas untuk disiapkan anak-anak."

"Oh, begitu. Baiklah, jangan terlalu sibuk kerja. Abang juga perlu banyak istirahat, kita akan sangat sibuk beberapa bulan ke depan."

Furqon memerhatikan istrinya yang tampak sumringah sepulang dari rumah Azzam, "Wajahmu terlihat bahagia, ada apa? Ayo cerita padaku!" pinta Furqon.

BELENGGU CINTA NURHAYATI (end)Where stories live. Discover now