J | CH-00

25.2K 1.6K 97
                                    

Jionathan world🌍

•••

Seorang laki-laki menggendong seorang anak berusia sekitar satu tahun. Bayi digendongan lelaki itu tertawa kecil, memasukkan jarinya kedalam mulut, dan sesekali memukul angin.

Bayi itu tampak gembul dan terawat.


Namun, si kecil tidak akan tau apa yang sudah direncanakan sang ayah. Yang ada dipikiran bayi itu, ia tengah diajak jalan-jalan oleh ayah kandungnya.

"Saya titip anak saya," Ucapnya sambil meletakkan anaknya didalam gerobak sayur milik pria paruh baya yang tidak ia kenal. Namun, pria itu sudah mencari tau terlebih dahulu tentang penjual sayur tersebut.

Pria paruh baya itu menatap bayi dan si ayah bergantian. "Emang bapak kenal saya?"

"Saya yakin anda orang baik-baik."

"Bapak membuang anak kandung sendiri? Pada saya? Saya orang nggak mampu, pak."

Melirik jam yang melingkar ditangannya. "Suatu saat pasti saya kembali, mengambil anak saya lagi. Tapi itu entah kapan."

"Orang aneh," Hina Hermawan. "Cepetan ambil lagi anaknya! Saya mau jual sayur lagi."

Bukannya mengambil bayinya lagi, pria berkemeja biru itu menatap sekilas pada si bayi yang tengah bertepuk tangan sambil tertawa riang, menampilkan giginya yang baru saja tumbuh.

"Namanya Jio," Setelah mengatakan hal itu, pria yang berstatus ayah dari bayi bernama Jio tersebut langsung berlari meninggalkan anaknya didalam gerobak Hermawan. Memasuki mobilnya cepat dan langsung menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Jio yang melihat ayahnya pergi pun langsung tertawa, Jio pikir, ayahnya itu tengah bersembunyi dan akan mengejutkan dia. Seperti biasanya.

"Papa."

"ORANG GILA!" Hermawan berteriak kesetanan. Tak habis pikir dengan jalan pikiran dari si ayah bayi bernama Jio ini.

Jio yang mendengar teriakan pun langsung menangis kencang, terkejut. Kaki pendeknya menghentak mengenai sayur.

"Astaga," Memijat pelipisnya. "Ayah kamu itu ODGJ ya, nak?"

Mau tak mau, karena tangisan Jio yang tak kunjung berhenti, Hermawan mengangkat tubuh gempal itu kegendongannya. Kulitnya bersih, terlihat sekali jika Jio itu anak yang terawat.

Namun, apa alasan ayah Jio tiba-tiba meletakkan Jio digerobaknya?

Hermawan menimang bayi itu. "Kamu laper?"

Hermawan adalah pria sebatang kara. Istrinya meninggal tiga tahun lalu dan ia tak memiliki anak.

Sebenarnya kehadiran Jio ini patut Hermawan syukuri, karena Jio, Hermawan memiliki teman hidup mulai sekarang. Dan, beberapa tahun kedepan.

Hermawan mengambil kain panjang lusuh didalam gerobaknya, lalu melilitkannya ditubuh Jio dan tubuhnya.

Setelah merasa Jio tidak akan terjatuh, Hermawan kembali menggeret gerobaknya kearah warung.

Berniat membeli botol, teh, dan juga gula untuk Jio. Jika membelikan Jio susu, Hermawan merasa tak akan mampu. Ayah Jio juga tidak memberinya uang, atau susu yang masih dalam kotak.

***

"Kamu boleh ambil adek kamu pas kamu udah sukses nanti. Sekarang fokus kuliah dulu."

Pemuda berusia sembilan belas tahun itu menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari ramainya jalan raya. "Aku benci sama papa."

"Ya ... Papa tau."

"Pemikiran goblok."

Menghela nafas. "Terserah apa kata kamu, bang. Papa nggak mau denger kata gagal dari kamu. Dengan suksesnya kamu dimasa depan, kamu boleh ambil Jio lagi. Hanya beberapa tahun, kan?"

Yang lebih muda tak membalas. Kedua tangannya terkepal erat. Merasa tak terima atas perlakuan papa kepada adik bungsunya.

Entah karena membenci atau alasan lain. Perlakuan papa kepada adik bungsunya memanglah berbeda.

Mulai hari ini, ia berjanji akan berusaha keras agar dimasa depan, ia dapat menghidupi adiknya dengan layak tanpa ayahnya.

Itu janjinya dihari ini. Dan akan ia tepati dimasa depan.

***

Hermawan memarkirkan gerobaknya didepan rumah kecil tempat tinggalnya. Tempat untuknya berteduh. Sendirian.

Sambil menepuk pantat Jio, Hermawan membawa langkah kakinya menuju dapur.

Jio sudah tak menangis lagi, kini, bayi gembul itu bekedip pelan menatap Hermawan.

Menunduk, lalu tersenyum. "Haus, ya?"

Dengan hati-hati Hermawan menyeduh teh, mencuci botol dot bekas pemberian ibu warung. Botol itu milik anaknya yang sudah besar. Jelas Hermawan tidak menolaknya, itu gratis. Uang yang harusnya dikeluarkan untuk membeli botol, bisa Hermawan simpan untuk membeli kebutuhan Jio yang lain.

Setelah memastikan tehnya tidak terlalu panas, Hermawan memasukkan nipple buatan manusia itu kedalam mulut Jio.

Jio yang memang tengah kehausan pun langsung menyedotnya rakus.

Sambil menimang Jio dengan kain gendongan lusuhnya, Hermawan berkata. "Sebenernya kamu beban buat saya. Yang harusnya saya hidup adem ayem dimasa tua, malah ngurusin anak kecil kayak kamu. Tapi, gapapa. Saya jadi ada temennya buat menghabiskan sisa nafas saya."

J1 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang