J | CH-02

12.1K 1.1K 43
                                    

Tiga tahun berlalu dengan sangat cepat menurut Hermawan. Tubuh yang dulu kuat untuk bekerja mencari nafkah kini sedikit menurun karena faktor usia.

Meskipun tubuhnya sudah tak sekuat dulu, Hermawan tetap mencari nafkah untuk Jio. Anak yang dulu tiba-tiba diletakkan digerobaknya oleh sang ayah kandung, kini sudah menginjak usia empat tahun.

Saat ini Hermawan sudah ada teman mengobrol.

Karena Hermawan tidak tau hari dan tanggal ulang tahun Jio, Hermawan hanya menghitung setiap tahunnya. Yang terpenting, setiap tahunnya umur Jio bertambah satu, dah, seperti itu saja menghitungnya.

"Aku mau pakai baju yang bagus, ayah," Ucap anak berusia empat tahun itu sembari menatap yang lebih tua.

Hermawan tersenyum, meletakkan plastik es teh disamping kakinya lalu mengusap rambut Jio. Rambut panjang yang tidak pernah Hermawan potong semenjak Jio dititipkan.

Kini, keduanya duduk berehat didepan warung kecil.

"Ini juga bagus, ada kotak-kotak warna warninya. Keren banget ini, orang lain nggak ada yang punya."

Jio menunduk, menatap tembelan dibajunya. "Tapi kan ini emang ada lubangnya."

"Ya itu! Orang lain mana punya baju berlubang. Berarti anak ayah spesial."

"Tapi maunya yang kayak Joni liat tadi, ada gambarnya gitu. Pengen pegang gambarnya."

"Nggak usah, ah. Jelek kalo pake itu, Joni lebih ganteng pake baju yang kayak gini."

Berkedip beberapa kali. "Kalo pake yang ada gambarnya jadi nggak ganteng lagi?"

"Iya. Gantengnya malah ilang, mau?"

Anak berusia empat tahun itu menggeleng tegas. Jangan, ketampanan paripurna miliknya jangan sampai hilang.

"Nah, nggak mau, kan? Makannya jangan pake baju bagus ... Pake ini aja."

"Iyadeh, aku nggak mau baju bagus. Nanti gantengnya ilang ... Iya, kan, ayah?"

"Betul!" Mengambil plastik es teh. "Es tehnya mau dihabisin ayah apa Joni?"

"Joniii," Jio langsung menyambar plastik es teh itu dari tangan Hermawan. Menyedotnya rakus hingga tandas, tak menyisakan untuk Hermawan barang setetes pun.

"Seger, ya?"

Mengangguk cepat. "Mau lagi."

"Enggak, udah. Katanya mau makan telur goreng."

"Telur mata sapi sama kecap!" Pekiknya sambil tersenyum. "Sama roti satu, boleh? Aku udah lama nggak makan roti, ayah. Satu, ya? Ya ayah ganteng? Boleh?"

Hermawan meraup wajah Jio ketika menampilkan mimik wajah sok imutnya dengan suara tawa yang terdengar.

"Beneran? Satu aja?"

"Iya, satu," Bibirnya mengerucut sembari mengangkat jari telunjuknya.

"Kalo ada rasa coklat sama keju––,"

"Joni mau duaaa."

Lagi, Hermawan tertawa dibuatnya. Pria berumur itu beranjak. "Ayo, kita pulang. Udah sore, nanti mandinya keburu dingin."

J1 [Completed]Where stories live. Discover now