J | CH-03

11.2K 1.1K 38
                                    

Kemanapun kaki Hermawan melangkah, Jio akan selalu membuntutinya dibelakang. Jio dan Hermawan sudah seperti sayur dan garam, saling melengkapi.

Hermawan membuka topi yang dikenakan, menampilkan rambutnya yang sudah sepenuhnya berubah warna menjadi putih.

Kepala Hermawan menoleh kearah Jio. "Heh! Jangan diambil, udah basi, nggak enak itu."

Jio yang berdiri dua meter dari tempat Hermawan pun langsung membuang bungkus roti kesembarang arah. Kemudian membawa langkahnya mendekati Hermawan.

"Rotinya besar, yah. Kalau dimakan pasti enak."

"Nggak enak."

"Enak! Aku lihat ada coklatnya banyak."

"Paling rasanya aneh, kalau digigit nggak seenak beli diwarung."

Alisnya berkerut. "Enak yang diwarung?"

"Ya jelas. Makannya nggak usah beli yang kayak gitu, nggak enak," Mengambil plastik yang menganggantung digerobak.

"Tapi aku mau makan itu."

Menuntun Jio agar duduk ditrotoar, lalu membuka kresek hitam berisi nasi goreng putih tanpa tambahan lain. "Mending makan ini, dijamin enak."

"Nasi goreeeng," Jio memekik senang hingga betepuk tangan. Membuka mulutnya lebar-lebar saat Hermawan mengarahkan satu sendok nasi kedalam mulutnya. Dari menu yang pernah Hermawan buat, yang paling Jio sukai adalah nasi gorengnya. Meskipun tak ada tambahan lain, atau, hanya bawang putih dan nasi saja, Jio merasa masakan itu sangat enak. Apalagi memakannya bersama Hermawan dipinggir jalan seperti ini.

"Nasi goreng ayah lebih enak."

"Ayah gini," Mempraktekkan dengan cara menampilkan seluruh giginya.

Hermawan menurut. Melakukan seperti apa yang Jio lakukan, alis Hermawan berkerut saat Jio tertawa sampai berguling ditrotoar.

"Bajunya kotor."

Mata yang menyipit karena tersenyum itu memandang Hermawan. "Ayah nggak ada giginya."

"Jadi, Joni ketawain ayah karena udah nggak punya gigi?"

Mengangguk semangat. "Iya. Ayah lucu nggak ada giginya, Joni masih punya banyak gigi," Menunjukkan deretan giginya kearah ayah.

"Besok juga sama aja, giginya ilang kayak ayah."

"Enggak! Aku kan rajin gosok gigi."

Hermawan kembali menyuapi Jio. "Joni mau jadi orang kaya nggak?"

Jio mengunyah makanan didalam mulutnya dengan kepala mendongak menatap langit, bertepatan sebuah pesawat tengah diudara.

"Joni mau jadi itu!" Telunjuk kecilnya menunjuk kearah langit dengan semangat, juga tersenyum lebar. "Itu, ayah, lihat!"

Kedua mata Hermawan menyipit, mencoba melihat apa yang Jio tunjuk. Namun, karena memang keadaan matanya sudah tidak sebaik dulu, Hermawan hanya dapat menyimpulkan kalau yang Jio tunjuk adalah pesawat. Memangnya, selain pesawat apalagi? Tidak mungkin kalau Jio menunjuk seekor burung dan mengatakan ingin menjadi seekor burung?

"Jadi pilot?"

Menggeleng. "Jadi itu."

"Itu namanya pesawat, yang nerbangin pilot. Joni mau jadi pilot?"

"Pilot?"

"Iya. Kayak kalo bis, angkot, yang nyupir namanya supir. Kalo pesawat, pilot."

"Aku mau jadi pilot, nanti Joni ajak ayah terbang tinggi, ya?"

J1 [Completed]Where stories live. Discover now