J | CH-15

11.6K 1.1K 23
                                    

Dengan setelan rumahannya, Gara berjalan menuju sofa. Dimana kedua adiknya sudah duduk berdampingan sembari menonton televisi.

"Bang! Masak Joa--," Telapak tangan Joa membekap mulut kakak keduanya. Matanya melotot penuh peringatan.

Yovan bergerak heboh. "Akh!" Dan menghirup udara dengan rakus. "Asin!"

"Ya sorry ... Abis ngupil."

Isi perut Yovan seperti akan keluar. Mual, dan jijik. "Jijik banget sih, Jo."

Tertua Dewangga hanya menggelengkan kepalanya. Memilih untuk duduk disamping Yovan, lalu meraih remot untuk mengganti saluran televisi.

Dari tayangan kartun, menjadi tayangan berita terbaru.

"Kok diganti sih, bang?" Joa protes. Selalu saja, Gara seenaknya mengganti tayangan televisi saat ia menonton. "Nggak asik banget."

Gara hanya diam. Matanya fokus menonton tayangan berita.

"Bang," Yovan beringsut semakin menempeli Gara. "Info terbaru bang, tadi dek Jio diusilin ijo lagi."

"Bang Yovan!"

Gara yang tadinya hanya diam dan fokus pada tayangan televisi, kini menoleh. Menatap Yovan. Baru menyadari jika mata Jio tadi memang sedikit bengkak.

"Berulah apalagi kamu, Jo," Nada tak mengenakkan dari Gara mampu membuat Joa merasa ketakutan. Joa berusaha sebisa mungkin untuk menghindari tatapan kakak sulungnya.

Bukannya merasa iba saat Joa ketakutan seperti sekarang, Yovan malah semakin menambah bensin didalam api yang mulai membara.

"Ditinggalin bang, dikejar Bu Sela sampe nangis histeris. Untung aja ada papa bang, kalo enggak?" Yovan menggeleng tak percaya. "Trauma dek Jio, bang. Emang parah si Joa, iya kan bang? Parah dia," Mendorong-dorong pundak Joa.

Menyebalkan! Batin Joa. Kakak keduanya ini memang senang sekali mengkambinghitamkan dirinya didepan Gara.

"Bener Jo?"

Joa adalah lelaki jantan, Joa pun sudah mantap jika harus menikah dengan Ralin pun Joa akan berlapang dada menerima takdirnya.

Jadi, Joa memutuskan untuk mengangkat wajahnya, menatap si kakak sulung yang tengah menatapnya tanpa ekspresi.

Menghembuskan nafasnya. "Aku tadi cuma ngajak beli cilok bang, cilok kesukaan aku itu."

Gara mengangkat satu alisnya. "Terus?"

"Ya ... Gitu. Pas mau pulang malah ada Bu Sela teriak-teriak anakku-anakku gitu. Ya aku takut. Takut dipeluk kayak dulu, jadi aku lari duluan, si bocah itu malah ketinggalan."

"Alah! Jangan percaya, bang," Sahut Yovan. "Itu disengaja, emang dasarnya aja ijo yang nakal."

Joa memang merasa kesal dengan mulut Yovan, tapi Joa lebih memilih untuk menatap Gara dengan tatapan meyakinkan. "Serius aku, bang. Nggak sengaja."

"Halah--,"

"ABANG," Deretan gigi kecilnya terlihat jelas, menandakan betapa lebarnya anak itu tersenyum. Kedua tangannya bergerak heboh diudara, meminta kakak tertuanya mengambil alih tubuhnya dari sang papa.

Gara tersenyum, beranjak dan mengambil alih tubuh Jionathan.

Sedangkan Jio, ia langsung memeluk erat tubuh Gara dan menyender manja didada kakaknya, sembari memasang ekspresi cemberut.

"Kangen," Ungkap si kecil.

Dengan tawa yang terdengar, Gara mendudukkan dirinya ditempat semula. Tangannya mengusap punggung Jio. "Abang juga kangen."

J1 [Completed]Where stories live. Discover now