5. Iblis Itu Berkata

11 3 0
                                    

Angin berhembus kencang bersama deras air hujan yang menghempaskan bunga-bunga. Keindahan itu sirna seketika, membuat Aire tercekat. Namun, perlahan badai itu berhenti, menyisakan rinai dingin menyentuh tubuh Aire.

"A— apa yang ingin kau katakan padaku, Shall?"

"Tak ada cara lain untukmu terbebas dari jerat perjanjian iblis. Pilihannya hanya membuat permen seumur hidup, atau berkhianat dengan cara mengirimku ke neraka."

Pria iblis dengan pakaian serba hitam itu menjentikkan jari. Aire terpejam kala mendengar suara jari yang saling bersentuhan di samping telinganya. Gelap.

Samar-samar, Aire melihat tangis kedua orang tuanya, juga kakek yang membawa ember berisi air dengan bunga sembilan warna. Pria tua itu berkomat-kamit membaca mantra, sebelum kemudian mencipratkan cairan itu ke tubuh Aire.

"Kalian memcemaskanku?" gumam Aire.

Ia coba menggerakkan tangan, tetapi tubuhnya seolah kaku. Rasa dingin yang dirasa sejak berada di tempat Shall masih terasa jelas. Tubuhnya basah oleh keringat dingin, bibirnya bergetar seolah ingin mengatakan sesuatu.

"Kalian keluarlah, aku akan melakukan ritual pemanggilan arwah," kata kakek pada Tuan dan Nyonya Hong.

Aire bisa mendengar suara mereka, juga tatapan cemas yang tergambar jelas di wajah kakek. Dalam hati, gadis itu berkali-kali meminta maaf karena telah melakukan perjanjian iblis.

"Aire, kakek tau rohmu telah kembali. Alasan dia mengembalikanmu ke dunia ini adalah ketakutannya untuk dilenyapkan. Maka dari itu, dia menggunakanmu sebagai tameng. Di mana kau menyembunyikan dia, Aire?"

Angin berhembus dari luar jendela, sedikit menyibak tirai putih yang semula menghalangi cahaya dari luar kamar. Kakek menoleh, merasakan hawa dari iblis itu.

Kakek menggunyurkan air itu pada tubuh Aire yang mendadak kejang. Kedua tangan gadis itu mengepal kuat, seolah ia benar-benar menantang untuk kembali ke dunia. Kakek menghembuskan napas lemah, alasan mengapa Aire ingin pergi telah terlihat jelas.

"Jadi saat itu kau membuka mata dan mengintip iblis laknat itu. Aire, kenapa kau selalu saja penasaran?"

Pria sepuh itu kembali merapalkan mantra. Ia tak bisa sepenuhnya menyalahkan Aire, mengingat sifat gadis itu yang selalu usil dan penuh rasa penasaran.
Tubuh Aire mulai tenang, gadis itu terlihat damai dalam tidurnya. Kakek terburu-buru keluar dari kamar. Di ruang tengah, Tuan dan Nyonya Hong menghampirinya dengan raut pucat pasi.

"Bagaimana dengan Aire, Kek? Apa dia selamat?" tanya Tuan Hong.

"Dia akan siuman sebentar lagi." Kakek mengambil beberapa langkah sebelum kembali menoleh saat Tuan Hong memanggilnya.

"Maaf atas kelakuan kami sebelumnya dan terimakasih telah menyelamatkan Aire."

Kakek tahu, gadis itu belum sepenuhnya selamat. Jika saja iblis itu tak menghilang dari dunia ilusi dan tidak mengirim Aire, kakek pasti bisa menangkap arwah yang bersembunyi di balik jiwa Aire itu.

****

"Hari kelahiran adalah hari di kematian. Umurmu semakin dekat dengan kematian, tetapi mengapa kau merayakannya, Aire? Aku tidak ingin ada pesta di rumahmu, tidak boleh merayakan hari kematian, karena kamu akan terus membuat permen untukku."

Aire mengerjap pelan. Genggaman hangat dari jemari lembut sang mama dapat di rasa dengan jelas. Tubuhnya tak sedingin tadi, tetapi basah kuyup oleh air ritual yang kakek guyur padanya.

Suara bisikan Shall seolah masih tertinggal. Aire mendengarnya dengan jelas, alasan mengapa ia diculik di hari ulang tahun.

"Permen," lirih Aire.

Don't Let Me Love You (End)Where stories live. Discover now