24. Bintang-bintang Yang Terlelap

2 1 0
                                    


"kendalikan dirimu, Shall!" bentak Aire.

Kini gadis itu mengerti, mengapa ia tak bisa mempertahankan Shall, dan mengapa mereka tak bisa saling menghindari satu sama lain.

Shall selalu mencoba mempertahankan kesabarannya dari jiwa iblis sepenuhnya yang coba mengusai dirinya. Demi rada sayangnya pada Aire, demi melindungi sosok itu dari monster yang bersemayam dalam tubuhnya.

"Shall sadarlah!"

Shall menggeram, sementara Aire kalang kabut. Pedang masih ada padanya, tapi tak sampai hati menggunakan benda itu meski ketakutan kembali mencengkram gadis itu.

Sekali tebasan saja, mungkin Shall akan menghilang karena pedang yang terlapisi keris bintang itu. Aire tak ingin melawan Gom sendirian, atau menjadi penghuni Gompo terkahir yang akan bernasib bunuh diri.

Aire menggeleng pelan. Ia tak akan pernah menggambil langkah menuju jurang kematian itu setelah bertemu dengan Shall.

"Kenapa aku tidak bertemu denganmu di masa hidupku? Mengapa kamu memiliki takdir lain? Mengapa takdir begitu rumit dan membuatku muak pada dunia."

Senyatanya pertanyaan yang selalu dicuapkan pria iblis itu untuk menyesatkan pikiran manusia, justru pertanyaan yang tak pernah bisa dijawabnya.

"Semua orang memiliki jalan mereka sendiri, kan, Shall. Takdir memang menyebalkan, jadi ayo kita hancurkan takdir yang bodoh ini bersama-sama."

Aire memegang erat pergelangan tangan Shall, sementara ia memegang pedang, memberikan benda itu pada si pemilik.

Persetan bahwa Aire dimanfaatkan oleh Shall, atau ia hanya dimanfaatkan agar pedang dengan lapisan keris bintang itu bisa menjadi milik si pria iblis. Aire hanya tau bahwa ia tak memiliki siapapun lagi selain Shall, ia tak memiliki kehidupan apapun lagi selain Shall.

Pria iblis dengan sayatan luka melewati mata kanan itu menggeleng kasar, mengusir dendam dan penyesalan dalam hatinya. Merelakan fakta bahwa ia dan Aire memang berbeda dunia dan takdir yang tak mungkin terhubung.

"Sebenarnya, aku tidak menggunakan rupamu untuk membunuh semua orang." Shall menangkup kedua belah pipi Aire, menatap tajam pada sosok perempuan yang tingginya sedikit lebih rendah. "Mungkin Gom menciptakan ilusi di desa ini, dia tau jika aku akan menghabisi seluruh warga."

"Kau benar. Dia pasti telah menguasai pikiran reporter dan polisi yang datang ke Gimpo."

Shall menggeleng. "Tidak. Jika orang-orang itu tidak mempercayai keberadaan iblis, tak mudah untuk membuat perjanjian dengan mereka, tak mudah mempengaruhi mereka. Dan mungkin saja, suatu hari nanti saat dunia sudah sangat berubah, keberadaan iblis tidak akan pernah disadari lagi."

Ingatan Aire melayang pada kakek yang kerap kali menjelaskan tentang iblis dan hal diluar nalar yang Aire tak pernah tau sebelumnya. Tentang iblis yang mencari tempat untung tinggal dalam dimensi lain.

Semakin jauh tempat itu dari jangkauan manusia, semakin besar dan kuat sosok yang menguasai itu lebih lama. Iblis pun bisa tersesat dan memanfaatkan manusia untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

"Shall, bisakah kamu menahan diri sampai kita mengalahkan Gom?"

Pria iblis itu mengangguk. "Aku akan berusaha. Tapi, bisakah kita tinggal bersama setelah itu? Aku akan membangun Eden lagi untukmu, menciptakan dunia di aman tidak ada rasa sakit dan derita."

Setetes air mata meleleh di pipi Aire, ia tak bisa menentang kalimat yang sedikit menghapus penyesalan dalam benak Shall. Namun, Aire mengangguk, setuju dengan apa yang pria iblis itu katakan. Toh, ia tak memiliki tujuan dan tempat hidup lagi.

Don't Let Me Love You (End)Where stories live. Discover now