23. Kembalinya Getaran Kebencian

1 2 0
                                    


Nafas tercekat, lelehan butiran bening nan hangat menuruni pipi. Sebisa mungkin ia menahan suara, menutup mulut dengan kedua telapak tangan.

Hatinya memanas setiap kali mengingat Shall yang telah mempermainkannya. Setelah menyatukan pedang iblis dengan keris bintang ia sama sekali belum melihat batang hidung sosok itu. Entah telah dihabisi Gom, atau memang meninggalkan Aire sendiri.

"Buka mata!" bentak sosok bertubuh gempal dengan kulit kecoklatan serta pakaian menyerupai viking di depan Aire.

Perlahan gadis itu membuka mata, menatap sekeliling di mana kini ia berada di balkon kamarnya. Sebuah tempat yang tak dikunjunginya dalam waktu lama. Sebuah tempat pertama pertemuannya dengan Shall.

"Jangan kira aku bodoh!"

Iblis itu menatap Aire dengan bola mata memerah, melotot sembari berjalan mendekati. Aire memekik ketakutan, sementara Gom mencengkeram rahang si gadis, seolah menegaskan apa yang bisa ia lakukan pada Aire.

"Katakan di mana Shall! Aku merasakan energi pria iblis itu di sini. Kenapa para pengecut hanya bisa kabur dan bersembunyi."

Aire menggeleng pelan. Tak pernah terlintas dalam pikiran untuk menjadi buronan polisi dan dituduh melakukan kejahatan yang sangat fatal. Apa salahnya bertahan hidup dengan bersembunyi seperti tikus? Aire hanya ingin bernafas lebih lama.

Tekad gadis itu telah menjadi bulat, untuk tidak bermain api dengan iblis. Apalagi Gom yang memiliki kekuatan lebih besar, tentu saja memiliki niat licik yang tak pernah Aire sadari.

Dengan seluruh keberanian yang terkumpul, Aire berlari meninggalkan balkon, menuju jendela kamar. Hati ragu, tak tau Shall masih akan muncul saat ia memanggil pria iblis itu, atau tetap memilih bersembunyi.

"Katakan!" bentak Gom.

Persetan dengan iblis itu, Aire hanya ingin menemui Shall dan mengatakan bahwa ia berhasil melakukan apa yang dikatakan pria iblis itu. Meski kebencian mendominasi hatinya, Aire tak bisa mengendalikan rasa yang menginginkan gadis itu.

Pada akhirnya, cepat atau lambat, Gom akan mengetahui tempat persembunyian Shall—yaitu jendela kamar Aire sebagai gerbang dunia nyata dan dunia ilusi.

Aire berbalik, menatap iblis yang berjalan kearahnya dengan wajah marah. Ia bersiul seperti biasa memanggil Shall. Angin dingin bertiup dari luar jendela, cukup kencang.

"Katakan di mana!" bentak Gom.

Angin dingin yang menerpa tubuh ramping Aire masihlah sama dengan yang selalu ia rasakan setiap berada di dekat Shall. Udara terasa dingin dengan kabut menyelimuti, tetapi entah bagaimana dekapan sosok itu dan setiap afeksi yang diberikan terasa hangat bagi Aire.

Gadis itu menjatuhkan diri dari jendela. Kali ini ia membuka mata, melihat bagaimana iblis dengan pakaian viking itu menggeram tak terima saat kabut hitam menyelimuti tubuhnya yang hampir membentur lantai.

"Jadi begitu caramu bersembunyi. Aku akan menangkap dan menghabisi kalian bersama-sama!"

***

Malam seolah menjadi lebih gelap. Udara terasa lebih dingin, dengan Aire yang hanya memakai pakaian pendek. Jika bukan karena mantel hitam tebal yang dikenakannya sekarang, mungkin gadis itu telah mati kedinginan.

Tak ada yang memulai pembicaraan. Baik Shall maupun Aire terdiam di tanah lapang yang membentang. Sesekali gadis itu menatap pedang Shall yang masih tersampir di pinggangnya. Sejak kemarin benda itu seolah berganti kepemilikan.

"Kenapa kau menyelamatkanku? Kenapa manik matamu tidak memerah bahkan jika kamu telah membalaskan dendam mu pada penduduk Gimpo, Shall?"

Tak ada jawaban, hanya terdengar hembusan nafas panjang dari sosok pria iblis yang duduk di samping dengan tangan di belakang tubuh Aire, menatap langit malam.

Don't Let Me Love You (End)Where stories live. Discover now