7. Permen Berbentuk Cinta

15 3 0
                                    


SEMUA berjalan seperti yang Aire inginkan. Kedua orang tuanya menjadi lebih perhatian dan sangat menyayangi dirinya. Papa datang ke kamarnya beberapa kali, sedangkan sang mama membawakan makan malam, lalu menyuapi dengan penuh kasih sayang.

Setelah mendengar cerita kakek, Aire menyadari betapa mengerikannya berurusan dengan iblis. Malam menjadi lebih sunyi, angin berhembus pelan dari luar jendela, menyapa wajah Aire yang memandang bulan di atas gelapnya langit malam. Ia menoleh ke bawah, di mana pria iblis itu telah menungguinya di bawah balkonnya. Shall mendongak, sementara Aire melambai.

Tanpa suara, Aire menyuarakan teriakan, "Tangkap aku," dengan gerak bibir yang mungkin hanya dimengerti Shall.

Tidak ada keraguan dalam tatapan dan tekad Aire yang melompat turun dari balkon kamarnya yang terletak di lantai dua. Gadis itu justru terkekeh saat Shall benar-benar menangkapnya, sementara bahan-bahan yang telah disiapkannya berjatuhan.

"Shall, bahannya!"

"Itu urusanmu."

Delapan warna telah terkumpul dalam paper bag yang dibawa Aire menuju tanah lapang sepi yang hanya di terangi obor. Terdapat dua meja yang saling berhadapan, lalu di masing-masing sisi terdapat sebuah tungku dan tumpukan bata dan kayu untuk melelehkan gula.

"Jadi gadis manja seperti kamu memiliki ikatan dengan iblis?" tanya Hara. "Cantik sejak awal, kata, dan memiliki keluarga bahagia. Apa yang perlu kau minta dari iblis?"

Aire tersenyum miring, tak menanggapi pertanyaan gadis itu. Seolah mengetahui segalanya tentang hidup Aire, padahal hanya melihat sampul luar yang diciptakan kedua orang tuanya.

Sebuah tunggul kayu di antara meja Aire dan Hara menjadi tempat duduk sang pangeran kegelapan yang menatap keduanya bergantian dengan tangan terlipat di depan dada.

"Waktu kalian sampai tengah malam, di mulai sejak kalian menginjakkan kaki di tanah ini."

"Hei, curang!" kesal Aire.

Melihat kelengkapan bahan-bahan Hara, buat Aire merengut kesal. Ia tau ada satu warna yang tidak ia miliki. Dengan penuh keyakinan ia mulai melelehkan gula dalam tungku, menjaga api agar tak terlalu besar. Namun, bekerja untuk iblis memang penuh kecurangan, sesekali sosok itu meniupkan angin yang membuat Aire dan Hara mengumpat.

"Apa aku masukan bubuk rumput laut ini juga?" gumam Aire sembari melirik Hara yang mulai mewarnai permennya dalam sebuah wadah kecil.

Aire tertinggal, gadis itu masih sibuk dengan gula di atas tungku dan bubuk rumput laut yang ia tuangkan perlahan. Sementara Shall memperhatikan sosok itu dengan penuh kekaguman—bagaimana Aire bisa sesantai itu padahal nyawa mereka dipertaruhkan?

"Hara sudah hampir selesai, apa kau tidak ingin cepat menyelesaikan permenmu?" tanya Shall dari belakang tubuh mungil Aire yang sibuk mengipas arang di bawah tungku dengan kedua tangan.

"Diam dan lihat saja, sesuatu yang enak harus dibuat dengan sepenuh hati!"

Shall berbalik, mendekati Hara yang tersenyum puas melihat hasil kerjanya yang hampir selesai. Aire baru mewarnai permen saat gadis saingannya mulai membentuk beberapa permen lagi.

Shall terkekeh, ia dapat merasakan debaran jantung Aire dan rasa gugup luar biasa dari gadis itu. Jemari lentik itu sedikit bergetar kala mengaduk lelehan gula, dan itu sungguh memuaskan bagi seorang pria iblis yang haus akan air mata keputusasaan.

"Kau tidak bisa membuatnya, Aire," bisik Shall.

"Bisa atau tidak, yang penting aku sudah bersenang-senang." Aire tersenyum lebar, lalu menjulurkan lidah pada Shall dan Hara.

Kekanak-kanakan. Gadis dengan surai coklat itu sama sekali tak perduli pada hidupnya, tetapi Shall dapat merasakan energi ketulusannya dalam membuat permen itu. Satu warna terbentuk, dua warna terbentuk, hingga delapan warna berhasil dibuat Aire. Gadis itu menatap Hara yang telah menyelesaikan permennya dengan wajah bangga.

"Apa aku akan menjadi lebih cantik saat aku berhasil menyenangkan kamu?" tanya Hara.

Manik mata Aire mengernyit, ia baru menyadari bahwa Hara adalah sosok yang tidak menonjol di sekolah, bahkan tak memiliki banyak teman. Namun, akhir-akhir ini semua berbalik saat gadis itu menjadi lebih cantik.

Sama seperti Aire, tak ada yang menyadari perubahannya kecuali Shall. Setiap perbedaan itu merasuk ke dalam jiwa, buat siapapun lalai akan siapa diri mereka dan hanya mengejar apa yang mereka inginkan dengan segala cara—termasuk memuja iblis.

"Shall," Aire setengah berbisik, mengibaskan tangan, beri isyarat pada Shall untuk mendekat padanya. "Kemari, ada yang ingin kukatakan, Shall."

Panggilan Aire bak sihir yang membelai rungu si pria Ibis. Semakin dekat. Aire berbisik sembari menunjuk ke arah Hara. Sedetik kemudian pria iblis itu menjauhkan tubuhnya dari Aire, menatap tajam dengan sorot kemarahan. Suasana mendadak sunyi—suara serangga malam yang semula mengusir keheningan sirna, bulan bersembunyi di balik awan seolah takut pada aura kegelapan Shall.

"Kau ingin mencuri sari buah delima milik Hara demi menepati janji? Aku memang iblis, tapi bukan perjanjian kita untuk melakukan kecuarangan selama pertarungan kalian."

"Tapi kamu sudah melakukan kecurangan berkali-kali, Shall," rengek Aire.

Hara tersenyum miring, ia tau tak ada kesempatan bagi Aire untuk memenangkan pertarungan ini, di tambah gadis itu hanya memiliki delapan warna dan bentuk permen. Dilihat dari mana pun permen buatan Hara memang lebih menarik. Dengan warna hampir bening, terdapat kelopak bunga dengan warna serasi dalam setiap permennya.

"Berikan tanganmu!"

Dengan sedikit bergetar Aire mengulurkan tangan. Dinginnya telapak tangan Shall buat gadis itu menatap heran, tak terasa hangat seperti sebelumnya, menandakan betapa buruk emosi pria iblis itu saat ini.

Setetes darah mengalir, kala kuku tajam pria iblis itu menyayat jari kelingking Aire. Cairan kental dengan aroma amis itu menetes tepat pada wadah kecil berisi permen yang belum diberikan warna.

"Aww, sakit. Bagaimana aku bisa membentuk permen." Tangis Aire pecah, gadis itu memegang kelingkingnya yang terus mengeluarkan darah segar. Sementara di seberang, Hara tersenyum puas melihat Aire.

"Sekarang kamu punya sembilan warna. Semua bahan harus berasal dari alam, dirimu juga berasal dari alam semesta, maka dari itu ... merah darah ini akan menjadi permen favoritku. Rasanya pasti luar biasa."

Shall berjalan menjauh dengan wajah congkak. Aire jatuh terduduk, meringis menahan sakit pada ujung jari kelingkingnya. Namun, ingatan tentang kedua orang tua dan momen yang ingin ia lakukan bersama buatnya melawan semua rasa sakit.

Gadis itu tersenyum pahit, mengambil lelehan gula dalam wadah yang kini berubah warna menjadi merah, lalu membentuk. Lingkaran matahari, bulan sabit, daun, bunga, awan, bintang, beruang, ikan. Delapan bentuk terselesaikan, sesekali Aire mengusap keringat di pelipis yang hampir menetes, juga menatap bulan di atas langit gelap—waktu mereka akan segera berakhir.

"Baiklah, aku akan menghitung satu sampai sepuluh dan kalian bisa mempersiapkan permen," ucap Shall memperingati. Seringai menghias wajah pria iblis yang berdiri di atas tunggul.

"Sial, bentuk apa lagi yang harus kubuat." Aire mengigit bibir sembari meremat permennya.

Shall mulai menghitung, Aire yakin akan ada kecurangan dalam hitungan, maka ia harus menciptakan bentuk apapun dan menyajikan permen buatannya.

"Tujuh ... sembilan." Aire tersenyum remeh, ia mulai hafal dengan permainan curang yang selalu dilakukan Shall. "Sepuluh. Aku datang."

Pria iblis itu berdiri di hadapan Aire, menatap intens pada permen terakhir yang dibuat gadis itu. Permen dengan warna merah dengan tektur kenyal dan taburan gula di bagian luar. Aneh.

"Bentuk apa ini? Kau sudah tau peraturannya bukan?"

"Tentu saja! Walaupun iblis mungkin tidak mengerti bentuk ini, tapi ini bentuk pemberian alam. Dan kau harus menerimanya!"

Shall memalingkan wajah, menatap Hara yang tersenyum cerah. "Hara, bentuk apa ini?" tanya pria iblis itu sembari menunjuk permen terakhir Aire.

"I—itu bentuk cinta."

Don't Let Me Love You (End)Where stories live. Discover now