02 • Nee... juffrouw

123 24 0
                                    

Sebab ia mendapat nilai sempurna dari Kile di ujian pertamanya, Lerajee justru sedikit menyesali keputusan sang ayah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebab ia mendapat nilai sempurna dari Kile di ujian pertamanya, Lerajee justru sedikit menyesali keputusan sang ayah. Lebih baik telinganya terbakar mendengar gunjingan tak berdasar yang dilontarkan untuknya dari anak-anak Eropa. Dibandingkan harus terjebak di rumahnya dengan seorang guru privat yang luar biasa galaknya.

Masalahnya ini berbeda dari para madam yang seringkali mengusirnya dari kelas. Bukan atas dasar benci, tapi mendisiplinkan anak pembuat onar seperti Lerajee. Rotan yang dibawanya tidak cukup panjang. Cukup untuk masuk ke dalam tasnya. Tapi jangan ditanyakan bagaimana betisnya memerah membekas karena tamparan rotan akibat satu kesalahannya.

"Mevrouw mengatakan jika kecantikan adalah segalanya. Tetapi anda meninggalkan cacat di betis sa-- aww!! Sakit!"

"Etika dasar juffrouw! Anda tidak boleh membantah akan sesuatu yang diakibatkan oleh kesalahan anda sendiri!"

"Maaf," cicit Lerajee pada akhirnya pasrah.

Sebetulnya tidak banyak. Hanya lima cambukan dari yang seharusnya lima belas cambukan. Karena Lerajee selalu memohon agar jumlah cambukan bisa berkurang. Tentu bersyarat. Dalam satu hari ia hanya bisa berbuat kesalahan sebanyak tiga kali. Melebihi dari itu ia akan dicambuk sebanyak lima belas kali sebelum wanita bernama Patricia itu meninggalkan kediaman Roell.

Patricia bangkit dari posisinya. Menatap pada betis Lerajee yang memerah. Kemudian mengambil kaleng kecil berisi salep. Mengoleskannya pada bagian betis Lerajee yang memerah.

"Mevrouw!"

Tidak ada jawaban. Wanita itu terlalu dingin dan Lerajee bosan. Setiap rabu mereka hanya akan belajar, kemudian di minggu selanjutnya mengulang ajaran minggu sebelumnya sebagai pengingat. Begitu terus entah sampai kapan. Mungkin sampai Kile merasa Lerajee cukup belajar.

"Setelah ini apa?"

"Hm, menurut anda? Tebaklah."

Lerajee membuang nafasnya.

Gadis itu menatap tongkat kayu sepanjang satu meter yang diacungkan oleh Patricia. Takut-takut jika yang akan dilakukan oleh Patricia jauh lebih gila dari sekedar lima belas cambukan. Tatapan Lerajee yang menunjukkan sorot penuh kengerian pada tongkat kayu itu, membuat Patricia tertawa. Wanita itu menarik tangan Leraje ke belakang, menyalipkan tongkat itu di lekukan siku Lerajee untuk menekan punggung gadis itu.

Kejadian itu tidak pernah luput dari pengawasan pengasuh Lerajee. Termasuk Nyai Koespatni yang duduk sembari menyulam di ruang tengah kediaman Roell.

Patricia menghormati Kile Roell, sebagaimana dulu pria itu dengan berbaik hati membawanya ke Hindia-Belanda. Kala Kile sendiri membutuhkan sebagian hartanya untuk hidup di tanah Pertiwi. Rupanya Kile mengesampingkan demi Patricia yang hanya sebatas rekan sekolahnya dulu.

Kemudian ketika Kile mengatakan ia butuh Patricia sebagai guru dari putri bungsunya. Patricia dengan senang hati menerima. Mungkin ia mengira Lerajee adalah Belanda seutuhnya, tetapi rupanya ada cacat yang membuat Patricia sempat ragi menerimanya. Sampai saat ia menyadari kecerdasan dari putri bungsu Kile, Patricia mengesampingkan hukum yang menghakimi setengah pribumi.

LerajeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang