09 • Zoals Yin-Yang

113 22 0
                                    

Rumah saudagar di Hindia Belanda selalu berbanding terbalik dengan rumah para pribumi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rumah saudagar di Hindia Belanda selalu berbanding terbalik dengan rumah para pribumi. Sang penduduk asli justru jauh lebih miskin dari penjajah mereka. Hidup mereka merana, tersiksa dan tentu saja menderita. Bagi para pribumi, mereka tidak mengenal kata tua atau muda untuk bekerja. Tidak ada dalam benak mereka terfikirkan bagaimana caranya untuk mengenyam pendidikan sebagaimana harusnya. Sekolah rakyat pun tidak bisa mereka jangkau.

Lerajee menatap pada seorang anak pribumi, yang mungkin jika Lerajee dulu seusia anak itu, yang dilakukannya hanya bermain bersama boneka porselen yang dibelikan oleh Patricia sebagai hadiah. Tapi, anak itu justru berdagang mainan dan memikul beban di atas bahunya yang kecil. Gadis itu tetap tidak mengalihkan arah pandangnya. Masih mengamati, sampai ada anak kecil eropa yang berlari mendekat, kemudian berseru pada pamannya.

"Paman, aku ingin mainan itu!" Suaranya kecil berseru seperti meminta sesuatu dengan bahasa pribumi, kontras dengan wajahnya yang khas dengan wajah kompeni.

"Bagaimana jika mamamu marah?"

"Tidak! Mama tidak pernah memarahiku!"

Pemuda yang gadis kecil itu sebut paman hanya bisa tertawa, kemudian mendekat pada pedagang pribumi itu. Tubuhnya yang tinggi, berjongkok, merendah untuk berbicara pada keponakannya serta pada pedagang yang benar-benar tampak kurus kering dengan badannya yang kecil. Walau ada sorot iba, pemuda itu tetap tersenyum dan menuruti apapun keinginan keponakannya.

"Siapa yang kau lihat?" tanya Victor yang baru kembali dari kantor bank.

"Gadis yang manis," gumam Lerajee.

Victor juga tidak mengerti apa maksud Lerajee memuji seorang gadis kecil yang tengah membeli mainan kayu dari seorang anak pribumi. Tapi sampi ketika, paman dari gadis itu berdiri dan telah membayar lebih hingga membuat pedagang kecil itu kembali dengan wajah berseri. Lerajee turut tersenyum menyapa. 

Ah, mereka paman dan keponakan yang manis. Dalam gendongan pamannya, hanya karena boneka jerami dan mainan kayu, gadis kecil itu tampak bahagia sekali. Sederhana, sungguh.

"Kau mengenal mereka?" tanya Victor.

"Ja, pemuda itu... aku mengenalnya."

Lalu pemuda itu benar mendekat pada Lerajee dan Victor, menurunkan sejenak keponakannya.

"Goede Morgen, nona Lerajee dan... tuan?"

"Victor Roell."

"Ah, tuan muda Roell. Saya Galuh. Galuh Setodirejo."

Victor mengangguk. "Aku pernah mendengar namamu." 

Mereka saling menjabat tangan. Kemudian seorang gadis kecil itu mengangkat tangannya antusias. "Mijn naam is Helma!"

Galuh tertawa dengan tingkah Helma. Kemudian ada suara lain yang memanggil nama Helma, seorang pria Eropa dari arah belakang. Raut wajahnya tenang, tatapannya tajam, tapi ada sorot penuh kasih tertuju pada Helma, yang mungkin saja adalah putrinya.

LerajeeWhere stories live. Discover now