Bab 3

280 67 6
                                    

Jika ada tiga hal yang membuat Sasuke nyaman, ia akan menjawab apartemennya adalah salah satunya.

Berbeda dengan rumah utama Uchiha yang bercat putih gading serta bernuansa glamor, ia hanya menyukai ruangan yang di design monokrom dan barang tersusun dengan managemen tingkat tinggi. Sebutan mudahnya, Sasuke tak menyukai banyak barang yang nantinya akan berakhir tergeletak berantakan. Ia hanya suka melihat ketika suasana rumah tempat ia pulang terlihat bersih dan menyisakan banyak ruang.

"Sasuke-san? Ingin kubantu membuat coklat panas? Kau bisa giliran berganti baju."

Sasuke menoleh, kemudian tak bisa menahan keterdiamannya saat melihat Sakura yang terbalut elok oleh baju kebesarannya. Lambang kecil Uchiha terbordir di bawah tulang selangka. Dan ... Entah kenapa perasaan klop kembali menyambangi batinnya.

Lelaki itu berdeham kecil, lalu bangkit bersama dengan handuk yang semula ia bawa ke ruang tamu.

"Kau bisa menggunakan dapurku semaumu. Ambil semua yang kau inginkan."

Tentu sebuah undangan memang, tapi entah kenapa terdengar seperti sebuah pemaksaan di telinga Sasuke sendiri.

Sakura melangkah mendekatinya, mengangguk dengan canggung sembari senantiasa menggenggam celananya.

Sasuke tak bisa menghentikan pandangannya dari gerak-gerik gadis itu. Baru tersadar bahwa sikapnya muncul karena celana yang ia pinjami sangat kedodoran ketika dipakai oleh Sakura.

"Tidak apa. Ini bisa ditali kok." Gadis itu dengan santainya berujar sebelum menanyakan letak dapur di mana.

Sasuke menunjukkannya tanpa banyak komentar. Antara tidak fokus karena penampilan gadis itu, atau merasa malu hingga wajahnya terasa panas.

Setelah menunjukkan letak dapurnya, Sasuke segera berjalan menuju kamarnya untuk mandi. Jika biasanya ia membutuhkan sekitar dua puluh menit untuk membersihkan diri, kini Sasuke tak genap sepuluh menit sudah keluar dari kamar mandi. Sebutan mudahnya Sasuke rela mandi kilat agar tak membuat Sakura menunggu lama.

Masuk ke ruang tamu kembali, Sasuke sudah mendapati Sakura yang duduk di sofanya dengan dua cangkir coklat panas yang tergeletak di meja. Gadis itu menoleh ke arahnya dan melambaikan tangan.

"Hehe, aku menemukan coklat di kulkasmu. Jadi kujadikan topping?"

Sasuke mengangguk kecil dan meyakinkan bahwa hal tersebut tak membuatnya terganggu. Walau ia sendiri tak terlalu menyukai rasa manis, demi membuat Sakura nyaman di apartemennya, ia rela menengguk segelas coklat panas yang jujur saja mental di lidahnya karena kemanisan.

Selama beberapa menit mereka duduk terdiam di posisinya masing-masing. Sakura yang terlihat santai dan Sasuke yang terlihat kaku.

"Sasuke-san? Ingin pergi ke balkonmu? Coklatnya akan terasa lebih enak jika dinikmati sembari melihat hujan."

Suara Sakura memecahkan keheningan, dan kepala Sasuke seketika mengangguk mengiyakan seolah sudah terpogram untuk mengabulkan semua keinginan gadis itu.

Mereka pergi ke balkon dengan langkah pelan, sedangkan Sasuke lebih terseok dengan pandangan yang tak lepas dari punggung Sakura.

"Kau tidak kedinginan?"

Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirnya sesaat setelah keduanya duduk di sofa.

Sakura menggeleng kecil dan menyengir. "Dingin tapi sudah hangat karena ini," ujarnya sembari mengangkat gelas berisi minumannya.

Pria itu hanya menanggapi dengan anggukan kecil, mengalihkan pandangan dan menatap ke arah beribu rintikan air yang jatuh ke permukaan bumi. Udaranya memang dingin, namun tidak menusuk kulit. Justru menimbulkan perasaan segar di sekitar mereka.

Wrong Between UsWhere stories live. Discover now