Bab 11

156 41 6
                                    

Pertengkaran seorang lelaki selalu membuat Sakura dilanda kebingungan. Yah, berbeda dengan konflik seorang perempuan tentunya, dan ketika melihat bahwa sepertinya Sasuke dan Naruto memiliki masalah pribadi yang ingin diperdebatkan, ia rasa itu bukan ranahnya. Sehingga Sakura memilih memisahkan mereka dengan perkataan yang lumayan nyelekit.

Isi kulkas Sasuke sudah berbeda semenjak dua minggu kedatangannya. Kerap, yang ia temui dulu hanyalah buah berwarna merah bernama tomat. Namun setelah mereka memutuskan bahwa apartemen Sasuke adalah tempat yang cocok untuk nongkrong, lelaki bersurai segelap malam itu memutuskan untuk rajin mengisi kulkasnya dengan berbagai macam makanan dan minuman.

Bahkan terkadang Sakura kerap mendapati makanan manis di sana, yang merupakan salah satu makanan favoritnya.

Sesaat setelah sampai di dapur, tanpa berpikir panjang ia mengambil blender yang berada di rak atas. Membersihkannya dan mengambil tomat segar di dalam kulkas. Gerakannya secepat kilat, sampai tak selang lima menit kemudian jus tomat yang ia ingin buat sudah jadi.

Setelah jus tersebut tertuang dengan sempurna di gelas, Sakura segera beralih menuju ke kulkas untuk mengambil soda. Namun sebelum gerakannya sempurna, sebuah tangan kekar yang melilit pinggangnya secara tiba-tiba membuatnya berjengit kaget.

Ketika melihat siapa yang melakukannya, Sakura memekik kesal, walau terlihat jelas ia menahan malu karena pipinya memerah.

Sasuke tersenyum tipis, sebelum mengintip ke depan gadis itu.

"Kau memakai gula?"

Sakura menggeleng. "Aku menambahkan madu."

Alis Sasuke seketika mengerut. Diliriknya bahan-bahan yang masih berserak di sekitar blender.

"Aku tak tahu aku menyediakan madu di sini."

Sakura memutar bola matanya malas. "Aku yang membelinya saat menemanimu belanja kemarin. Dapurmu harus diisi makanan yang manusiawi."

Mendengus pelan, Sasuke membiarkan kepalanya bertumpu di atas kepala gadis itu. Mengamati gerak-gerik Sakura yang sibuk menuangkan soda sebelum menambahkan perasaan lemon dan es batu.

"Ada apa menyusul kemari?"

Pertanyaan tersebut membuat Sasuke mengeluarkan helaan nafas berat. Jujur saja, ia tak tahan berada satu ruangan dengan Naruto setelah kejadian tadi. Ucapan yang bertolak belakang dengan perasaannya membuat pikiran Sasuke terjungkir balik sebab memikirkan hal ke depannya.

Hari-harinya bersama Sakura sudah sangat sempurna, seperti surga dunia. Jadi rasanya sangat menyesakkan saat membayangkan ia tak akan melihat eksistensi gadis itu di sekitarnya.

Ini yang terakhir, batinnya. Diam-diam memiringkan kepala dan mencium sudut pelipis Sakura yang tertutup oleh rambutnya. Mungkin gadis itu tak sadar, namun perasaan yang dirasakan Sasuke tak menampik bahwa ia bahagia hanya dengan melakukan hal sekecil itu.

"Ada apa? Kau terlihat melankonis. Seolah kita tak akan bertemu besok," gurau Sakura sesaat setelah gadis itu berbalik menatapnya.

Sasuke masih terdiam di tempat. Pandangannya menunduk menatap gadis itu dengan seringai kecil yang menghiasi kedua sudut bibirnya.

"Aku berharap yang terbaik untuk kita."

Seketika Sakura mengernyit dengan heran. "Kita adalah teman, Sasuke-kun. Aku juga berharap yang terbaik untukmu."

Mendengar kata 'teman', Sasuke tak tahu siapa yang salah di sini.

Entah karena Sakura yang kurang peka, atau karena dirinya sebagai seorang lelaki yang terlalu pecundang untuk mengakui sebuah perasaan.

Wrong Between UsWhere stories live. Discover now