Bab 4

272 61 6
                                    

Setelah kejadian beberapa hari lalu, Sasuke sudah tak mengindahkannya lagi. Mau itu tentang tatapan sinis Naruto waktu itu atau sikap yang sedikit berubah dari sahabatnya tersebut, Sasuke tak mau ambil pusing lagi.

Selain karena dihadapkan beban yang diberikan Uchiha padanya, ia tak ingin membuat hubungan persahabatan mereka semakin berantakan dengan ia menanggapi dengan kalut.

Sasuke adalah tipikal orang yang tipis kesabaran, terlebih pada sahabat pirangnya itu.

Tapi melihat situasi yang semakin hari semakin buruk, rasa tak pedulinya atas retakan di persahabatan mereka tak lagi bisa membuat Sasuke abai. Mau bagaimanapun, hanya Naruto lah yang menjadi satu-satunya teman dekat sepanjang ia hidup.

"Kau tidak menyukainya kan?"

Pertanyaan itu membuatnya kelu. Sedetik kemudian Sasuke menggeleng pelan.

Naruto seketika menghela nafas panjang dan lega. Ketegangan di antara mereka surut saat lelaki itu menepuk bahunya dengan akrab.

"Syukurlah. Aku kira aku harus bersaing dengan sahabatku sendiri."

Sasuke kembali menutup mulutnya. Beberapa menit setelah mereka hening baru ia menanggapi.

"Lagi pula, baru dua minggu aku mengenalnya."

Naruto berseri saat mendengar itu. "Tidak mungkin kan, Uchiha semudah itu untuk jatuh," ujar pria pirang itu penuh humor.

"Tapi Sakura-chan itu tipikal orang yang menerima semua orang. Jadi saat kau jatuh hati padanya, mari kita selesaikan dengan cara pria."

Pemuda bersurai kuning itu menurunkan kakinya dari sofa. Beralih menenggak alkohol pemberian Jiraiya.

Malam ini mereka berada di apartemen Sasuke. Duduk di balkon tempat di mana obrolan kaku antara dirinya dengan Sakura terjadi, tapi juga menjadi saksi tempat di mana obrolan riang antara Sakura dan Naruto terpatri.

"Hei Teme. Aku sudah mengenalnya sejak lama, jadi jangan kau rebut ya?" Naruto bertanya dengan sedikit mabuk.

Sasuke hampir saja terkekeh masam. Lelaki itu turut menyesap alkohol, mencoba menyembunyikan gelisah hati yang sejak tadi menyambanginya.

"Tenang saja. Kami baru mengenal dua minggu."

Dua minggu.

Sudah cukup untuk membuat seorang Uchiha Sasuke bertekuk lutut.

"Aku tak akan merebutnya darimu."

Ia memandang taman dari sekolah swasta yang terlihat berpendar terang dari tempat Sasuke duduk.

"Tapi jika kau seorang lelaki, mari selesaikan perasaan kita kedepannya dengan cara seorang pria."

Sasuke menoleh ke arah Naruto dengan seringai kecil di wajahnya. Pipinya sedikit memerah, efek karena menenggak terlalu banyak alkohol.

"Jika tidak, kau pantas disebut pecundang."

Tawa Naruto muncul di udara, namun mimik wajahnya terlihat sarkas.

"Sialan kau, Teme."

"Sialan kau, Dobe."

Sasuke membalasnya dengan senyum kecil, tak sadar akan perbuatannya. Ia menenggak alkohol lagi sebelum kembali duduk di sofa miliknya.

"Sakura adalah gadis idamanku. Cinta pertamaku. Jadi jangan berani-berani kau jatuh cinta padanya ya, Sasuke-teme?"

Naruto berkicau sebelum jatuh ke sofa dan tak sadarkan diri.

Sasuke yang belum semabuk itu membalas dengan dengusan kecut serta rasa pahit di ujung lidah.

Lelaki itu bangkit sebelum melemparkan gelasnya begitu saja. Melihatnya dengan perasaan puas saat kaca itu pecah dengan suara yang memekakkan telinga.

Wrong Between UsМесто, где живут истории. Откройте их для себя